Hingga saat ini bisa dikatakan belum ada satupun negara yang benar-benar merdeka dari virus corona COVID-19. Paling banter mungkin hanya berhasil menekan laju persebaran dan menghindarkan jatuhnya korban meninggal dunia.Â
Satu-satunya kunci untuk mengakhiri laju pandemi ini adalah ditemukannya vaksin antivirus yang bisa menghapus laju persebaran virus di seluruh dunia. Padahal COVID-19 sendiri saat ini sudah bermutasi hingga beberapa kali yang membuatnya semakin rumit untuk diatasi.Â
Segala cara ditempuh dan berbagai riset digalakkan untuk sesegera mungkin menemukan vaksin yang diharapkan itu.Â
Negara-negara maju dan berkembang berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan dalam menghasilkan obat penawar yang diharapkan mampu menyembuhkan dunia dari pandemi ini. Meski hingga saat itu semua usaha masih jauh panggang dari api.
Semua orang ingin pandemi ini berakhir secepat mungkin. Kalau bisa hari ini juga. Bahkan pemerintah menargetkan bulan Juli 2020 nanti kondisinya sudah kembali bersahabat untuk beraktivitas.Â
Jajaran pemerintahan yang dikomandoi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengikrarkan diri untuk fokus merealisasikan target tersebut. Sebuah dedikasi yang sangat patut diapresiasi.Â
Lebih jauh, Presiden Jokowi menegaskan bahwa negara yang menjadi pemenang dalam situasi sekarang ini adalah negara yang berhasil mengatasi COVID-19.
Tentunya dalam situasi pandemi COVID-19 negara yang berhasil mengatasi ancaman viruslah pemenangnya. Memenangi "peperangan" terhadap virus, dan bukan memenangi kontestasi antar negara tentang siapa yang terdepan atau paling cepat dalam menuntaskan pandemi COVID-19 di negaranya masing-masing. Hal ini merupakan penegasan bahwa seluruh negara di dunia semestinya bersinergi satu sama lain.Â
Jika sebuah negara berhasil menekan laju persebaran virus, maka hendaknya mereka berkenan membagi strateginya kepada negara lain. Begitupun seandainya ada salah satu negara yang berhasil menemukan obat serta antivirus COVID-19, hal itu juga sebaiknya bisa disebar luas ke seluruh dunia.Â
Dalam situasi semacam ini yang paling dibutuhkan adalah sinergi. Mengingat COVID-19 menyebar menembus batas bangsa dan negara. Sehingga upaya penanggulangannya pun harus melibatkan peran serta secara aktif seluruh negara. Bukan sekadar cari aman untuk negara masing-masing dan membiarkan negara lainnya sengsara.
Sejauh pandemi COVID-19 berlangsung, negara seperti China digadang-gadang sudah memiliki beberapa jenis obat penyembuh COVID-19.Â
Dalam laman disway.id Dahlan Iskan pernah menyebut bahwa ada sekitar 10 jenis obat penyembuh COVID-19 yang diizinkan penggunannya di China. Seperti Avigan, Chloroquin, hingga obat temuan negara China sendiri yang bernama Carrimycin.Â
Tapi apakah obat-obat itu juga sudah dimanfaatkan oleh negara-negara lain yang merasakan keganasan serangan COVID-19? Sebagian informasi lain menyebutkan bahwa di WHO sendiri sudah masuk data perihal pengujian tahap lanjut dari penemuan vaksin antivirus buatan China, yang sejauh ini masih menunggu hasil pengujian.Â
Disisi lain, negara seperti Amerika Serikat (AS) juga berupaya untuk melakukan upaya serupa meski dalam skala capaian yang berbeda.Â
Ada kesan bahwa setiap negara berupaya untuk kebutuhan negaranya saja tanpa menghiraukan nasib negara lain. Upaya penanganan COVID-19 tak lebih dari upaya individualistis dengan mengedepankan prinsip asal bangsa sendiri aman dan biarkan bangsa lain mengurusi nasibnya sendiri.
Padahal saat ini kita sedang menghadapi pandemi, bukan kompetisi yang beradu siapa yang cepat dia yang menang dan berstatus lebih unggul dari bangsa lain.Â
Bukan itu. Semestinya setiap negara saling berkolaborasi, bertukar informasi, dan bekerja secara paralel berdasarkan informasi-informasi penting yang diperoleh dari berbagai penjuru dunia.
Tindakan seperti yang dilakukan Donald Trump dengan menuding China atau negara lain berperan atas terjadinya pandemi ini semestinya tidak perlu terjadi. Bagaimanapun juga pandemi sudah menjangkit dan semestinya kita bahu membahu untuk menuntaskan masalah ini bersama-sama.Â
Seiring dengan sikap Trump yang "ngasal" itu, justru hal itu membuat negara lain berlaku defensif. Membuat harmoni yang menjadi landasan dalam bersinergi mengalamai kacau balau.Â
Bumbu perang dagang yang sebelumnya menyeruak semakin membuat upaya penanggulangan pandemi menemukan jalan terjal. COVID-19 sendiri "bersatu" sehingga mampu memporak-porandakan seluruh negara di dunia.Â
Lantas apakah kita tetap akan berupaya sendiri-sendiri untuk mengatasinya? Jikalau seandainya ada sebuah negara yang berhasil menuntaskan masalah COVID-19 di negaranya, hal itu tidak membuat mereka serta merta aman dari ancaman virus apabila negara lain masih mengidap masalah yang sama.Â
Akan ada suatu masa ketika virus itu kembali masuk ke negara-negara "bersih" tersebut melalui celah-celah yang ada. Oleh karena itu jalan keluarnya hanya satu, tuntaskan secara bersama-sama.
Bagaimanapun setiap negara tentu harus mengupayakan tindakan penanggulangan di negara masing-masing. Hanya saja hal itu perlu dibarengi oleh adanya kerjasama internasional yang secara sinergi membahas penyelesaian masalah ini bersama-sama. Minimal dalam hal pembuatan vaksin antivirus.
Jikalau hal ini dilakukan maka tidak menutup kemungkinan pandemi ini bisa diakhiri dengan lebih cepat. Indonesia tidak bisa berjalan sendiri menuntaskan pandemi ini.Â
Butuh ada langkah proaktif dalam tataran internasional untuk mengupayakan tindakan penanggulangan benar-benar bisa berjalan secara optimal.
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
[1]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H