Di sinilah masalah pertamanya. Harga VTM (katanya) mahal. Meski belum jelas berapa nominal yang disebut mahal itu. Satu orang satu VTM. Satu kampung berapa VTM? Satu Kota? Satu Provinsi? Satu negara? Entah berapa besar jumlahnya.Â
Kemudian mukus yang sudah bercampur VTM dimasukkan ke reagen. Harga reagen juga tidak murah. Dan itu juga diperuntukkan bagi satu orang. Sehingga tidak mengherankan kalau disebut-sebut harga untuk melakukan satu tes swab ini bisa mencapai Rp 1.675.000 per orang. Lalu bagaimana solusinya?
Hafidz mengutarakan gagasan agar tes dilakukan per lokasi besar. Misalnya Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Kalimantan, dan sebagainya. Bisa juga dilakukan untuk kategori lokasi per satu kabupaten, satu provinsi, dan sejenisnya. Dengan syarat dilakukan karantina terlebih dahulu dengan batas wilayah tersebut selama jangka waktu uji COVID-19 dilakukan.Â
Dalam paparannya di laman disway.id, Dahlan Iskan menyampaikan bahwa setiap orang dalam wilayah uji harus diambil sampel mukusnya. Dua sampel untuk sekali pengambilan. Tidak ada penambahan biaya ataupun alat untuk pengambilan dua sampel mukus ini. Bagi setiap lokasi kedalam gugus terkecil mereka, satu RT misalnya.Â
Setiap RT menjadi pool terkecil. Mukus semua warga RT tersebut kemudian diambil bersama-sama. Dijadikan satu. Dan, disinilah perbedaannya dengan uji COVID-19 biasa, mukus orang satu RT itu dimasukkan kedalam satu VTM saja. Dan selanjutnya dimasukkan kedalam satu reagen saja.  Satu RT, satu VTM, satu reagen. Jumlah orang dalam satu RT bisa mencapai 100 atau bahkan 200 orang. Adakah efisiensi biaya disini?
Kalau hasilnya negatif, satu RT negatif semua. Uji COVID-19 "rapelan", dilakukan sekaligus tapi bisa mengetahui kondisi kesehatan warga dengan lebih cepat. Langkah serupa dilakukan untuk RT lainnya. Jika seluruh RT dalam satu kecamatan negatif, maka kecamatan tersebut bebas COVID-19. Demikian juga untuk skala yang lebih luas lagi.Â
Lalu bagaimana jika hasilnya di salah satu atau beberapa RT positif? Di sinilah fungsi sampel mukus kedua berperan. Lakukan uji covid pada sampel mukus itu satu per satu atau individual, seperti halnya uji swab biasa. Apakah harganya tidak sama mahalnya? Tetap lebih murah. Karena hampir tidak mungkin semua RT akan mengalami hasil pengujian positif. Yang artinya tidak semua RT perlu melakukan uji individual. Hanya RT "positif" saja yang perlu melakukan uji COVID-19 individual untuk mengetahui siapa-siapa warga yang benar-benar positif COVID-19.Â
Apabila dalam satu provinsi diketahui kabupaten mana yang terdata positif dari pool test, maka disana diperinci lagi di kecamatan mana, kemudian di desa mana, kemudian di RT mana. Disini kita akan mengetahui siapa saja yang memang perlu diisolasi dan siapa saja yang tidak. Melalui pool test ala Hafidz ini mungkin PSBB tidak perlu dilakukan, apalagi lockdown.Â
Bahkan Social distancing pun tidak dibutuhkan, karena hanya mereka yang berstatus positif saja yang diisolasi. Mungkin satu pertanyaan yang mesti dicari jawabannya adalah, apakah menyatukan mukus satu RT tidak mempengaruhi validitas hasil pengujian? Disinilah pentingnya menguji coba.
Sebuah gagasan yang brilian. Apakah sudah diterapkan? Sejauh ini ide hebat ini masih belum dilirik apalagi diterapkan di Indonesia. Tulisan ini dimaksudkan untuk membantu menyebarluaskan informasi ini agar semakin banyak yang tahu potensi manfaat dari pool test ala Hafidz. Termasuk harapan agar para pemangku kebijakan, termasuk Presiden, bisa mengetahui hal ini. Dan diimplementasikan. Semoga gagasan besar ini turut memberikan sumbangsih dalam upaya menangkal COVID-19 di Indonesia.
Salam hangat,