Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

China Digugat Dunia Terkait Covid-19, Apa Dampaknya?

23 April 2020   09:20 Diperbarui: 23 April 2020   09:50 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Xi Jinping | Sumber gambar : Reuters

Misteri dari negara mana virus corona COVID-19 berasal hingga saat ini sebenarnya masih simpang siur. Publik dunia mayoritas menganggap bahwa virus yang menyebabkan pandemi global itu berasal dari Kota Wuhan, China. Orang Amerika Serikat (AS) yang kini menjadi negara paling "tersakiti" oleh virus tersebut bahkan menyebut COVID-19 sebagai virus china. 

Sebagian orang AS lain menamainya virus wuhan. Sesuatu yang oleh banyak kalangan disebut sebagai upaya untuk menyudutkan negeri tirai bambu tersebut. COVID-19 memang pertama kali meledak di Wuhan. 

Apalagi setelah ditelisik ternyata disana terdapat sebuah laboratorium biologi yang mempelajari puluhan hingga ratusan jenis virus. Tak ayal kecurigaan pun timbul terkait kemungkinan adanya kebocoran virus sehingga berujung pada kasus infeksi virus yang sangat luar biasa ini.

Pemerintah China memang menyangkal keras tudingan tersebut. Namun sebagian negara Eropa yang merasakan dampak terparah pandemi ini merasa bahwa China harus bertanggung jawab atas situasi ini. 

Jerman bahkan terang-terangan menuntut China untuk memberikan kompensasi kerugian ekonomi dengan nominal yang luar biasa besar, 130 miliar poundsterling atau sekitar Rp 2.512 triliun. Hal itu sebagai ganti rugi atas keterpurukan ekonomi yang terjadi di negara tersebut.

Setelah apa yang dilakukan oleh Jerman, salah satu negara bagian AS, Missouri, juga menempuh langkah serupa. Menuntut China sebagai biang kerok penyebab pandemi global COVID-19. 

Pemerintah negara bagian AS itu terang-terangan mengajukan tuntutan ke Pengadilan Internasional terkait beberapa hal seperti keteledoran, penyembunyian informasi penting, dan lain sebagainya. Orang-orang AS menganggap bahwa kasus COVID-19 ini semestinya bisa dicegah apabila sedari awal pemerintah China terbuka untuk segala informasi.

Seperti kita tahu, salah seorang dokter yang pertama kali "meniup pluit" perihal ancaman virus corona COVID-19 ini, Dr Li Wenliang, sudah memperingatkan publik terkait ancaman COVID-19. Tapi ketika itu ia justru dianggap menyebarkan berita palsu. Dr Li coba untuk dibungkam. Tapi pada akhirnya realitas menunjukkan kondisi sebenarnya. Pandemi meluas demikian cepat.

Bukan hanya AS atau Jerman saja yang sangat terpukul oleh pandemi global ini. Hampir seluruh negara di dunia merasakan situasi serupa. Permasalahannya, apakah negara-negara lain juga akan menempuh langkah serupa untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah China? 

Di saat negara lain masih pontang-panting menghadapi COVID-19, China justu mulai pulih. Roda perekonomiannya kembali berputar. Industri-industri kembali beroperasi. China telah mulai berlari disaat negara lain justru untuk merangkak saja masih tertatih-tatih. 

Dalam hal ini seharusnya China berupaya menunjukkan empati dan simpatinya dengan menebar sebanyak mungkin bantuan kepada negara-negara yang menderita akibat COVID-19. Tentunya bukan bantuan yang menuntut imbal balik. Murni sebuah bantuan. Meski mungkin tidak gratis, minimal hal itu tidak terlalu membebani negara lain yang terdampak.

Disharmoni Dunia Pasca Pandemi

Hubungan antar negara rentan memburuk pasca pandemi ini. Terutama hubungan antara negara yang merasakan situasi parah akibat COVID-19 dengan China seperti halnya yang dirasakan oleh AS, Jerman, dan beberapa negara lainnya. 

Bukan tidak mungkin hal ini akan menyulut episode lanjutan dari perang dagang yang sebelumnya sudah menyertakan nama AS dan China didalamnya lantas merembet dan mengajak serta negara lain didalamnya. 

Mengingat Rusia saat ini cenderung berpihak pada China terkait tudingan penyebar virus yang dialamatkan AS kepada China. Seolah menjadi "dejavu" perang dingin puhan tahun lalu saat Uni Soviet begitu lekat persahabatannya dengan China untuk menghadapi AS beserta sekutunya.

Sungguh sangat disayangkan sebenarnya ketika pandemi COVID-19 yang semestinya dihadapi dengan kerjasama dan sinergi semua negara justru kini saling menuding dan mempersalahkan. 

Amat tepat kiranya kritik Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada dunia internasional yang menganggap semua negara bekerja secara individual, bukan sinergi. Ego yang besar telah menghapus pikiran sehat untuk berunding dan duduk bersama guna merumuskan langkah penanggulangan secara bersama-sama. Jikalau kita tidak berubah, maka yang akan terjadi kedepan mungkin akan lebih parah dari sekarang.

Imagine all the people

Livin' life in peace

..

And the world will live as one

(Imagine, John Lennon)

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi :

[1]; [2]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun