Sekarang adalah eranya social distancing dan physical distancing. Semua karena virus corona COVID-19. Persebarannya yang begitu cepat dan luas memaksa kita untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak turut menjadi korban terinfeksi.Â
Sekian waktu sejak pertama kali pandemi ini merebak, langkah-langkah yang ditempuh sejauh ini belum terlihat mampu untuk mengendalikan situasi secara penuh. Sehingga kebijakan pembatasan interaksi sosial pun semakin digalakkan.Â
Kebijakan mulai lockdown hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun diberlakukan karena dinilai efektif untuk setidaknya mengurangi laju persebaran COVID-19. Namun, dibalik penerapan kebijakan pembatasan interaksi sosial ini ternyata memiliki "efek samping" yang bisa jadi akan merubah banyak hal dalam cara hidup kita dimasa yang akan datang.
Salah seorang dokter sekaligus dosen pengajar salah satu universitas di Britania Raya, Dr Amir Khan, menuliskan dalam laman aljazeera.com bahwa social distancing berisiko menciptakan gangguan psikologis dalam diri seseorang. Manusia merupakan makhluk sosial sehingga sayogyanya memiliki kehidupan yang saling terkoneksi dengan manusia lainnya.Â
Ketika pembatasan interaksi sosial dilakukan hal itu akan membuat seseorang merasa kehilangan akan arti penting koneksi dengan orang di sekitar. Sesuatu yang bisa memicu kesepian didalam diri. Kesepian inilah yang dikemudian hari membuat perasaan semakin tertekan dari waktu ke waktu. Dalam banyak kasus menurut Dr Amin Khan, kesepian memberikan dampak buruk terhadap kesehatan.
Kesendirian yang disebabkan oleh pembatasan interaksi sosial juga rentan menyebabkan mimpi buruk pada seseorang. Apalagi hal ini didorong oleh pemberitaan tentang COVID-19 yang terasa begitu menakutkan bagi sebagian orang.Â
Bukan hanya itu, kesepian yang dialami khususnya oleh para lanjut usia (lansia) seiring penerapan social distancing berisiko meningkatkan potensi gawat penyakit Alzheimer. Batasan interaksi sosial juga menghambat kebiasaan hangat seperti sentuhan dan pelukan menjadi sangat terbatas. Padahal sebuah pelukan terkadang begitu dibutuhkan oleh sebagian orang diantara kita.
Era Baru Interaksi
Banyak dari kita mungkin yang berharap agar social distancing ini bisa segera diakhiri. Meski sepertinya kita harus menunda sedikit lebih lama keinginan itu setelah sebuah studi yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health menunjukkan kemungkinan bahwa social distancing harus tetap diberlakukan hingga tahun 2022 mendatang dengan catatan vaksin antivirus belum tersedia serta layanan medis kritis belum mengalami peningkatan yang signifikan.Â
Sejauh ini banyak rumah sakit atau layanan kesehatan yang begitu kewalahan menangani lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi begitu pesat sehingga membuat mereka kewalahan dalam penanganan. Terutama untuk kasus pasien kritis yang memerlukan dukungan medis memadai.Â
Amerika Serikat (AS) saja yang demikian maju mengalami kendala keterbatasan ventilator. Hal inilah yang dirasa memberatkan tatkala pandemi telah memasuki fase reda namun belum tuntas sepenuhnya. Jikalau layanan medis terus-menerus kewalahan, maka biarpun pandemi mereka hal itu bisa menyebabkan gelombang "serangan" selanjutnya terjadi lagi.