Baru-baru ini kita seperti melihat adanya "matahari kembar" di wilayah DKI Jakarta khususnya. ABW yang menjadi pemimpin tertinggi wilayah tersebut ternyata tidak seberkuasa itu. Kewenangan pemerintah pusat yang "kebetulan" juga bermarkas disana ternyata turut mempengaruhi power ABW dalam mengimplementasikan sebuah gagasan kebijakan.Â
Saat ABW berharap Jakarta bisa di Lockdown, pemerintah pusat dengan tegas mengatakan bahwa hal itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Daerah jangan gegabah. Begitu juga ketika wacana karantina wilayah digaungkan, pemerintah memilih akan mendiskusikannya terlebih dahulu serta membuat perhitungan yang tidak mengacaukan banyak hal. Jakarta hanya bisa menunggu restu pemerintah pusat terkait perlakuan yang hendak diberikan sang gubernur terhadapnya.
Berbeda dengan yang terjadi di Tegal, Jawa Tengah. Wilayah itu dengan gagah berani menyatakan karantina wilayah biarpun peraturan tentang PSBB belum ada. Dan Tegal memang benar-benar menjalankannya. Namun respon pemerintah pusat ternyata tidaklah segalak apa yang dialami DKI Jakarta. Apakah ini karena Tegal bukan termasuk teritori penting seperti halnya Jakarta ataukah semata karena sosok ABW? Entahlah.
ABW memang dilarang menyalip Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menerapkan sebuah kebijakan besar menyangkut penanggulangan COVID-19 di DKI Jakarta. Tegal sudah melakukan karantina wilayah bahkan sebelum aturan PSBB terbit. Sedangkan DKI Jakarta baru mendapatkan izin setelah PSBB diterbitkan.Â
Bukan tidak mungkin sebenarnya ABW merupakan orang pertama yang mengusulkan karantina wilayah dilakukan di Indonesia, mengingat Jakarta sejauh ini masih memimpin "klasemen" kasus COVID-19 di Indonesia. ABW mungkin lebih cepat berfikir tentang karantina wilayah ketimbang Dedy Yon Supriyono, Wali Kota Tegal. Tapi kenyataan menunjukkan bahwa ABW tidaklah secepat itu. Ia belum diizinkan untuk mendahului kebijakan sang presiden.
Presiden Selanjutnya?
Hasil survei yang dirilis beberapa waktu lalu menyatakan bahwa ABW adalah salah satu kandidat paling populis untuk menjadi pengganti Jokowi sebagai presiden RI selanjutnya. Terlebih apabila tidak ada sosok Prabowo yang kelak bakal maju lagi sebagai calon presiden, maka peluang ABW untuk menduduki RI 1 sangatlah terbuka lebar.Â
Sehingga tidak mengherankan ada begitu banyak pihak yang ingin membangun kedekatan kepada beliau, seperti yang dilakukan Surya Paloh dan Partai Nasdem. Namun tidak sedikit juga yang mencibir pun mengkritik hampir setiap kebijakan beliau. Bahkan ada juga yang menuntut pengunduran diri ABW sebagai gubernur. Wajar. ABW punya potensi besar menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Apapun yang dibicarakan atau disematkan publik tentang sosok ABW, hal itu pada dasarnya adalah "iklan" popularitas gratis. Semakin ia dibicarakan, maka akan semakin dikenal publik secara luas. Dengan kata lain, hal itu menjadi modal berharga untuk menjaring sebanyak mungkin dukungan apabila waktunya tiba kelak.Â
Dalam hal ini, sosok ABW pasti membutuhkan sebuah amunisi agar pengenalan dirinya yang terjadi selama ini bisa berubah menjadi sebuah "kampanye kepantasan" dirinya menjadi pemimpin bangsa. Biarpun PSBB Jakarta menjadi terkesan tidak sepenuhnya langkah proaktif ABW, publik akan paham bahwa ia memiliki inisiatif untuk melindungi daerahnya.
Jikalau seluruh kebijakan yang ia turunkan perihal PSBB Jakarta benar-benar membantu pengendalian pandemi serta membuat banyak orang bersyukur karenanya, maka bukan tidak mungkin apresiasi publik akan melejit begitu pesat terhadapnya. Apabila hal itu terjadi, maka sepertinya semua pihak harus bersiap menyambut "The New President".