Pandemi coronavirus yang melanda Indonesia perlahan-lahan semakin menjadi ujian berat bagi kehidupan masyarakat. Ketakutan dan kekhawatiran yang dipantik oleh virus ini tidak hanya mengancam sisi kesehatan seseorang, akan tetapi juga berdampak pada sisi perekonomian. Semenjak covid-19 masuk ke Indonesia dengan menginfeksi begitu banyak orang, serta mulai diberlakukannya social distancing hal itu membuat sebagian pelaku usaha kecil kelabakan.
Pedagang-pedagang kecil yang mengandalkan kebutuhan hidup dari hasil pendapatan harian tidak sedikit yang mengeluhkan kondisinya. Termasuk salah seorang kerabat saya yang menjadi pedagang warung kecil di sekitar sekolah daerah tempat tinggalnya. Setelah sekolah diliburkan cukup lama hal itu mau tidak mau juga berimbas pada hilangnya "pangsa pasar". Sumber mata pencaharian pun hilang.
Apa yang dialami oleh kerabat saya tersebut sepertinya juga dirasakan oleh pedagang-pedagang kecil lain. Terutama mereka yang berada di wilayah zona merah. Bagaimanapun juga coronavirus yang sudah menyebar luas ini telah menghadirkan dilema bagi semua orang.
Bak makan buah simalakama, sama-sama tidak mengenakkan setiap pilihannya. Tetap memaksa beraktivitas normal seperti biasa berarti memberikan kesempatan kepada covid-19 untuk terus meluas. Namun, saat aktivitas mulai dibatasi tak ayal jumlah penghasilan mengalami penyusutan yang cukup drastis. Bahkan banyak juga yang kehilangan sumber mata pencahariannya samasekali.
Konsekuensinya tidak hanya sampai sini saja. Orang-orang yang tidak memiliki kejelasan penghasilan tapi memiliki tuntutan kebutuhan hidup tentu tidak bisa berdiam diri saja. Mereka butuh makan, mereka butuh membayar tagihan, dan sebagainya. Akibatnya ada sebagian orang yang gelap mata terhimpit oleh situasi dan kondisi kehidupannya. Berbuat nekad dan melakukan aksi kriminalitas.
Kriminalitas di "Air Keruh" Pandemi Covid-19
Beberapa waktu lalu seorang kerabat saya bercerita bahwa di kampungnya ada sebuah keluarga yang mengalami musibah perampokan. Beberapa barang berharga seperti handphone dan juga uang tunai raib digasak perampok. Aksi itu dilakukan oleh sekumpulan perampok berjumlah 6 orang yang menyatroni sebuah keluarga saat pagi buta. Dengan jumlah pelaku yang cukup banyak, hal itu tentu saja membuat pemilik rumah tak berdaya sama sekali dalam mempertahankan harta bendanya. Mereka harus merelakan para perampok menguras habis hartanya.
Saat mendengar penuturan dari sang kerabat tadi, satu hal yang langsung tersemat di benak saya adalah "ini adalah efek dari virus corona". Mengapa? Covid-19 telah mempersulit sebagian besar orang memperoleh pendapatan yang menunjang kebutuhan hidupnya. Bagi mereka yang kalap oleh urusan perut, aksi kriminalitas bisa jadi merupakan satu-satunya opsi yang harus mereka lakukan.
Dengan situasi sekarang yang justru semakin menegangkan, peristiwa kriminalitas seperti ini tentu tidak boleh lagi dibiarkan terjadi. Masyarakat sudah cukup dibikin panik oleh covid-19, jangan malah diperkeruh oleh maraknya tindak kriminalitas. Kita semua perlu melihat situasi ini dengan lebih serius agar setiap kebijakan dalam rangka penanggulangan covid-19 bukan justru menciptakan kekhawatiran lainnya. Disuruh diam dirumah, ekonomi carut marut, dan ditambah lagi ancaman perampokan.
Selain itu, kebijakan social distancing yang "memanjakan" setiap orang untuk memperbanyak aktivitas di dunia maya juga rentan memberikan pengaruh negatif seperti godaan untuk mengakses situs-situs panas. Beberapa negara yang memberlakukan lockdown bagi warganya dalam beberapa pemberitaan disebutkan mengalami peningkatan yang cukup siginifikan terkait akses terhadap situs-situs porno.
Kunjungan terhadap laman yang menyajikan konten-konten seksual meningkat cukup drastis. Industri penyedia film panas pun juga turut memberikan layanan gratis tontonan film syur kepada publik agar lebih betah bertahan di rumah. Akan tetapi kita jarang sekali membicarakan sejauh mana potensi kriminalitas terjadi akibat hal ini.