Menilik sejarah pengalaman hidup Rasulullah yang begitu bersedih tatkala ditinggal orang terkasih serta perlakuan semena-mena lingkungan terhadap beliau. Ibadah shalat merupakan hadiah terindah yang Allah SWT berikan kepada beliau dan juga umatnya.Â
Bahkan setelah jauh dari masa beliau pun hingga kini shalat diyakini sebagai alat ampuh untuk merilekskan diri sekaligus sarana mendamaikan diri. Rahasia shalat khusyuk dikuak oleh beberapa pakar seperti oleh Ustadz Abu Sangkan misalnya.Â
Diriwayatkan para sahabat nabi semisal Ali bin Abi Thalib atau Umar bin Khatab pernah meminta untuk dicabut hunusan pedang atau anak panah yang menancap pada tubuh mereka pada saat menunaikan shalat.Â
Bukti bahwa ibadah ini adalah saat terbaik bagi hamba mendekat kepada pencipta-Nya. Rasulullah pun setiap kali merasakan kepenatan yang amat sangat menjadikan shalat sebagai sarana untuk menata kembali pikirannya.
Tapi sayangnya kini tidak sedikit dari umat Islam sendiri yang lupa perihal esensi shalat yang sebenarnya. Ia hanya sebatas dipahami sebagai ritual wajib harian saja. Tidak lebih. Padahal shalat adalah Mi'raj kita untuk bersua Sang Empunya kehidupan.Â
Saat untuk menyerahkan sepenuhnya ketidakberdayaan seorang hamba atas segala peristiwa yang terjadi di dunia ini.Â
Virus corona yang begitu membabi buta telah membuat kita seakan tak berdaya. Membuat kita seolah-olah bukan lagi makhluk paling mulia dan berderajat paling tinggi sebagai masterpiece ciptaan-Nya. Mengapa? Karena kita melupakan satu poin penting dari pelaksanaan ibadah shalat yang setiap hari kita jalankan.Â
"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Tuhan Semesta Alam." Bukankah itu yang selalu kita lantunkan dalam rakaat pertama ibadah shalat? Kita menjadi kurang berserah diri dan kurang meyakini ketetapan-Nya karena betapa lalainya kita selama ini.
Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku ESQ-nya, shalat adalah media pembentukan karakter yang ampuh. Didalamnya ada begitu banyak lafal bermakna positif yang secara repetitif kita ucapkan setiap kali mengerjakan shalat.Â
Jikalau kalimat afirmasi itu kita pahami dan hayati maksudnya setiap kali terucap dari lisan dan hati kita, maka tentunya hal itu akan memberikan sugesti yang membentuk karakter hebat seorang insan. Lagi-lagi sayangnya kita yang terlalu hafal diluar kepala setiap bacaan itu malah semakin kehilangan rasa.