Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pandemi Covid-19 di Indonesia Berakhir April 2020, dengan Syarat...

20 Maret 2020   08:11 Diperbarui: 20 Maret 2020   11:12 18881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi virus corona yang merebak di Indonesia.|Sumber: Shutterstock

Tiga orang peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yaitu Dr Nuning Nuraini SSi MSi, Kamal Khairudin S, dan Dr Muchamad Apri SSi MSi babru-baru ini membuat sebuah simulasi model matematika untuk memprediksi terkait kapan pandemi virus corona di Indonesia ini akan berakhir. 

Dengan menggunakan model matematis Richard's Curve, simulasi yang dilakukan oleh tim peneliti ITB ini memperkirakan bahwa pandemi coronavirus di Indonesia akan berakhir pada pertengahan April tahun 2020 ini. 

Akan tetapi, ada beberapa "syarat" yang mesti dipenuhi oleh pemerintah berikut jajarannya agar upaya penanggulangan bisa berjalan on the track sebagaimana yang diharapkan.

Model Richard's Curve yang dipakai oleh para peneliti ITB tersebut kemudian membandingkan beberapa data kasus Covid-19 di beberapa negara yang memiliki kecocokan dengan Indonesia. 

Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Korea Selatan (Korsel) merupakan negara yang paling sesuai sebagai "rujukan" model simulasi ini. 

Sebagaimana diketahui, Korsel merupakan salah satu negara yang tergolong berhasil meredam persebaran virus ini meluas di masyarakatnya. Setidaknya ada tiga hal penting yang menjadi sebab mengapa negeri ginseng memiliki kemampuan untuk itu. 

Ketiga hal ini jugalah yang akan berkontribusi penting terhadap upaya penanganan Covid-19 di Indonesia sehingga bisa berakhir pada waktu yang diperkirakan yaitu pertengahan April 2020.

Apa saja ketiga hal itu? Mengutip dari laman Kompas.com, kunci pertama yang membuat Korea Selatan unggul dibandingkan beberapa negara lain dalam menanggulangi pandemi coronavirus yaitu pengujian yang luas dan efektif dilakukan kepada warganya. 

Bahkan mereka juga menggunakan drive-thru-clinics untuk mengurangi beban rumah sakit serta mengurangi risiko kesehatan para petugas medis. 

Uji lab dari hasil pengetesan juga ditunjang oleh sekitar 96 jaringan laboratorium sehingga mempercepat proses analisis. 

Dalam satu hari saja Korsel berhasil melakukan tes untuk sekitar 15.000 warganya. Apakah langkah serupa sudah kita tempuh? 

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang jauh lebih besar dari Korsel sudah barang tentu effort ekstra harus kita lakukan. Memperbanyak alat uji virus corona serta memberdayakan lembaga-lembaga lain yang sekiranya mampu membantu melakukan tes coronavirus pada masyarakat serta membantu menganalisis hasil tes tersebut. 

Mungkin ada banyak keterbatasan yang kita miliki, tapi hal itu seharusnya tidak membuat kita menyerah terhadap keadaan. Ingat disruptive mindset yang senantiasa mengedepankan ide dan menolak keterbatasan. Optimalkan kreativitas. Saya kira kita mampu untuk itu.

Setop coronavirus | Sumber gambar : www.kompas.com
Setop coronavirus | Sumber gambar : www.kompas.com
Kunci kedua, memberikan informasi secara terbuka dan transparan kepada publik terkait coronavirus. Korea Selatan bahkan sampai men-share lokasi GPS terkait keberadaan orang-orang yang terinfeksi coronavirus. Dengan demikian warga yang lain akan menjaga diri untuk tidak mendekati lokasi tersebut. 

Meski tidak secara tepat sama menerapkan kebijakan ini, setidaknya pemerintah turut memberikan gambaran yang lebih rinci kepada masyarakat terkait titik-titik mana saja yang mesti diwaspadai. 

Sejauh ini pemerintah hanya memberikan instruksi untuk menjauh dari tempat-tempat pusat keramaian yang berpotensi besar menjadi sarang penularan. Akan tetapi masih belum menginformasikan secara lebih detail di kawasan mana saja kewaspadaan itu perlu ditingkatkan.

Transparansi informasi perihal persebaran virus corona sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri. Ia perlu ditunjang oleh sumber data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. 

Dengan kata lain kita harus menguatkan terlebih dahulu fungsi pengujian dan pendeteksian orang-orang yang terinfeksi coronavirus. Apabila informasi yang tersebar simpang siur, maka hal itu tidak akan membuat cara kedua ini berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Dan kunci ketiga terkait penanganan kasus coronavirus di Korsel adalah menerapkan social distancing, Korsel tidak menerapkan kebijakan lockdown sebagaimana juga pemerintah Indonesia. 

Lockdown memang bukan satu-satunya cara untuk memotong pertumbuhan kasus. Korsel menutup sekolah-sekolah dan kantor-kantor, serta melarang pertemuan dalam jumlah besar di ruang publik. Indonesia juga menerapkan kebijakan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Mirip. 

Beberapa gedung juga menyiapkan alat pengecek suhu dan petugas berpakaian pelindung yang dengan setia mengingatkan warga agar mencuci tangan mereka. Di Indonesia tidak jauh berbeda, meski mungkin belum sebagus di sana. 

Melalui penerapan kebijakan ini Korsel berhasil menekan laju coronavirus sehingga setidaknya menelan korban lebih kecil dibandingkan negara-negara seperti China, Iran, atau Italia. Dari ketiga syarat ini manakah yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia? Dan bagaimana kualitas pelaksanaannya?

Langkah yang Dilakukan Indonesia
Kita tentu tidak bisa berharap pandemi ini berakhir dengan sendirinya tanpa kita melakukan upaya apapun. Kita harus melakukan sesuatu untuk menanggulangi pandemi ini. 

Paling tidak gambaran dari sesuatu yang harus dilakukan itu telah dicontohkan oleh Korsel. Kita bisa mengadopsinya atau membuat yang lebih baik dari "versi" itu. Mari kita tengok sejenak perihal langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menangani wabah ini.

Terkait uji tes virus corona kepada masyarakat, sudah berapa banyak pengujian itu dilakukan? Per 16 Maret 2020 lalu baru sekitar 1.138 orang "saja" yang sudah dites corona. Terhitung sejak 2 Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pasien pertama yang positif coronavirus di Indonesia. 

Bandingkan dengan Korsel yang sudah mampu melakukan pengujian terhadap 15.000 warganya hanya pada satu hari saja. Mungkin keterbatasan alat merupakan salah satu kendala yang membatasi tes corona dilakukan dalam jumlah besar ke warga Indonesia. 

Biarpun alat tes dari China diberitakan sudah masuk mulai kemarin (19/03), hal itu sebenarnya bisa dibilang terlambat. Mengapa tidak dipersiapkan sejak jauh-jauh hari ketika pandemi ini belum masuk ke Indonesia? Barangkali ada yang beranggapan buat apa punya alat tes kalau tidak ada yang terinfeksi? 

Logikanya terbaik. Bagaimana akan tahu yang terinfeksi kalau alat tesnya saja terbatas? Tapi nasi sudah menjadi bubur. Percuma menggerutu terhadap kesalahan masa lalu. 

Pemerintah harus membayar waktu yang terbuang guna menangani virus ini. Gerak cepat. Kerja cepat. Jangan hanya saat membangun infrastruktur saja cepat, tetapi menangani pandemi virus mematikan malah justru sebaliknya.

Sedangkan mengenai transparansi, pemerintah sejauh ini masih dianggap menutupi beberapa hal yang seharusnya diketahui publik. Entah apa itu. 

Kesigapan untuk mencegah persebaran semakin meluas harus benar-benar dilakukan secara masif dan kreatif. Seperti halnya Korsel yang menginformasikan lokasi GPS untuk orang-orang yang teridentifikasi terpapar virus corona. 

Mungkin pemerintah harus memberdayakan teknologi dan turut melibatkan masyarakat secara proaktif menginformasikan situasi terkait coronavirus di dekat tempat tinggalnya. 

Sekarang bukan saatnya lagi saling menahan informasi satu sama lain. Kita mesti transparan untuk mengetuk kewaspadaan orang lain sehingga tidak mendekat terhadap lokasi-lokasi yang ditengarai sebagai sumber virus.

Dan mengenai social distance sendiri sebenarnya pemerintah sudah memberlakukan peraturan serupa. Hanya saja apakah kita selaku warga negara akan disiplin mengikuti arahan tersebut atau tidak. Jikalau kita masih abai terhadap hal ini maka langkah apapun yang ditempuh pemerintah menjadi sia-sia saja.

Penanganan yang maksimal terhadap coronavirus di Indonesia sangat memerlukan kerja sama seluruh pihak. Termasuk warga masyarakat. 

Jangan egois terhadap kepentingan masing-masing. Kita hidup berdampingan dan semestinya saling berbagi manfaat satu sama lain. Dengan begitu kita bisa mengalahkan coronavirus ini bersama-sama.

Saatnya Mengakhiri Pandemi Coronavirus di Indonesia
Pertengahan April 2020. Itulah waktu yang diperkirakan oleh peneliti ITB terkait kapan pandemi ini akan berakhir. Hanya saja syaratnya harus kita penuhi sebagaimana saya uraikan sebelumnya. Apakah kita mampu?

Beberapa waktu lalu seorang master firasat Indonesia, Wirang Birawa, mengatakan bahwa pandemi coronavirus di Indonesia akan berakhir pada akhir April 2020 dan berakhir di seluruh dunia pada pertengahan tahun 2020. 

Untuk kasus Indonesia opininya tidak terlalu jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh peneliti ITB. Semoga ini menjadi kabar baik yang menebar optimisme kita bersama bahwa pandemi ini bisa kita lalui. Tentu syarat dan ketentuan berlaku.

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi: [1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun