Jumlah korban yang terinfeksi virus corona atau covid-19 di Indonesia hampir setiap hari terus bertambah. Tak ayal hal inipun membuat sebagian besar diantaranya perlu dirujuk dan diawat ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang memadai. Layaknya seorang yang sedang sakit, keberadaan orang-orang terdekat atau terkasih sangatlah diperlukan.Â
Sebuah keluarga harus memastikan dirinya ada untuk salah satu anggota keluarganya yang mungkin sedang ditimpa ujian sebagaimana halnya saat terinfeksi coronavirus ini. Keluarga dibutuhkan untuk memberikan dukungan moril hingga materiil yang pada akhirnya adalah untuk kebaikan sanak keluarga yang sedang sakit tersebut.Â
Sebagaimana umumnya seorang yang sedang sakit, tentunya mereka juga ingin senantiasa diperhatikan oleh keluarganya atau dijenguk oleh orang-orang dekatnya. Namun mengingat karakteristik dari penyakit yang disebabkan oleh covid-19 ini, tentu kita bertanya-tanya perihal situasi ini. Amankah seorang yang sehat menjenguk pasien coronavirus yang sedang menjalani masa perawatan di rumah sakit?
Beberapa hari lalu diberitakan terkait adanya satu Warga Negara Indonesia (WNI) yang terinfeksi covid-19. Ditengari penularan terjadi pasca sang WNI menjenguk kerabatnya di Jakarta yang diketahui mengalami sakit pneumonia atau infeksi paru-paru di Jakarta.
Saat dituturkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, WNI yang positif covid-19 di singapura tersebut sebenarnya sempat juga diperiksa saat di Indonesia namun negatif.Â
Beberapa hari kemudian ternyata diketahui positif coronavirus. Hal ini mungkin cukup wajar menngingat seseorang yang terinfeksi covid-19 umumnya baru beberapa hari kemudian menampakkan gejalanya. Saat itu mungkin pihak rumah sakit di Indonesia "terlalu cepat" melakukan pemeriksaan sehingga terkesan tidak terjadi apa-apa.
Menjenguk pasien positif corona bisa dibilang "terlarang" untuk dilakukan. Menurut Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, area isolasi pasien coronavirus merupakan zona merah. Seorang petugas medis sekalipun harus mengenakan pakaian khusus untuk melindungi dirinya dari kemungkinan terinfeksi virus serupa. Guna menjalin komunikasi antara pihak keluarga dengan pasien, pihak rumah sakit menyarankan agar hal itu dilakukan melalui perangkat komunikasi menggunakan ponsel atau sejenisnya.
Selama ini, menjenguk orang sakit dan bertegur sapa dengan mereka dirasa mampu membangkitkan semangat sang pasien. Semangat diperlukan untuk membangkitkan hasrat ingin sembuh dari sang pasien. Ketika tindakan semacam ini menjadi terhalang oleh karen potensi tertular yang tinggi maka ada kemungkinan hal ini jugalah yang memicu munculnya depresi dalam diri pasien positif coronavirus. Mereka seakan tengah berjuang sendiri tanpa sanak saudara atau kerabatnya.Â
Komunikasi dengan alat eletronik tentu tidak memiliki efek seintim ketika hal itu dilakukan secara langsung. Apalagi saat menjalani isolasi, sang pasien berada satu ruangan dengan para "pesakitan" yang lain.Â
Bisa jadi di antara mereka ada yang memiliki optimisme tinggi untuk sembuh, akan tetapi bisa juga sebagaian diantara mereka ada yang depresi dan menebar kekhawatiran kepada pasien yang lain. Situasi semacam ini perlu diantisipasi agar kekhawatiran yang ditimbulkan oleh coronavirus tidak lebih berbahaya dibandingkan virus itu sendiri.
Menjalin komunikasi via perangkat elektronik memunculkan kemungkinan bahwa sang pasien akan "terpancing" untuk mengulik informasi lain di internet yang bisa membuat ia berfikir lebih positif atau sebaliknya menjadi semakain depresi. Nasihat keluarga diperlukan disini, dan kontrol dari pihak rumah sakit mesti difokuskan juga terhadap hal ini.Â