Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Strategi Merangsang Antusiasme Kerja Karyawan Milenial

14 Maret 2020   12:13 Diperbarui: 15 Maret 2020   01:29 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antusiame Kerja Karyawan Perlu Dibangkitkan | Sumber gambar : www.enervon.co.id

Generasi milenial merupakan kelompok orang yang tengah mendominasi eksistensi kehidupan di era modern. Jumlah mereka telah mengguli generasi yang lain, dan periodenya tengah memasuki masa keemasan. 

Pos-pos jabatan strategis sudah mulai mereka ekspansi, dan generasi terdahulu yang masih eksis saat ini lambat laun akan mulai digeser dan digantikan oleh sosok-sosok baru yang lebih segar, lebih kekinian, dan memiliki sisi keunikan tersendiri.

Ada beberapa hal yang cukup melekat dalam penilaian terkait diri para milenial ini. Mereka dinilai sebagai pribadi yang kurang loyal, tidak cukup bekerja keras atau kurang militan, kutu loncat, memiliki gengsi tinggi, dan pemilih. 

Namun dibalik itu semua sebenarnya para milenial juga memiliki sisi keunggulan seperti kreatif, kompetitif, visioner, serta "melek" teknologi. 

Dari dua sisi yang dimiliki oleh generasi milenial ini, sayangnya masih cukup banyak yang melihat dari sisi kekurangannya saja. Padahal potensi yang dimiliki oleh milenial sangatlah luar biasa apabila mampu dioptimalkan dengan baik. 

Beberapa korporasi atau perusahaan yang mempekerjakan para milenial didalamnya seharusnya bisa memaksimalkan potensi besar para pekerja milenialnya untuk mengerek produktivitas perusahaan ke arah yang lebih baik serta unggul diantara para kompetitornya. 

Para pekerja milenial adalah mutiara tersembunyi yang teramat sayang untuk disia-siakan potensinya begitu saja. Setiap organisasi bisnis harus mencari cara untuk memaksimalkan potensi besar para milenial ini.

Mengulik dari beberapa sumber, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk "merangsang" antusiasme para milenial supaya mampu bekerja dan memberikan dedikasinya yang terbaik bagi organisasi. 

Hal ini mungkin bisa diadopsi oleh segenap organisasi bisnis yang menginginkan para karyawan milenialnya berkembang dan memberikan sumbangsih besar bagi perusahaan. Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan antara lain:

Jam Kerja Fleksibel

Organisasi bisnis pada umumnya memberlakukan jam kerja secara konvensional. Masuk jam 07.00 atau jam 08.00 lalu pulang kerja pukul 15.00, 16.00, atau 17.00 dengan waktu istirahat satu jam ditengah hari atau sekitar pukul 11.30 atau 12.00. 

Selain itu mungkin ada jam kerja shift yang terbagi menjadi tiga shift kerja dengan waktu-waktu yang sudah ditetapkan secara kaku. 

Karyawan atau pekerja harus memulai pekerjaannya pada jam-jam yang sudah diatur sebelumnya. Begitu juga dengan jam istirahat hingga jam pulang kerja. Semuanya terjadi secara rutin dan berulang-ulang setiap hari.

Bagi seorang milenial yang umumnya menyukai fleksibilitas hal ini tentu terasa sangat membosankan. Mereka tidak bisa sewaktu-waktu bekerja atau beristirahat karena terikat oleh standar jam kerja yang sudah ada. 

Padahal ada sebagian orang yang mungkin justru lebih produktif pada waktu-waktu tertentu yang bisa jadi berbeda dengan jam kerja normal yang berlaku saat ini. 

Perusahaan atau organisasi bisnis perlu menangkap sinyal ini dan mengintip peluang besar dibaliknya dalam upaya merengguk produktivitas kerja terbaik dari karyawannya. 

Perusahaan mungkin perlu membuat penyesuaian aturan jam kerja yang lebih berorientasi deadline ketimbang memberlakukan jam kerja "kolot" sebagaimana yang terjadi selama ini. 

Selama pekerjaan bisa dituntaskan dalam batas waktu yang ditentukan seharusnya itu tidak menjadi masalah bagi seorang karyawan untuk menjalani waktu bekerjanya.

Kebijakan semacam ini mungkin akan menyisakan masalah baru. Namun selama hal itu bisa disikapi secara bijak dan disiasati secara tepat maka perusahaanlah yang akhirnya memperoleh keuntungan besar dari hal ini. 

Sekarang, sudah tidak sedikit perusahaan yang memberikan keleluasaan jam kerja fleksibel bagi karyawannya karena hal itu dinilai jauh lebih menguntungkan. Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalah google.

Jam Istirahat Fleksibel

Hampir sama dengan jam kerja fleksibel, seorang milenial pada umumnya bisa menilai kapan waktu terbaik untuk mengambil jatah istirahat. Seorang karyawan berlatar milenial mungkin lebih produktif pada jam makan siang tiba dan cenderung "tidak bisa mikir" saat menjelang jam pulang kerja "normal". 

Bisa jadi juga ada seorang pekerja milenial yang justru segar bekerja dimalam hari dan cenderung bersantai di siang hari. 

Ada banyak kecenderungan seseorang untuk bekerja dan beristirahat sesuai rtimenya masing-masing. Mirip dengan jam kerja fleksibel, waktu istirahat yang tidak kaku memungkinkan seorang pekerja milenial untuk me-refresh sejenak pikirannya hingga siap kembali pada "top perform".

Apakah hal ini tidak memperumit kontrol absensi kerja dan administrasi personalia? Hal ini sebenarnya bisa ditanggulangi jika pengelola organisasi berfikir lebih kreatif untuk menyiasatinya. Perkara administrasi atau absensi sebenarnya bisa ditindaklanjuti dengan effort yang sedikit lebih besar dari sebelumnya.

Dukungan Sarana dan Prasarana Kerja yang Memungkinkan Kerja Kapanpun dan Dimanapun

Salah satu cara kerja yang dibutuhkan di era disrupsi ini adalah tentang bagaimana seorang pekerja mampu bekerja dimanapun dan kapanpun. Seseorang tidak perlu lagi terpaku oleh ruang dan waktu dalam menuntaskan pekerjaannya. 

Komunikasi atau meeting tidak melulu lagi hanya dilakukan ketika semua anggota tim berkumpul di satu ruangan. 

Fasilitas teknologi seperti WhatsApp Group (WAG) serta aplikasi chatting lain sangat memungkinkan para pekerja saat ini untuk berdiskusi dan berkoordinasi meski dalam jarak yang berjauhan. Guna memungkinkan hal ini dilakukan tentu diperlukan adanya sarana dan prasarana penujang yang memadai hal itu.

Bekerja kapanpun dan dimanapun juga mengakomodasi "waktu jenius" seseorang saat berada dalam performa kerja terbaiknya. Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitas yang mobile dan mendukung pekerjaan dilakukan kapanpun dan dimanapun. 

Peralatan seperti laptop, smartphone, wifi, dan lain sebagainya adalah sebagian diantara fasilitas yang memungkinkan hal itu dilakukan. Dan tentunya hal ini perlu komitmen perusahaan untuk memberikan dukungan penuh agar para pekerja milenialnya bisa memberikan sumbangsih kinerja terbaik.

Akan tetapi ada satu hal yang mesti diperhatikan bersama agar komitmen perusahaan untuk memudahkan kerja karyawannya tidak disalahgunakan. Para karyawan harus dilatih untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam merawat serta menjaga sarana dan prasarana yang tersedia. 

Semua karyawan harus bijak dalam mempergunakan fasilitas yang diperuntukkan bagi dirinya.

Selain ketiga poin tersebut sebenarnya masih ada beberapa strategi lain terkait upaya mengoptimalkan potensi kerja karyawan milenial yang akan saya bahas dalam artikel selanjutnya. Harap dinantikan.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi : [1]; [2]; [3]; [4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun