"Kalau di-lockdown, malah kita tidak bisa berbuat apa-apa. Konsekuensinya, kasus (COVID-19) di wilayah itu bisa jadi naik dengan cepat.", kata Ahmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, dalam konferensi pers beberapa waktu seperti dikutip dari laman kompas.com.
Pertimbangan untuk tidak memilik opsi lockdown dilakukan oleh pemerintah mengacu pada kasus yang terjadi pada penerapan lockdown di kapal pesiar Diamond Princess.Â
Dalam hal ini disebutkan bahwa jumlah korban positif covid-19 meningkat dengan cepat pasca lockdown dilakukan karena orang-orang yang berada di lokasi tersebut tidak bisa kemana-mana. Risiko seperti inilah yang ingin dihindari pemerintah meskipun protokol lockdown sendiri terbukti cukup ampuh untuk meredam persebaran virus tersebut ke area yang lebih luas.Â
China adalah negara pertama yang memberlakukan protokol ini. Kemudian beberapa negara lain seperti italia, Denmark, Filipina, hingga Irlandia pun mengikuti langkah serupa.Â
Lalu mengapa pemerintah Indonesia tidak mengkhawatirkan sebaran coronavirus akan semakin meluas? Padahal gejala awal terpapar covid-19 umumnya tidak langsung dikenali.Â
Butuh waktu beberapa hari sebelum tanda-tanda terpapar virus mulai menampakkan diri. Siapa yang tahu kalau covid-19 sekarang sudah menjangkau daerah pinggiran Indonesia?
Beberapa media bahkan menyebut bahwa kasus coronavirus di Indonesia ibarat sebuah gunung es. Pengumuman jumlah korban yang sebanyak puluhan orang itu dicurigai hanyalah puncak dari gunung es pandemi global ini.Â
Masih ada kasus-kasus lain yang belum terungkap ke hadapan publik. Namun sepertinya pemerintah berkilah bahwa mereka serius melakukan penanganan masalah ini.Â
Hanya saja dalam kenyataannya pernyataan tersebut diragukan. Masih banyak aktivitas di ruang publik berlangsung seperti biasa, tanpa kesiapsiagaan yang lebih daripada biasanya.Â
Tak ayal beragam kritik pun dilantunkan kepada pemerintah perihal "metode" pencegahan dan penanggulangan coronavirus di Indonesia. Protokol lockdown hampir tidak diberlakukan sama sekali.
Jikalau kekhawatiran terkait pemberlakukan protokol ini lebih disebabkan oleh kemungkinan infeksi meningkat cepat sebagaimana terjadi di kapal Diamon Princess, apakah kita juga tidak patut khawatir kalau persebaran yang semakin merata justru semakin mempersulit penanganan secara terfokus?Â
Orang-orang yang terinfeksi coronavirus tapi terlepas dari pantauan, kemudian ia bisa bepergian kemana-mana maka bukannya itu akan semakin memperburuk keadaan? Jangan-jangan pemerintah kita memang terlalu santai menyikapi pandemi penyakit ini.Â
Barangkali juga memandang coronavirus tidak lebih berbahaya dibandingkan flu biasa serta bisa sembuh dengan sendirinya. Hal ini bukannya membuat publik merasa nyaman dan terlindungi, tetapi justru seperti diabaikan dan dibiarkan begitu saja oleh mereka yang berwenang melindungi warganya.
Apa yang disampaikan oleh mantan wakil presiden kita, Bapak Jusuf Kalla, bahwa Indonesia perlau melakukan lockdown mungkin perlu didengarkan oleh pemerintah.Â
Pertambahan jumlah korban bisa meningkat sedemikian cepat dari waktu ke waktu apabila tidak diberikan penanganan yang tepat. Jangan sampai kita malah terlambat membuat langkah penanggulangan hanya karena keras kepala terhadap asumsi yang sebenarnya juga megandung banyak risiko. Melakukan lockdown atau tidak memang sama-sama memiliki risiko.Â
Tapi "mengunci" jumlah korban dengan jumlah yang "itu-itu saja" tentu lebih baik ketimbang jumlahnya terus menerus bertambah tanpa kendali. Apakah pemerintah kita telah melakukan logika ini?
Beberapa kali pariwisata Indonesia masih terus dipromosikan untuk menarik wisatawan asing masuk ke Indonesia meski jelas-jelas virus corona tengah mengancam.Â
Saat negara lain berbondong-bondong membatasi akses Warga Negara Asing (WNA) masuk ke kenagranya, kita malah sibuk untuk menarik minat mereka.Â
Semata demi menambah pundi-pundi uang dan atas nama perbaikan perekonomian. Padahal sekarang adalah saatnya memikirkan nyawa warga negara, bukan mengedepankan perekonomian.Â
Hal ini mestinya bisa disikapi dengan lebih baik oleh pemerintah. Jangan sampai kita menjadi China yang "selanjutnya" setelah Iran dan Korea Selatan. Logika pemerintah mestinya lebih tepat dalam mengambil kebijakan.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi:Â [1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]; [8]; [9]; [10]; [11]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI