Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Setop Menjadi "Lambe Turah" terhadap Pekerjaan Lama Kita

12 Maret 2020   07:48 Diperbarui: 12 Maret 2020   07:59 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa alasan "emosional" yang mendasari seseorang untuk resign dari pekerjaan lama diantaranya adalah adanya perasaan tidak puas terhadap situasi kerja, konflik dengan rekan kerja, hingga ketidaksepahaman terhadap beberapa kebijakan perusahaan. Bisa dibilang ada rasa sakit hati yang timbul sehingga seseorang memutuskan untuk pergi meninggalkan pekerjaan lamanya ke pekerjaan baru yang dirasa lebih mengakomodasi sisi emosinya.

Para pekerja yang "pergi" dengan membawa sakit hati biasanya memiliki kecenderungan untuk menceritakan hal-hal buruk yang terjadi di tempat kerja lamanya. Mulai A sampai Z akan ia kupas habis tatkala membicarakan perihal keburukan eks tempat kerjanya tersebut. Bahkan untuk beberapa hal bisa jadi disampaikannya secara dramatis atau berlebihan. 

Seseorang yang terlanjur sakit hati terhadap pekerjaan lamanya berpotensi menjadi "lambe turah" yang mengumbar keburukan atau hal-hal negatif di tempat kerjanya terdahulu hingga hal itu dirasa bisa memuaskan hasrat sakit hatinya.

Padahal seseorang yang menebar berita negatif atas kondisi pekerjaan lamanya sebenarnya tidak "sepenuhnya" diperlakukan buruk. Setiap bulan ia masih diberikan gaji sesuai kesepakatan, diberikan hak untuk izin tidak masuk kerja, dibantu pembayaran iuran BPJS-nya, dan lain sebagainya. 

Meskipun dalam beberapa kesempatan mungkin ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman semisal konflik di lingkungan kerja, permasalahan operasional yang muncul silih berganti, hingga ketidakpuasan atas gaji atau tunjangan kerja. 

Semua itu wajar terjadi dalam lingkungan kerja mengingat selalu ada sisi lemah dalam sebuah tempat kerja. Kondisi dari suatu pekerjaan bisa jadi berbeda dengan jenis pekerjaan yang lain, termasuk juga segala hal di sekitarnya. 

Namun apabila kondisi tersebut tidak sampai terjadi secara ekstrem seperti gaji ditunggak pembayarannya, pelecehan seksual, atau tindak kekerasan yang dilarang maka semestinya kita tidak sampai harus mengumbar segala kekurangan yang ada dari tempat kerja lama kita kepada orang-orang di tempat kerja baru yang kita tempati. 

Sebagai seorang "mantan" karyawan dari tempat kerja sebelumnya, secara tidak langsung kita juga berperan menjadi juru bicara atas pekerjaan lama tersebut. Image sebuah perusahaan bisa jadi turut dipengaruhi oleh cerita yang beredar luas. Semakin banyak yang menebarkan berita negatif maka penilaian terhadap tempat kerja itu akan semakin buruk. Demikian juga sebaliknya.

Mungkin akan jauh lebih bijaksana jikalau kita menyimpan sendiri semua kenangan yang menurut kita kurang menyenangkan di perusahaan lama. Jadikan hal itu pengalaman berharga yang bisa mendewasakan diri kita daripada sebelumnya. Cukup hal-hal positif saja yang kita ceritakan agar itu bisa menjadi masukan berharga untuk perbaikan tempat kerja kita yang baru. 

Dengan mencegah bersikap sebagai "lambe turah" atas segala peristiwa negatif yang terjadi di tempat kerja lama, minimal hal itu menjadi sebuah tindakan balas budi atas perusahaan atau tempat kerja yang menggaji kita selama beberapa kurun waktu terakhir. Kita bisa membuat dapur mengepul dari gaji yang kita terima, dan kita juga bisa merawat diri kita atas gaji yang kita terima. 

Biarpun dalam beberapa hal ada yang tidak membuat kita nyaman, paling tidak pendapatan dari pekerjaan lama itu sudah cukup berkontribusi atas keberlangsungan hidup kita. Jika kita lihat lebih jauh, tidak semua orang memiliki "keberuntungan" seperti yang kita dapatkan dengan bisa bekerja dan memperoleh penghasilan. Masih banyak orang diluar sana yang masih bersusah payah "merayu" pemilik usaha untuk mempekerjakan mereka.

Tidak ada tempat kerja yang sempurna. Namun tidak ada salahnya juga kita terus mencari atau berpindah-pindah pekerjaan dengan tujuan mendapatkan "layanan" yang lebih baik daripada sebelumnya. Hanya saja kita harus lebih mengapresiasi dan berusaha bijaksana dalam menyikapi kondisi pekerjaan yang menurut kita tidak sesuai harapan. 

Dan hal itu bisa kita mulai dengan menghindarkan diri dari perilaku menyeberluaskan informasi negatif yang terjadi di pekerjaan lama kita. Lagipula menceritakan hal-hal buruk itu tidak lantas membuat kita tampak baik, malah justru mengesankan kita pribadi yang lemah. Mari melihat sisi baik dari segala situasi dan belajar atas pengalaman tidak menyenangkan di situasi terdahulu.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun