Beberapa hari lalu jagad didunia maya hangat membicarakan perihal pernyataan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin perihal terbebasnya Indonesia dari serangan virus corona adalah sebab adanya doa para kiai serta doa qunut yang dipanjatkan sebagian umat Islam saat menunaikan sholat subuh. Setidaknya sebelum kemarin (02/03) Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan adanya dua Warga Negara Indonesia (WNI) di Depok yang terinfeksi oleh virus ini, Indonesia memang tergolong "telat" menjadi salah satu negara yang mengkonfirmasi ada warganya yang terjangkit.Â
Bahkan sebagian kalangan menyebut Indonesia "kebal" virus corona seiring tidak ditemukannya paparan virus tersebut selama beberapa lama. Pernyataan resmi pemerintah terkait adanya WNI yang terpapar virus corona terjadi selang beberapa hari setelah Wapres memberikan pernyataannya perihal doa qunut yang melindungi Indonesia dari virus tersebut. Sebuah pernyataan yang kemudian malah justru diledek oleh sebagian orang.Â
Beberapa kalangan menganggap pernyataan Wapres sebagai upaya membanggakan keyakinan tertentu dan menihilkan keyakinan yang lain. Lebih lanjut, ada juga yang menghubung-hubungkannya antara organisasi kemasyarakatan (ormas) Nahdlatul Ulama (NU) serta Muhammadiyah. Terkadang komentar para netizen memang keblinger tanpa melihat lebih jauh maksud pernyataan Kiai Ma'ruf Amin serta esensi dari doa qunut itu sendiri.
Doa qunut adalah "sebutan" yang disematkan oleh umat Islam terhadap lantunan doa yang dipanjatkan dalam salah satu rakaat sholat. Secara umum dipanjatkan saat menunaikan sholat subuh. Meski dalam beberapa kesempatan ada yang memanjatkannya di waktu yang lain dalam rangka bermunajat kepada Sang Pencipta. Mengapa Wapres Ma'ruf Amin "membawa-bawa" perihal qunut dalam pernyataannya? Salah satunya yaitu terkait makna yang terselip didalam doa tersebut. "... Berilah kami kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan..".Â
Dimana letak "rasis" dalam doa ini. "Kami" menunjukkan kita secara keseluruhan bangsa Indonesia, bukan siapa beragama apa atau beretnis apa. Karena sifat Tuhan yang kami yakini adalah Rahman dan Rahim atau pengasih dan penyayang. Hal itu diberikan kepada siapapun tanpa pandang bulu. Sungguh disayangkan ketika ada komentar nyinyir yang memahami hal ini sebagai tindakan mendiskreditkan umat beragama lain.
Komentar lain menyebutkan bahwa Wapres sudah takabur bahwa bebasnya Indonesia dari serangan corona adalah karena panjatan doa qunut. Takabur dari mana? Beliau hanya memberikan isyarat kepada warganya untuk memanjatkan doa meminta perlindungan dan kesehatan kepada Penciptanya. Tanpa mengingkari arti penting ikhtiar, melabeli nilai penting doa seperti qunut dan sebagainya bukanlah bentuk sikap lepas tangan dari upaya nyata.Â
Aneh rasanya melihat netizen yang berkomentar nyinyir terhadap doa qunut atau terlebih sok lebih pintar dari kiai perihal agamanya. Padahal pengetahuannya masih cetek dan belajar agama hanya dari guru "mbah google". Wapres memang berlatar muslim dan itu pasti tidak akan beliau tinggalkan dalam sikap ataupun pernyataannya. Itu sudah terlihat sejak lama.Â
Sebagai warga negara yang mungkin memiliki keyakinan agama berbeda dengan beliau semestinya bisa lebih bijak untuk mentransformasi atau menerjemahkan pernyataan sang wapres dalam "bahasa" keyakinannya sendiri. Pernyataan doa qunut bukanlah tentang siapa beragama apa dan siapa yang berkontribusi menolak datangnya virus corona. Hal itu hanyalah ajakan untuk bersama-sama berdoa kepada Tuhan yang diyakini masing-masing orang.
Terasa begitu aneh sebenarnya membaca sebagian komentar nyinyir netizen yang membawa serta "persoalan" qunut dalam ranah yang "remeh temeh". Apalagi saat ada yang menyindir qoa qunut adalah "kontestasi" antara NU dan Muhammadiyah. Menganggap orang Muhammadiyah tidak lebih "berkontribusi" dibanding orang-orang NU adalah pernyataan dangkal dalam berfikir. Doa qunut bukanlah tentang NU atau Muhammadiyah, itu lebih kepada keyakinan mazhab yang berbeda.Â
Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hanafi adalah nama-nama yang kita kenal sebagai tokoh utama dalam mazhab fikih umat Islam. Mengikuti salah satu dari mereka bukanlah kesalahan. Termasuk soal qunut. Barangkali mereka yang berkomentar nyinyir perihal NU dan Muhammadiyah masih harus belajar banyak tentang hal ini.
Sungguh prihatin melihat tingkah polah netizen yang dengan seenak udelnya berkomentar tanpa berfikir lebih jauh. Mirinya lagi, tanpa berfikir mendalam kemudian justru menuangkan ledekan dan tuduhan yang tak berdasar. Doa qunut bukanlah lelucon karena maknanya yang cukup mendalam.Â