Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Setelah 100 Hari, Ada yang Menyesal Pilih Jokowi?

1 Februari 2020   08:55 Diperbarui: 1 Februari 2020   09:00 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin | Sumber gambar : www.merdeka.com

Pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf sudah melewati periode masa kerja 100 harinya. Publik pun ramai-ramai menyampaikan penilaiannya atas kinerja pemerintah selama kurun waktu tersebut. Semua kementerian di kabinet Indonesia Maju-pun tak lepas dari sorotan perihal capaian kinerja mereka tiga bulan terakhir ini. 

Bagaimanapun juga kinerja pemerintahan Presiden Jokowi tidak bisa dilepaskan dari kinerja para anggota kabinetnya. Semakin baik kinerja tim kabinet, maka semakin baik juga penilaian atas kinerja presiden. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa presiden memegang tampuk tanggung jawab yang lebih besar dari itu. 

Sebagai contoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak secara langsung menjadi bagian dari tim kabinet Jokowi. Hanya saja kualitas kinerja tim KPK sedikit banyak juga merepresentasikan kinerja presiden secara kseluruhan. Salah satu hal yang paling disorot selama periode 100 hari pertama pemerintahan jilid dua Presiden Jokowi adalah terkait pelemahan KPK pasca diberlakukannya UU KPK baru hasil revisi. 

Hal ini tampak mengemuka setelah terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan yang sekaligus menyeret keterlibatan kader partai berkuasa, Harun Masiku. Efek lanjutan dari kasus ini adalah dualisme yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang "nyambi" sebagai tim hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam upaya perlawanan terhadap KPK.

Langkah yang ditempuh oleh Yasonna Laoly pun mendapatkan penilaian buruk dari publik. Tidak mengherankan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang dikomandoiNYA termasuk sebagai salah satu kementerian yang dinilai buruk oleh masyarakat berdasarkan hasil jajak pendapat News Research Center (NRC) Media Group. 

Bahkan analis politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memberikan rapor merah pada poin Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, dan penegakan hukum di 100 hari pemerintahan Presiden Jokowi ini. 

Tidak bisa dipungkiri hingga sejauh ini kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memang sebatas menjadi perhatian sesaat kala masa kampanye tiba. Setelah itu menguap entah kemana. Sehingga tidak mengherankan ketika tudingan pemerintah tidak serius menuntaskan kasus HAM masa lalu disematkan.

Selain Kemenkumham yang dipenuhi pesimisme publik, Kementerian Agama (Kemenag) juga mendapatkan penilaian serupa. Bahkan Meneteri Agama (Menag) Fachrul Razi pada awal masa tugasnya sudah cukup membikin kontroversi publik seiring pernyataannya yang melarang pemakaian hijab dan niqab. 

Menag yang ditugaskan presiden untuk memerangi radikalisme malah justru mengeluarkan sikap yang rentan memancing tindakan radikal. Padahal Kementerian Agama (Kemenag) seringkali disebut-sebut sebagai salah satu kementerian yang paling korup. 

Hal ini terlihat dari rekam jejak ditangkapnya beberapa menteri agama terdahulu oleh KPK. Publik bahkan masih ingat betul OTT Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mana vonis pengadilannya baru dijatuhkan beberapa hari lalu terkait kasus suap didalam Kemenag. Dalam hal ini menteri agama sebelum Fachrul Razi, Lukman Hakim Saifuddin ditengarai juga turut terlibat. Meskipun sejauh ini masih belum ada keputusan resmi terkait hal itu.

Melihat kondisi ini tidak mengherankan kalau publik memberikan penilaian negatif terhadap Kemenag karena ketidakfokusan mereka dalam menuntaskan masalah ditubuh kementeriannya. 

Diluar dua kementerian tersebut, hasil survei NRC Media Group juga menyebutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Ketenagakerjaan sebagai kementerian dengan respon terburuk dari publik selama periode 100 hari pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf. 

Kementerian KKP yang dikomandoi Edhy Prabowo mencoba "melawan" kebijakan meneteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti, untuk membuka kran ekspor benih lobster. Sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan masih dianggap kurang memperhatikan nasib buruh dan juga para pencari kerja.

Diluar performa kementerian di tubuh kabinet Indonesia Maju, 100 hari Jokowi -- Ma'ruf juga dinilai buruk oleh sebab kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang naik hingga 100%. Belum lagi wacana penghilangan subsidi gas elpiji 3 kilogram. Semua itu membuat penilaian kinerja Jokowi -- Ma'ruf jeblok pada 100 hari pertamanya. 

Kondisi ini "diperparah" oleh minimnya peran sosok Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin dalam menunjang tugas presiden. Biarpun begitu masih ada "prestasi" yang cukup menggemberikan bagi sebagian kalangan, yaitu terkait penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta upaya gigih menjaga kedaulatan Natuna oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). 

Meski dalam survei NRC Media Group juga disampaikan bahwa pemindahan ibukota dan kebijakan perampingan eselon disebut memberikan optimisme tinggi pada publik, akan tetapi dalam beberapa hal pemindahan ibukota disebut tak ubahnya upaya menambah pekerjaan yang tidak perlu. Perampingan eselon juga beberapa kali disinggung sebagai upaya semu mengingat "penggemukan" pada posisi lain seperti posisi wakil menteri (wamen).

100 hari memang bukan representasi lima tahun masa kerja presiden berikut jajarannya. Akan tetapi masyarakat juga memerlukan sebuah kesan awal yang baik dari pemerintahnya. Apakah cukup ada sesuatu yang berharga dilakukan pemerintah dalam 100 hari itu sehingga memperkuat kepercayaan publik bahwa pemerintahnya akan mampu berbuat sesuatu untuk mereka. 

Tentunya 100 hari juga bukan menjadi akhir dari sorotan masyarakat kepada orang-orang yang megemban tugas kenegaraan. Pasca 100 hari ini, masih ada waktu kurang lebih 4 tahun  9 bulan lagi untuk menuntaskan semua janji kampanye yang dulu pernah diutarakan. Tetapi harus diingat, bahwa pemerintah mesti menunjukkan perkembangan positif dari waktu ke waktu dalam masa tugas mereka menyejahterakan rakyat Indonesia.

Barangkali ada cukup banyak kekurangan meski ada beberapa capaian positif dalam 100 hari pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf. Selepas memperhatikan itu semua, sejauh ini adakah yang merasa salah pilih terhadap sosok Jokowi -- Ma'ruf? Adakah yang menyesal terhadap keputusannya memberikan keercayaan terhadap mereka minimal berdasarkan penilaian selama 100 hari ini?

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun