Pernahkah kita secara dengan sengaja mengambil langkah pengembangan diri yang terkonsep rapi dan memiliki kurikulum yang jelas untuk diri kita sendiri? Selama ini terkesan kita hanya menjadi objek dari sebuah kerangka pengembangan yang dilakukan oleh sekelompok orang.Â
Mereka mendesain apa yang dianggap perlu ada pada diri kita. Kita adalah objek kurikulum yang dibangun oleh orang lain, dan kita sebatas menerima dengan pasrah apa yang diajarkan pada diri kita tersebut.
Kita belajar ini dan itu berdasarkan sebuah road map yang digagas oleh lembaga pengelola pendidikan. Konten apapun yang menjadi bagian dari proses pengembangan diri itu sepenuhnya menjadi wewenang pihak pengelola. Kita hanya sebatas menerima keyakinan bahwa yang diajarkan kepada kita adalah sesuatu yang baik.Â
Baca juga : Pengaruh Pendidikan bagi Sekolah Pedalaman terhadap Penerapan Kurikulum K13
Kita belajar materi pelajaran formal dengan segala tata urutan dan isi materi yang dianggap sesuai. Kita diberikan arahan terkait sikap, pola pikir, dan sebagainya oleh orang lain yang dinilai layak untuk melakukan itu.
Namun pada akhir "cerita" perjalanan menempuh pendidikan semenjak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, tidak semua orang mendapati dirinya cukup cakap untuk mengarungi kehidupan. Mereka seringkali merasa ragu terhadap kehidupan yang dijalaninya. Apa yang salah?
Tidakkah kita sadar bahwa sesungguhnya selama ini kita seringkali mengabaikan sesuatu yang penting pada diri kita masing-masing? Kita lebih suka mengakhiri perjalanan pengembangan diri sebatas pada akhir masa pendidikan formal saja.
Kita berangggapan bahwa seiring dengan kelulusan kita dari lembaga pendidikan seperti sekolah atau universitas maka berakhir pula upaya untuk terus mengasah kemampuan didalam diri. Padahal periode masa belajar tidaklah sebatas pada itu saja, melainkan harus dilakukan bahkan hingga akhir hayat.Â
Permasalahannya, pengembangan diri terasa lebih terarah tatkala kita berada dalam suatu lembaga pendidikan formal karena di sana kita dituntun dan diarahkan menuju peta ajar yang dikonsep oleh komunitas yang memiliki otoritas. Sedangkan hal itu seakan begitu berbeda tatkala kita sudah tidak lagi menjadi bagian dari pendidikan formal.Â
Baca juga : Media sebagai Wadah Pengembangan Diri
Kita seperti orang bebas yang tidak merasa perlu untuk mengembangkan diri lagi. Barangkali hanya sebagian orang saja yang memiliki hasrat untuk tetap belajar. Mereka mengikuti pelatihan, mengikuti seminar, mengikuti komunitas, dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan sebagai bagian untuk tetap merasa terarah dalam upaya mengmbangkan diri.
Hanya saja tidak setiap orang mampu atau bisa melakukan itu. Biasanya ada biaya lebih yang harus dikeluarkan untuk mengkuti pelatihan, seminar, atau bergabung dalam komunitas. Sehingga tidak sedikit yang memilih untuk menjalani kehidupannya seperti air mengalir. Membiarkan semua terjadi apa adanya.Â
Tanpa gagasan dan arah yang jelas untuk mengarahkan diri kita kemana di masa yang akan datang. Padahal, apabila ingin menjadi bagian dari proses pengembangan diri kita harus berjalan selaras dengan kurikulum yang dibangun. Seperti halnya anak sekolah yang menjalani tahap demi tahap pendidikan yang disusun oleh dinas pendidikan.Â
Namun "boro-boro" mengikuti kurikulum pengembangan diri, membuatnya saja belum tentu kita lakukan. Jangankan melakukan upaya pembuatan, melihat gambarannya saja belum tentu membuat kita bergairah. Inilah masalahnya.Â
Kita ingin berkembang tetapi tidak tahu perkembangan seperti apa yang ingin kita raih. Kita ingin mengembangkan diri tetapi tidak tahu bagaimana caranya untuk berkembang. Barangkali kita sudah terlalu bergantung oleh orang lain dalam mendesain kurikulum pengembangan diri kita.
Sayangnya, sekarang kebanyakan dari kita bukanlah bagian dari peserta didik lembaga formal yang diatur oleh kurikulum secara rapi dan terarah. Kita sepenuhnya bertanggung jawab atas kondisi diri kita masing-masing. Berkembang tidaknya diri kita itu sepenuhnya menjadi hak kita. Mereka yang memiliki kesadaran untuk itu akan berupaya untuk menata kembali kehidupannya.Â
Baca juga : Kreatif Memanfaatkan Blog untuk Pengembangan Diri dan Usaha
Mereka akan melihat apa-apa saja yang perlu diperbaiki dan di-upgrade pada dirinya. Mereka akan menyusun sebuah rencana pengembangan diri jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang. Sebagian ada yang memperbanyak membaca buku, sebagian ada yang mengikuti kursus atau pelatihan keterampilan tertentu, sebagian ada yang menjalani kuliah lagi, dan lain sebagainya.Â
Pada intinya mereka ingin menjadikan diri mereka sosok yang lebih baik, lebih terampil, lebih berpengetahuan, lebih berwawasan, dan lebih berkembang dibandingkan sebelumnya. Namun perkembangan itu bukanlah sesuatu yang dilakukan dengan asal-asalan dan mengikuti orang kiri-kanan.Â
Perkembangan itu mesti dengan sengaja direncanakan dan diupayakan tercapai pada beberapa tahun mendatang. Akan jadi seperti apa diri kita beberapa waktu mendatang?Â
Itu tergantung pada apa yang kita rencanakan hari ini. Lebih khusus lagi itu tergantung pada kurikulum seperti apa yang hendak kita terapkan terhadap diri kita masing-masing.
Kurikulum pengembangan diri adalah tentang menyiapkan rencana pengembangan diri kita di masa yang akan datang. Mau dibawa ke mana dan dijadikan seperti apa hidup kita hal itulah yang terpenting.Â
Kita ingin mengembangkan diri dan menjadikan diri sebagai sosok yang seperti apa untuk satu tahun, lima tahun, atau sepuluh tahun mendatang hal itu tentu harus disiapkan sedemikian rupa sehingga benar-benar terwujud seperti yang kita harapkan.Â
Hidup kita bukanlah suatu kebetulan. Kita memiliki kendali penuh terhadap upaya pengembangan diri kita. Kita bukan lagi kumpulan "anak-anak" yang pendidikannya masih diarahkan oleh orang lain. Kita harus mampu memilih apa yang sekiranya terbaik untuk hidup kita sendiri.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H