Saya sendiri bingung mengapa kita lebih suka memilih kata-kata yang tidak efisien. Apakah hal itu dilakukan sebagai upaya menyindir untuk  memberikan efek jera? Ingat, sisi emosi adalah yang paling rentan di dalam diri seseorang.Â
Sekali sisi itu terusik, maka ada efek besar dibaliknya. Pandangan seseorang bisa berubah, dari sebelumnya segan menjadi acuh, dari sebelumnya respek menjadi cuek, dan dari sebelumnya simpati menjadi antipati.Â
Bagi seorang pemimpin, memilih kata-kata itu adalah bagian dari kecakapan dalam memimpin. Pemimpin memang harus menegakkan disiplin, mengevaluasi kinerja, dan mengarahkan mereka yang berada dalam lingkup kerjanya agar senantiasa menjalankan rule yang berlaku.Â
Namun bukan berarti hal itu lantas dilakukan dengan mengumbar kalimat-kalimat "sampah" kepada orang lain. Saya kira di era modern ini kita sudah cukup cerdas dalam memahami kata-kata sederhana dalam konteks apapun.Â
Teguran, nasihat, atau masukan bisa disampaikan dengan cara yang paling sederhana dengan kata-kata yang bersahabat. Semoga kita bisa lebih bijak dalam menyampaikan maksud kita kepada orang lain.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H