Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Janji Jokowi dan Anomali Birokrasi Lincah KPK

15 Januari 2020   07:21 Diperbarui: 16 Januari 2020   10:04 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan senantiasa menyampaikan arti penting dari sebuah birokrasi yang cepat, sigap, sederhana, dan lincah. Hal itu diperlukan guna menyikapi perkembangan zaman yang semakin dinamis, penuh ketidakpastian, kompleks, dan risiko yang beraneka ragam. 

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa aparat publik harus bekerja meninggalkan pola-pola lama yang kolot dan mesti mampu beradaptasi menggunakan pola baru yang lebih adaptif terhadap situasi dan kondisi terkini. 

Singkat kata, Presiden Jokowi menginginkan agar terjadi reformasi birokrasi secara menyeluruh pada setiap oraganisasi, lembaga, ataupun pemerintahan. 

Namun semua pernyataan itu seperti menjadi sebuah anomali ketika kita menengok kondisi terkini dari insitusi penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebagaimana kita tahu, KPK yang saat ini ada harus menjalankan tugas dan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang KPK hasil revisi. Salah satunya yaitu terkait dengan pengajuan izin kepada dewan pengawas (dewas) KPK dalam rangka melakukan penyidikan, penggeledahan, dan penyitaan. 

Kekhawatiran publik terkait pelemahan KPK dinilai mulai terlihat. Pasca dilakukannya Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisioner KPU Wahyu Setiawan, para penyidik KPK seharusnya langsung melakukan tindakan penggeledahan di lokasi-lokasi yang ditengarai menyimpan barang bukti tindak kejahatan korupsi. 

Akan tetapi, tindakan penggeledahan ini tidak bisa serta merta dilakukan karena KPK mesti mendapatkan izin terlebih dahulu dari dewas KPK. Sesuatu yang sebelumnya tidak perlu ada tatkala UU KPK lama masih berlaku. 

Dalam hal ini para penyidik mesti melewati tambahan alur birokrasi saat hendak menunaikan tugasnya sehingga berdampak pada pemunduran waktu penggeledahan. Kondisi ini berisiko meningkatkan potensi hilangnya barang bukti. 

Selain itu, rencana penggeledahan juga berpotensi mengalami kebocoran informasi sehingga tindakan tersebut bisa saja berakhir dengan tangan hampa.

Birokrasi yang lebih panjang terkait proses kerja KPK memang bisa dibilang kurang efektif dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi yang mesti dilakukan secara cepat dan sigap. Sebuah momentum penindakan bisa sirna begitu saja apabila diselang oleh jeda waktu tertentu. 

Padahal KPK kini sudah menjadi bagian dari tim kerja Presiden Jokowi yang artinya komitmen lincah dan sigap seharusnya juga ada disana. Lembaga KPK seharusnya menjalankan birokrasi cepat sebagaimana yang diinginkan oleh presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun