Pemerintah sudah memberlakukan kenaikan cukai rokok per awal tahun 2020 ini. Imbasnya, harga jual rokok di masyarakat pun juga turut mengalami kenaikan meskipun dalam nominal yang bervariasi.Â
Sebagian pedagang eceran bahkan melakukan langkah penyiasatan dengan mulai menaikkan harga secara bertahap sejak beberapa bulan lalu.Â
Meski diperkirakan bahwa kenaikan harga ini akan bisa mengurangi daya beli masyarakat terhadap konsumsi rokok, namun dalam kenyataannya hal itu belum terlalu terlihat. Setidaknya sampai saat ini.Â
Beberapa pembeli rokok mungkin mengeluhkan kenaikan harga ini. Hanya saja hal itu tidak mengurungkan niatan mereka untuk tetap "menikmati" kepulan asap rokok sebagaimana yang sebelumnya mereka lakukan.Â
Guna "menyiasati" kenaikan harga rokok ini, beberapa kalangan seperti mahasiswa yang memiliki bugdet lebih terbatas mulai banyak yang menikmati rokok dengan cara "tingwe" atau ngelinting dewe. Fenomena ini jamak dilakukan masyarakat pedesaan di masa lalu.
Menilik kondisi ini, apabila maksud dan tujuan dari menaikkan cukai rokok adalah demi mengurangi konsumsi rokok masyarakat maka sepertinya hal itu tidak atau belum tercapai. Minimal untuk saat ini.Â
Menurut Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (Peps), rokok merupakan salah satu inferior good atau sebuah barang yang berapapun harganya akan dibeli.Â
Dengan demikian para perokok baru akan mengurangi konsumsi rokoknya apabila kondisi keuangannya semakin mapan. Hal ini seiring meningkatnya kesadaran untuk hidup lebih sehat.
Selama ini kita seringkali memprotes kebijakan negara yang menaikkan beberapa barang kebutuhan masyarakat seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), gas elpiji, makanan pokok, tarif dasar listrik (TDL), dan lain sebagainya.Â
Sebuah wacana kenaikan sekalipun sudah cukup membikin heboh seantero negeri apabila kebijakan tersebut diberlakukan. Ramai-ramai aksi demo dilakukan karena dianggap semakin membebani rakyat kecil.Â
Kita terasa begitu peduli apabila kebijakan kenaikan untuk beberapa barang tersebt diusik. Lalu mengapa ketika harga rokok naik hal itu sama sekali tidak "mengusik" diri kita?Â
Bukankah kenaikan harga rokok berarti juga mengancam sektor mata pencaharian petani tembakau ataupun pekerja industri rokok? Bukankah dengan harga jual rokok yang meningkat maka akan membuat daya beli masyarakat berkurang dan bisa mengamcam eksistensi pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan rokok di pinggir jalan?
Pengurangan jumlah konsumsi rokok belum bisa dilihat secara pasti pasca berlakunya kebijakan kenaikan cukai rokok ini. Para perokok muda saat ini cenderung lebih kreatif dalam menyiasati harga rokok yang semakin tinggi.
 Sebagian seperti yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu dengan membuat rokok secara manual atau tingwe. Sebagian yang lain ada yang beralih menggunakan rokok elektrik atau vape.Â
Jadi kenaikan harga rokok bukannya menurunkan jumlah perokok malah justru mendorong lahirnya varian baru "gaya" merokok.
Mungkin selama ini kita sering salah sangka menganggap bahwa kenaikan harga rokok adalah sebuah upaya mengurangi kebiasaan "buruk" masyarakat dalam merokok.Â
Namun ternyata menaikkan cukai rokok selain bermanfaat menambah pundi-pundi pemasukan negara hal itu juga penting untuk mengawasi peredaran rokok ilegal di masyarakat, dan untuk menyeimbangkan industri padat modal dengan padat karya. Jadi, tidak ada "agenda" untuk mengurangi kebiasaan merokok masyarakat sama sekali. Â
Rokok akan terus memantik perdebatan panjang terkait penggunaannya dan keberadaannya. Sebagian orang melabelinya sebagai barang haram, sebagian yang lain menilainya sebagai sebuah gaya hidup, dan yang lain lagi menganggapnya sebagai andalan mata pencaharian.
Keberadaan mayoritas pedagang kios-kios emperan umumnya menjadikan rokok sebagai andalan untuk menambah pundi-pundi penghasilan dengan menjualnya secara eceran. Sedangkan ritel-ritel modern menjadikan rokok sebagai barang jualan eksklusif yang dipampang tepat di belakang kasir.
Meski harganya naik, para PKL masih tetap menjualnya seperti biasa. Sama halnya dengan retail modern yang tetap memajang rokok sebagai komoditas spesial mereka.
Bagi mereka kenaikan harga rokok hanyalah sebuah hembusan kecil yang tidak mengusik sesuatu apapun. Karena bagi para perokok yang memang masih belum memiliki kesadaran melepaskan kebiasaan itu akan berpandangan biarpun harga rokok naik tetapi the show must go on.Â
Lantas apakah kita mesti bersikap masa bodoh terhadap hal ini?
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :
[1]; [2]; [3]; [4] ; [5]; [6]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H