PT Asuranasi Jiwasraya beberapa waktu terakhir ini seakan menjadi pesakitan. Kasus gagal bayar polis JS Savng Plan kepada nasabah yang mencapai angka Rp 12,4 triliun adalah muara dari masalah yang telah terakumulasi sekian lama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pernah mensponsori klub sepakbola Manchester City ini. Ditengarai penyebab utama dari kasus gagal bayar JS Saving Plan ini adalah karena termakan sendiri oleh janji manis yang mereka tawarkan kepada nasabah yaitu terkait imbal hasil produk asuransi yang berkisar antara 9 -- 13 persen per tahun.
Strategi yang dilakukan oleh Jiwasraya untuk mengimbangi janji manis kepada pelanggan ini ternyata justru "menjerumuskan" mereka kedalam investasi penuh risiko yang akhirnya berujung pada penyusutan nilai investasi yang dimiliki Jiwasraya. Dalam hal ini nilai investasi reksadana yang di tahun 2017 mencapai Rp 19,17 triliun susut mejadi "hanya" Rp 6,64 triliun pada tahun 2019.
Sedangkan untuk investasi saham yang dilakukan Jiwasraya juga terjun bebas ke angka Rp 2,48 triliun pada tahun 2019 dari sebelumnya sebesar Rp Rp 6,63 triliun di tahun 2017.
Akibatnya Jiwasraya harus menanggung masalah seperti sekarang. Janji manis yang sebelumnya diumbar kepada nasabah kini berbalik memahitkan mereka.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini mengumumkan bahwa peroalan yang terjadi di Jiwasraya sebagai suatu skandal yang bersifat gigantik atau berskala besar sehingga memiliki risiko sistemik yang cukup tinggi.
Permasalahan Jiwasraya perlu segera dituntaskan karena jika tidak maka akan berbahaya bagi industri asuransi, jasa keuangan secara keseluruhan, dan tingkat kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan Jiwasraya akan bernasib sama dengan Bank Century (sekarang Bank Permata) yang menjadi "korban" krisis 2008 sehingga membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan "bailout" terhadap Bank Century. Kebijakan ini kemudian dikenal dengan "Bailout Bank Century".
Bailout Jiwasraya?
Pengamat asuransi Hotbonar Sinaga mengatakan bahwa permasalahan yang membelit Jiwasraya berpotensi membuat masyarakat was-was terhadap poduk asuransi.
Bukan tidak mungkin mereka yang telah memiliki polis asuransi akan menyegerakan pengajuan klaim karena khawatir hanya terhambat sebagaimana yang terjadi pada kasus Jiwasraya.
Dampaknya akan memicu penarikan besar-besaran oleh para pemegang polis kepada perusahaan-perusahaan asuransi. Sesuatu yang pasti akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Hotbonar bahkan menyatakan bahwa kasus Jiwasraya ini harus cepat-cepat dituntaskan atau paling lama tiga tahun agar supaya tidak terjadi dampak sistemik.