Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setop "Goreng" Pemberitaan Banjir Jakarta

4 Januari 2020   07:14 Diperbarui: 4 Januari 2020   07:18 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir adalah musibah, bukan momen menebar retorika | Sumber gambar : www.antaranews.com

Pada pembukaan bursa awal tahun 2020 ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti semua pihak agar tidak lagi melakukan aksi "goreng" saham. Segala bentuk manipulasi dan tindakan poles-memoles instrumen investasi mesti dihentikan agar publik tidak kehilangan kepercayaan.

Di lain kesempatan, beberapa wilayah Jabodetabek harus menerima kenyataan pahit akibat bencana banjir yang melanda "kawasan inti" nusantara. Jakarta dan beberapa daerah sekitar terendam oleh genangan air dalam jumlah yang luar biasa.

Mungkin sebagian kalangan menyebut bahwa Jakarta banjir adalah sesuatu yang biasa. Hanya saja kali ini banjir yang terjadi ternyata lebih besar dari sebelum-sebelumnya.

Selain ketinggian banjir yang lebih tinggi dari beberapa tahun terakhir, beberapa wilayah yang sudah lama tidak "disapa" banjir pun kini harus mengulang lagi nostalgianya terhadap banjir. Lebih dari itu semua, bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya telah menelan cukup banyak korban jiwa hingga ribuan orang mesti mengungsi meninggalkan tempat kediamannya.

Banyak perkantoran yang meliburkan karyawannya terkait banjir hingga tidak ketinggalan tempat kediaman para public figure pun merasakan hal serupa. Pemberitaan terkait banjir bertebaran di hampir setiap media masa, baik cetak maupun elektronik.

Kontennya pun sangat variatif, mulai dari fakta hingga yang fiktif. Media mainstream hingga opini publik turut menghiasi pemberitaan tentang banjir. Namun yang perlu disayangkan ternyata musibah banjir ini banyak "digoreng" sana-sini pemberitaannya hingga menjadi sesuatu yang terkesan bombastis dan tendensius.

Ketika silang pendapat terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono perihal penanganan banjir, sontak beberapa kalangan memberitakan adanya konflik antara dua kubu. Saat Presiden Jokowi tiba-tiba mengunjungi waduk Pluit, seakan-akan hal itu adalah sesuatu yang luar biasa.

Saat Anies Baswedan dianggap tak berdaya menghadapi banjir Jakarta, mereka yang kritis dan anti-Anies pun menganggap bahwa sang gubernur tidak becus mengelola Jakarta. Anies dinilai hanya pandai bermain kata-kata namun nihil kinerja.

Lebih luar biasa lagi ketika ada sekelompok orang yang menggalang petisi melalui situs change.org untuk "memakzulkan" sang gubernur. Seakan-akan berita tentang banjir ini adalah komoditas mengasyikkan untuk digoreng kesana-kemari sehingga menarik atensi publik secara luas.

Banjir Jakarta cenderung dikatikan dengan politik, dihubung-hubungkan dengan karma, dan dijadikan alat untuk membanding-bandingkan penguasa saat ini dengan penguasa terdahulu.

Menggoreng berita tentang banjir tidak akan menghasilkan sesuatu yang bermakna kecuali opini yang makin bias dan jauh dari esensi sebenarnya. Lebih baik kita berbagi tips dan cara-cara menyikapi banjir dengan lebih cerdas, menggalang dana bantuan, ataupun melakukan kajian-kajian yang bisa menjadi masukan pencegahan serta penanganan banjir dimasa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun