Pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor daging pada tahun 2020 nanti guna memenuhi pasokan kebutuhan daging di dalam negeri.
Pemerintah melalui Perum Bulog berencana melakukan impor daging sapi dari Brasil sebanyak 60 ribu ton yang terdiri atas impor daging sapi dan juga daging kerbau.
Mengutip dari lama kompas.com, kebutuhan daging di dalam negeri selama periode 2020 mendatang diperkirakan mencapai angka 600 ribu ton. Sehingga keputusan pemerintah terkait kebijakan impor daging ini memang diperlukan. Setidaknya secara hitungan matematis seperti itu.
Menyinggung keterlibatan Perum Bulog dalam rencana impor daging sebanyak 60 ribu ton ini, mungkin ingatan kita akan dikembalikan pada momen ketika 20 ribu ton beras di gudang Bulog mengalami penurunan kualitas dan terancam dimusnahkan karena sudah tidak layak konsumsi.
Stok beras yang "membusuk" itu adalah buntut dari gagalnya perencanaan sistem persediaan yang berujung pada tersia-siakannya bahan pangan utama tersebut. Entah seperti apa kelanjutan dari episode beras 20 ribu ton tersebut, karena sejauh ini kabarnya seperti tenggelam ditelan bumi.
Apakah kebijakan impor daging ini sudah benar-benar melalui perhitungan yang matang? Apakah semua aspek sudah dipertimbangkan mulai dari pasokan dari dalam negeri, estimasi jumlah konsumsi, dan lain-lain? Jangan sampai ketika kebijakan impor ini sudah benar-benar dilakukan ternyata baru disadari ada sesuatu yang salah dibelakang.
Pemerintah mesti mencontoh kasus impor beras dalam jumlah besar padahal penyaluran didalam negeri mengalami penurunan akibat perubahan mekanisme bantuan beras ke bantuan tunai oleh pemerintah.
Apabila hal serupa terjadi dalam kebijakan impor daging maka tidak bisa dibayangkan berapa banyak daging yang akan membusuk nantinya. Busuknya daging tentu berbeda dengan "busuknya" beras. Dan situasi seperti ini pastilah kita semua tidak inginkan terjadi.
Manajemen persediaan merupakan perkara yang susah-susah gampang. Yang terpenting adalah memastikan jejaring mana saja yang terlibat dalam sistem persediaan. Namun yang lebih utama lagi adalah terkait validitas data penunjang dalam pengambilan suatu keputusan.
Data yang ngasal dan tidak bisa dipertanggungjawabkan hanya akan membuat manajemen persediaan menjadi kacau. Karena konsep utama dalam manajemen persediaan adalah menjaga agar jumlah pasokan aman sesuai kebutuhan tetapi juga tidak terlalu berlebih yang berisiko membuat kelebihan stock tersebut terbuang percuma.
Kekurangan pasokan hanya akan menimbulkan kelangkaan yang berujung pada melonjaknya harga barang. Sebaliknya, stok yang terlalu berlebih hanya akan membuat kesia-siaan seperti halnya 20 ribu ton beras yang kadaluwarsa beberapa waktu lalu itu. Data yang valid akan menunjang perhitungan yang tepat, dan akhirnya melahirkan keputusan yang tepat juga.