Saat ini kita tengah memasuki sebuah zaman global yang mampu menyingkirkan sekat-sekat pembatas yang dikenal sebagai era  globalisasi. Perubahan juga terjadi dengan begitu cepat sehingga menuntut kita untuk lebih adaptif terhadap kondisi ini. Bekal Ilmu Pengetahuan dan TEKnologi (IPTEK) yang mumpuni sangatlah diperlukan guna menunjang eksistensi kita di era ini. Dan salah satu syarat untuk mewujudkan hal itu adalah dengan budaya literasi.
Tantangan yang kita hadapi kedepan sangatlah berat. Mau tidak mau hal itu membutuhkan penyikapan yang tepat dari diri kita sebagai "pemeran utama" di era ini. Tanpa adanya literasi yang mumpuni maka akan menjadikan kita tertinggal dan buta akan perubahan zaman. Peranan literasi sangatlah penting dalam membentuk pribadi yang mampu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, serta mentransformasi informasi yang ada menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan juga khalayak luas.
Aspek paling sederhana dari literasi adalah kebiasaan membaca. Semakin tinggi minat baca maka kemampuan literasinya juga semakin baik. Sayangnya, Â pada saat ini literasi baca Bangsa Indonesia masih sangat rendah. Mengutip laman edukasi.kompas.com, dari hasil penelitian UNESCO diketahui bahwa kebiasaan membaca orang Indonesia hanya menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Kita hanya berada satu tingkat diatas Botswana. Hal ini tentu sangat memprihatinkan mengingat betapa pentingnya nilai literasi terhadap peradaban sebuah bangsa.
Rendahnya kebiasaan membaca warga kita ditengarai karena kurangnya akses yang memadai, khususnya untuk daerah-daerah terpencil. Padahal bisa jadi ada banyak sekali warga kita di pelosok yang memiliki hasrat tinggi untuk membaca namun tidak berdaya oleh karena ketiadaan bahan bacaan.
Para pegiat literasi yang melakukan pengumpulan buku-buku bacaan dan kemudian mendistribusikannya ke beberapa daerah pelosok merupakan secercah harapan ditengah-tengah himpitan kesulitan menyebarluaskan budaya literasi. Kesulitan semacam inilah yang mestinya dibaca oleh segenap pemangku kepentingan agar turut serta menciptakan kemudahan akses sehingga budaya literasi bisa tersebar luas tanpa hambatan.
Keunikan yang Menjadi Hambatan
Negara kita memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan negara-negara lain di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki sekitar 17.000 pulau dengan rentang jarak mencapai 5.000 km dari bagian timur hingga barat. Keunikan alam geografis Indonesia ini memang merupakan sebuah anugerah luar biasa yang harus kita syukuri. Akan tetapi masih belum dibarengi dengan pemerataan infrstruktur yang memadai di sebagian penjuru negeri.
Hal inilah yang sepertinya menjadi penyebab mahalnya biaya logistik di Indonesia. Mengutip dari laman kompas.com dan katadata.co.id, saat  ini Indonesia merupakan negara dengan biaya logistik termahal di kawasan Asia yaitu dengan angka 24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Negara-negara lain di ASEAN saja biaya logistiknya lebih kecil dari kita, diantaranya Vietnam dengan 20% dari PDB, Thailand dengan 15% dari PDB, Malaysia dengan 13% dari PDB, bahkan Singapura hanya 8% dari PDB. Jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia lain seperti Tiongkok, Jepang, India, Taiwan, atau Korea Selatan biaya logistik kita masih kalah jauh.
Writerpreneur dan Semarak Literasi
Budaya literasi tidak bisa dipisahkan dengan dua hal utama, yaitu membaca dan menulis. Dengan kata lain, budaya membaca sebagai prinsip paling sederhana dalam budaya literasi harus didukung dengan kebiasaan menulis. Budaya membaca tidak akan terbentuk tanpa adanya sesuatu untuk dibaca.
Ini berarti harus dimunculkan karya-karya tulis yang mampu memperkaya wawasan serta menambah pengetahuan atas berbagai hal. Untuk bisa mewujudkan hal itu maka peran penulis cukup vital keberadaannya. Setiap penulis harus lebih produktif mencipta karya-karya agar bisa dinikmati sekaligus dikaji oleh para pembacanya. Dengan demikian akan menjadikan budaya literasi lebih hidup.
Seiring perkembangan zaman, kebiasaan menulis sebenarnya tidak lagi hanya menjadi sesuatu yang tanpa hasil. Tulisan-tulisan yang kita buat dan dipublikasikan melalui media cetak, ataupun media elektronik seperti blog sudah bisa dimonetisasi dan menjadi sebuah profesi yang menghasilkan secara finansial.
Belum lagi ketika tulisan berhasil dibukukan menjadi sebuah karya tulis, ia bisa menjadi sumber penghasilan yang berharga bagi penulisnya. Menjadikan profesi menulis sebagai ladang penghasilan atau writerpreneur adalah sebuah kesempatan berharga dalam upaya memperbaiki kehidupan pribadi sekaligus memberikan kontribusi terhadap orang lain melalui tulisan. Selain itu, seorang writerpreneur juga turut berandil penting dalam menyemarakkan budaya literasi.
Logistik 4.0 "Jembatan" Literasi
Menjadi seorang writerpreneur tidaklah semudah yang terlihat. Selain tantangan dalam menuliskan karya-karya, seorang penulis yang ingin "menjajakan" karyanya lewat penerbit profesional harus berjuang melewati screening pihak penerbit dan selanjutnya juga harus bersaing dengan karya-karya para penulis lain.
Waktu untuk menunggu konfirmasi apakah naskah diterima atau tidak biasanya cukup lama, butuh waktu kurang lebih 3 bulan. Sehingga tidak jarang beberapa penulis memilih untuk menempuh jalur "alternatif" dalam mempublikasikan karyanya. Seperti halnya yang pernah saya lakukan yaitu memanfaatkan jasa penerbit indie atau self publishing.
Komunikasi saya jajaki dengan beberapa penerbit hingga akhirnya buku saya yang berjudul "Powerful Life" pun naik cetak. Sembari menunggu buku selesai dicetak, saya melakukan promosi melalui media sosial (medsos) menawarkan buku tersebut. Alhamdulillah, cukup banyak rekan yang antusias untuk membeli dan melakukan pre-order.
Bahkan seorang kerabat yang tengah menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hong Kong pun juga tertarik untuk membeli. Disinilah keuntungan terbesar hidup di era teknologi seperti sekarang, komunikasi bisa dilakukan secara mudah bahkan dengan orang-orang yang berada di lokasi yang jauh dari kita.
Bagaimanapun juga, inilah langkah pertama saya menjadi seorang writerpreneur yang berhasil memproduksi sebuah buku. Saya harus memastikan terciptanya kesan yang baik dalam melayani pesanan yang sudah masuk. Jangan sampai pembeli kecewa karena barang yang mereka beli tidak sampai ke tangan mereka atau kalaupun sampai kondisinya mengalami kerusakan.
Jasa J&T Express
Belajar dari istri saya yang kebetulan menekuni bisnis jual beli baju online sehingga sering mempergunakan layanan jasa pengiriman, beliau menyarankan agar melakukan pengiriman buku-buku saya tersebut menggunakan layanan J&T Express. Menurutnya, J&T Express lebih mampu menjamin ketepatan waktu pengiriman serta keamanan barang yang dikirim. Selain itu harga untuk setiap pengiriman juga tidak terlalu membebani kantong.
Dari rekomendasi itupun saya mengirimkan naskah buku "gelombang pertama" saya. Pada kesempatan tersebut saya mengirimkan paket buku ke beberapa daerah di Jawa Timur seperti Tulungagung, Surabaya, hingga Madura. Pengiriman saya lakukan dari wilayah Tangerang, Banten. Pengiriman lintas provinsi ini awalnya membuat saya sedikit ragu apakah akan benar-benar sampai ke tujuan ataukah hilang di jalan. Namun syukur alhamdulillah pengiriman tersebut ternyata berhasil juga.
Karena beberapa kali saya mendengarkan keluhan beberapa rekan terkait barang-barang yang mereka beli secara online tidak kunjung tiba. Menjalankan bisnis secara online haruslah cepat. Fast response. Respon yang lambat dalam bisnis online akan memunculkan kekhawatiran didalam benak konsumen sehingga berujung pada tuduhan yang "tidak-tidak". Hal ini pernah saya alami tatkala melayani pesanan buku dari seorang rekan di wilayah DKI Jakarta.
Ketika itu barang kiriman saya belum ia terima. Rekan saya tadi mengontak saya dan mempertanyakan beberapa hal. Dalam rangka menghilangkan kekhawatiran, saya meminta rekan tersebut untuk melakukan pengecekan nomor resi pengiriman di website resmi J&T Express berdasarkan bukti struk yang saya terima dari gerai pengiriman J&T Express. Alhamdulillah, dari hasil cek resi tersebut diketahui bahwa buku kiriman saya sudah sampai dan diterima oleh salah seorang teman dari rekan saya tadi. Rekan saya tadi kemudian melakukan pengecekan dan ternyata memang benar ada disana.
Saya harus memberikan service terbaik kepada mereka yang berada disisi nan jauh disana untuk tetap bisa menikmati literasi dari buku yang saya tulis. Sebagai penulis, saya tentu tidak sendiri. Masih banyak penulis lain diluar sana yang juga ingin menyajikan karya-karyanya kepada para penikmat literasi.
Selain memberikan karya tulis yang bermutu, saya tentu harus membarenginya dengan layanan handal ketika mengirimkan barang pesanan. Era industri 4.0 telah berimbas pada peningkatan mutu layanan logistik. Hal ini tentu adalah sebuah kabar baik bagi saya pribadi dan segenap pelaku bisnis online lainnya.
Menurut saya, logistik 4.0 lebih dari sekadar peningkatan efisiensi, modernisasi, ataupun digitalisasi layanan logistik. Tetapi juga harus bisa berkontribusi dalam memajukan pemikiran bangsa dan generasi. Logisitk yang berkembang akan menjadi jembatan literasi antara para penulis dengan pembacanya, sekaligus menciptakan koneksi yang memungkinkan setiap tempat bisa berkembang sama baiknya seperti yang lain.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :
[1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [8]; [9]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H