Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Perusahaan Cenderung Menyuruh "Resign" daripada Memecat Pegawainya

10 Desember 2019   07:56 Diperbarui: 14 April 2021   11:07 2824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sah-sah saja bagi perusahaan meminta karyawannya yang bermasalah untuk mengundurkan diri terkait kesalahan yang diperbuat. Bagaimanapun juga dengan tindakan ini maka perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar kompensasi besar dibandingkan ketika sang karyawan dipecat.

Oleh karenanya perusahaan setidaknya bisa melakukan langkah efisiensi. Hanya saja, apabila memang seorang karyawan melakukan pelanggaran berat sehingga layak diberhentikan atau di-PHK, semestinya pemecatan saja yang dilakukan. Konsekuensinya perusahaan harus membayar kompensasi yang lebih tinggi.

Sepertinya hal ini bukanlah sesuatu yang populer bagi suatu korporasi kecuali mereka memang berkenan menghambur-hamburkan uang. 

Sebagian perusahaan cenderung lebih memilih cara "halus" untuk memberhentikan karyawannya yang bermasalah yaitu meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri secara "sukarela".

Jika memang yang berlaku di lapangan adalah seperti ini, maka untuk apa ada peraturan pemecatan atau PHK bagi karyawan yang melakukan tingkat pelanggaran tertentu? 

Kemungkinan yang bisa diutarakan disini adalah bahwa pemecatan secara "halus" atau meminta karyawan bermasalah mengundurkan diri umumnya diberlakukan kepada para karyawan yang berstatus karyawan tetap dengan hak-haknya yang telah diatur.

Pada umumnya, para karyawan tetap memiliki tingkat kompensasi yang tinggi seandainya mereka mengalami pemecatan oleh perusahaan. 

Lain halnya dengan karyawan kontrak yang tidak memiliki "power" sebagaimana karyawan tetap. Mereka ini ketika dianggap bermasalah di perusahaan maka akan di-PHK tanpa mendapatkan kompensasi yang memadai.

Bahkan sebagian perusahaan menerapkan kebijakan karyawan kontrak yang melakukan pelanggaran fatal akan saat itu juga diberhentikan dari pekerjaannya. Sedangkan ketika sesuatu serupa dilakukan oleh karyawan tetap hal itu hanya berujung pada SP atau Surat Peringatan saja. Apakah sesuatu seperti ini bisa dibilang adil?

Dunia kerja memang sarat kepentingan. Kepentingan pemilik usaha pun kepentingan dari para pekerja. Selama ini, khususnya di negara kita antara kedua belah pihak itu terkesan "berhadapan" satu sama lain. Terlebih ketika upah minimum naik, maka biasanya perusahaan akan berlaku lebih keras dalam menindak karyawannya.

Hal itu yang secara pribadi pernah saya temui. Namun kita semua tentu berharap bahwa akan selalu tercipta sinergi antar semua pihak yang terlihat dalam dunia kerja ini. Perusahaan lebih bijak dalam menyikapi pekerjanya, pun demikian juga sebaliknya. Saling menghargai, saling mengapresiasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun