Bekerja dan mencari penghasilan sendiri adalah sebuah fase kehidupan yang dijalani mayoritas orang. Mereka yang baru lulus sekolah atau yang menyabet gelas sarjana akan berbondong-bondong mencari pekerjaan yang dianggap sesuai. Ada yang mencari pekerjaan sesuai latar belakang pendidikannya, ada yang mencari sesuai kegemarannya, tetapi ada juga yang asal dapat pekerjaan.
Pada umumnya, kita yang tengah dihadapkan pada periode mencari pekerjaan akan memiliki pertimbangan masing-masing dalam memilih tempat kerja. Sebagian ada yang mengedepankan aspek gaji, sebagian yang lain lebih menitikberatkan pada kenyaman dan kondusivitas tempat kerja.
Selain itu, tidak jarang seseorang memilih tempat kerja dengan pertimbangan nama besar perusahaan yang ingin dituju. Perusahaan yang sering didengar telinga publik atau sering memunculkan iklan produk di televisi dianggap lebih keren dan layak dijadikan tempat untuk bekerja. Serta beberapa jenis pertimbangan lainnya.
Alasan-alasan yang paling sering dijadikan pertimbangan dalam memilih pekerjaan secara garis besar tidak akan jauh-jauh dari besaran gaji, prospek karir, nama besar perusahaan, atau akses lokasi.
Namun pernahkah para job seeker memperhatikan aspek-aspek seperti kesehatan perusahaan, prospek pertumbuhan bisnis "calon" tempat kerja, hingga potensi keuntungan bisnis suatu perusahaan?
Barangkali kita semua beranggapan bahwa beberapa hal tadi baru bisa diketahui setelah kita berada dalam lingkungan kerja atau dengan kata lain setelah kita turut serta menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
Istilah katanya, kita harus menjadi "orang dalam" terlebih dahulu agar bisa melihat dan menilai lebih jauh perihal kondisi tempat kerja yang hendak kita tuju tersebut. Pertanyaannya, apakah memang harus demikian?
Ada sebagian perusahaan yang terlihat mewah, terkenal, dan memiliki nama besar. Akan tetapi tidak berapa lama kemudian pasca kita masuk kerja di sana kondisi perusahaan justru terpuruk hingga memaksa kita untuk keluar atau resign demi menyelamatkan karir atau minimal menjaga keberlangsungan penghasilan di masa-masa mendatang.
Hal inilah yang perlu kita hindari. Kita tentu ingin berada dalam suatu lingkungan kerja yang memberikan rasa aman dan nyaman dari ancaman kebangkrutan.
Selain itu kita tentu juga berharap berada dalam lingkungan tempat kerja yang menjanjikan kenaikan gaji secara rutin dan kemungkinan bagi-bagi bonus.
Hal-hal tersebut tidak akan mampu dilakukan oleh perusahaan atau korporasi yang terlilit hutang banyak, kondisi keuangan amburadul, serta pertumbuhan bisnis yang minus.
Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mulai mengetahui sedikit banyak seluk beluk kondisi fundamental perusahaan untuk membantu kita agar tidak salah dalam mengambil keputusan memilih tempat kerja. Bagaimana caranya?
Belajar Fundamental Keuangan Perusahaan
Seorang investor yang menarget saham-saham korporasi pasti akan melakukan analisis awal terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Sang investor pasti akan menelaah beberapa aspek penting seperti EPS (Earning Per Share) atau laba bersih per lembar saham.
Terkait dengan EPS ini, umumnya investor akan mencari perusahaan dengan EPS yang bertumbuh dari waktu ke waktu. Hal ini menandakan bahwa perusahan tersebut bertumbuh dan keuntungan atau labanya mengalami kenaikan.
ROE (Return On Equity) atau rasio laba bersih yang diraup perusahaan dibandingkan dengan total kekayaan bersih yang dimiliki. Melalui rasio ini seorang investor bisa mengetahui seberapa efisien suatu perusahaan dijalankan.
Untuk menentukan besaran nilai ROE yang bisa disebut bagus atau tidak, seorang investor akan membandingkan ROE beberapa perusahaan sejenis dalam industri yang sama atau dengan melihat tren pertumbuhan ROE dari waktu ke waktu.
Investor juga seringkali menggunakan rasio DER (Debt to Equity Ratio) atau rasio jumlah kewajiban dan hutang yang dimiliki perusahaan dibandingkan modal bersihnya.
Pada umumnya investor akan mencari DER yang tidak lebih dari 1. Perusahaan dengan DER lebih besar dari 1 dianggap memiliki risiko besar secara keuangan seperti bangkrut dan sejenisnya.
Sebenarnya masih ada beberapa parameter rasio lain yang dijadikan acuan para investor dalam menilai fundamental perusahaan apakah layak atau tidak untuk investasi.
Tetapi untuk keperluan menilai prospek tidaknya suatu tempat kerja kita masuki, rasio seperti EPS, ROE, dan DER tadi sudah cukup untuk memberi gambaran.
Apabila kita ingin melihat lebih jauh maka tidak ada salahnya juga untuk mengenal lebih dekat rasio-rasio atau parameter lain yang seringkali dijadikan rujukan para investor menilai kelayakan investasinya.
Mungkin banyak yang bertanya terkait bagaimana caranya mengetahui nilai dari beberapa parameter atau rasio tadi. Begini, untuk rasio seperti EPS, ROE, ataupun DER umumnya bisa dengan mudah diketahui di internet atau melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI). Di sana ada sangat banyak perusahaan berikut laporan lengkap keuangannya yang bisa kita simak dan pelajari.
Sayangnya, tidak semua perusahaan yang ada di Indonesia bisa kita cek laporan keuangannya. Karena hanya perusahaan-perusahaan yang listing di bursa efek atau yang go public saja yang bisa kita lihat laporan keuangannya di BEI. Perusahaan dengan "embel-embel" nama Tbk dibelakangnya adalah termasuk perusahaan yang bisa kita "intip" laporan keuangannya.
Tapi kamu juga jangan khawatir, ada banyak sekali perusahaan terkenal yang terdata di BEI yang mungkin namanya cukup familiar di telinga kita. Jika kita ingin masuk di suatu perusahaan terkenal yang kita maksud, maka tidak ada salahnya untuk memeriksa nama perusahaan tersebut disana.
Kita berhak untuk mendapatkan pekerjaan terbaik dengan progres yang baik pula dalam jangka panjang. Kita pasti berharap pekerjaan kita mampu bertahan lama sehingga tidak membuat kita khawatir harus mencari tempat kerja baru akibat kebangkrutan tempat kerja yang lama.
Namun, yang harus diingat di sini adalah bahwa cara ini hanyalah sebatas upaya untuk menganalisa dan memperkirakan kondisi perusahaan pada waktu-waktu mendatang. Menganalisa ada kemungkinan benar dan ada kemungkinan salah. Dengan menganalisa setidaknya kita lebih merasa tahu kondisi tempat kerja kita daripada tidak melakukan sama sekali.
So, tidak ada salahnya untuk mencoba selama hal itu tidak memberikan konsekuensi negatif terhadap diri kita. Malah mungkin kita mendapatkan wawasan baru karenanya. Selamat menganalisa.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H