Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mas Nadiem, Kami Menunda Keraguan untuk 100 Hari Masa Jabatanmu

2 November 2019   10:44 Diperbarui: 3 November 2019   16:52 4816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikbud Nadiem Makarim saat mengunjungi perpustakaan Kemendikbud usai upacara serah terima jabatan di lingkungan Kemendikbud, Jakarta (23/10/2019). (Sumber: kompas.com via DOK. SAHABAT KELUARGA KEMENDIKBUD/FUJI RACHMAN)

Keraguan masih terus berlanjut seiring penunjukan sosok pebisnis start up ternama Gojek, Nadiem Makarim, menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) baru di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kedua ini. 

Suara sumbang bermunculan menilik latar belakang pebisnis yang dimiliki oleh "Mas Nadiem" ini. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa pendidikan itu tidak semata untuk menyiapkan kondisi perekonomian di masa depan, tetapi juga menyangkut karakter bangsa.

Selain itu, ada juga yang berpandangan bahwa Mas Nadiem tidak akan mampu bertahan lama di jabatannya. Beliau tidak akan sampai 5 tahun menduduki posisi Mendikbud tersebut. 

Sedemikian meragukankah eks bos Gojek ini? Latar belakangnya sebagai salah seorang lulusan Harvard University ternyata tidak cukup mampu menampik keraguan publik. 

Bagaimanapun juga publik mungkin berharap bahwa untuk posisi sekelas menteri pendidikan hendaknya diisi oleh orang-orang berlatar belakang dunia akademis seperti guru besar bertitel profesor, dosen bergelar doktor, dan sejenisnya. Setidaknya seperti itulah harapan mainstream sebagian masyarakat kita.

Namun kita patut menduga bahwa pertimbangan Presiden Jokowi memilih sosok muda yang beliau panggil dengan sebutan "Mas Nadiem" ini adalah terkait dengan kalimat bijak dari sosok ilmuwan fenomenal Albert Einstein, bahwa "Melakukan hasil yang sama secara terus-menerus dan mengharapkan hasil yang berbeda merupakan bentuk kegilaan." 

Presiden kita sepertinya ingin melakukan cara yang berbeda dibanding sebelum-sebelumnya. Beliau menempuh cara anti-mainstream dibandingkan yang terdahulu.

Mendikbud yang biasanya diidentikkan dengan sosok yang "tua", berpengaruh di bidang pendidikan, dan sebagainya kini diterobos seiring terpilihnya sosok "muda" dan bervisi "unik". 

Mendikbud Nadiem Makarim saat memimpin rapat di Kemendikbud beberapa waktu lalu | Sumber gambar : kabar24.bisnis.com
Mendikbud Nadiem Makarim saat memimpin rapat di Kemendikbud beberapa waktu lalu | Sumber gambar : kabar24.bisnis.com
Latar belakang Nadiem Makarim sebagai salah satu pioner start up digital di Indonesia adalah sebabnya. 

Pandangannya yang sudah terpengaruh pola pikir disruptif (baca juga tulisan saya yang berjudul Pentingnya "Disruptive Mindset" di Dunia Kerja Masa Kini), sehingga membuatnya terlihat tampil beda daripada yang lain.

Dunia pendidikan dan kebudayaan tentu cukup berbeda dengan dunia bisnis yang selama ini menjadi bidang keahlian Mas Nadiem. Mau tidak mau hal itu mengharuskan mendikbud baru kita ini untuk belajar lagi. Mas menteri harus mengenal dan mendalami seluk beluk serta dinamika pendidikan di Indonesia sebelum meluncurkan program gebrakannya nanti. 

Hal ini sepertinya mirip dengan apa yang dilakukan Mas Nadiem saat mulai membangun bisnis Gojeknya dulu. Gojek yang fenomenal itu tidak serta merta besar seperti sekarang. 

Ada lika-liku yang harus dilalui disana, termasuk sang owner kala itu yang sampai harus "meneliti" langsung kondisi di lapangan sebelum akhirnya Gojek menemukan masa kejayaannya.

Langkah serupa sepertinya tengah dilakukan oleh Mas Nadiem terhadap dunia pendidikan kita. 

Oleh karena itu sedari awal beliau meminta izin kepada Presiden Jokowi agar diberi waktu 100 hari guna menyerap seluruh aspirasi dan meddalami pemahaman tentang kondisi pendidikan ataupun kebudayaan di Indonesia. 

Sehingga semua keraguan ataupun kekhawatiran terkait penunjukan Mas Nadiem sebagai mendikbud yang baru hendaknya perlu kita tunda terlebih dahulu.

Setidaknya untuk jangka waktu 100 hari pasca pelantikan beliau sebagai menteri. Sangat tidak adil rasanya jikalau kita menilai kinerja seseorang hanya berdasarkan latar belakangnya, tanpa melihat dulu bukti nyata pekerjaan yang bisa ia lakukan. 

Mungkin latar belakang Mas Nadiem mampu dijadikan referensi untuk menebak seperti apa kepempinannya kelak sebagai mendikbud, hanya saja itu masih sebatas prediksi. Di era disrupsi ini, data histori masih kalah penting dengan data real time.

Kurang tepat rasanya kita menyerahkan estimasi masa depan hanya berdasar pada rekam data masa lalu, kita juga mesti mempertimbangkan juga real time data karena disitulah letak situasi terbaru yang memerlukan penyikapan. 

Untuk itu, sementara ini marilah kita tunda sejenak segala keraguan itu, karena bagaimanapun juga Mas Nadiem belum mengeluarkan kebijakan apapun terkait dunia pendidikan maupun kebudayaan di Indonesia. Beliau masih sebatas memberi wacana singkat bahwa pendidikan di Indonesia akan berbasis pada kolaborasi. Itu saja. 

Komentar lebih jauh mungkin baru layak diberikan ketika mas menteri sudah menyusun rumusan pengembangan pendidikan nanti, dan "penghakiman" atas kualitas Mas Nadiem akan lebih tepat diberikan saat beliau menuntaskan masa tugasnya.

Untuk saat ini alangkah baiknya apabila kita panjatkan doa agar supaya dunia pendidikan di Indonesia semakin membaik. 

Semoga gagasan yang kelak diusung oleh mendikbud kita benar-benar membuat dunia pendidikan kita mampu bersaing secara kualitas dengan negara-negara lain di dunia, serta mampu melahirkan generasi-generasi yang hebat. Amin.

Salam hangat,
Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun