Masjid Jami' Gandus yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan, pada hari Sabtu (26/10) lalu mendapatkan "gangguan" dari seorang tidak dikenal. Seseorang melakukan aksi tidak terpuji melemparkan kotoran manusia kedalam masjid ketika suasana sedang sepi. Tindakan tidak beretika ini terekam kamera CCTV sekitar pukul sebelas malam, dan hingga kini masih dalam penanganan pihak berwajib.
Kita tentu masih ingat beberapa bulan lalu ketika ada seorang wanita di daerah Bogor masuk ke dalam masjid tanpa melepas alas kakinya dan membawa serta seekor anjing. Aksi viral tersebut kontan mengundang hujatan dari publik dan dianggap sebagai perilaku yang merendahkan tempat ibadah umat Islam. Meskipun ditengarai ketika itu aksinya disebabkan emosi akibat terbakar api cemburu terkait informasi bahwa sang suami akan menikah lagi disana, namun tindakannya tersebut telah membuatnya berurusan dengan hukum karena dianggap melakukan penistaan agama. Lalu apa sebenarnya yang terjadi dibalik aksi pelemparan kotoran di Masjid Jami' Gandus ini?
Jika melihat dari gerak-gerik pelaku melancarkan aksinya, sepertinya hal ini merupakan tidakan yang disengaja. Namun mengapa hal itu sampai harus dilakukan? Melihat masjid sebagai simbol tempat suci dan tempat beribadah umat Islam, sepertinya hal ini dilandasi oleh sentimen negatif dan kebencian terhadap agama Islam. Barangkali sang pelaku telah memenuhi otaknya dengan kebencian akibat pemberitaan yang salah dan cenderung menjerumuskan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat belakangan ini isu-isu agama seringkali menjadi penyebab dirharmonisasi di masyarakat.
Beberapa waktu lalu beberapa media tanah air ramai memberitakan perihal dilaporkannya Ustadz Abdul Shomad (UAS) ke polisi terkait isi ceramahnya di youtube yang dianggap menistakan keyakinan agama lain. Bisa saja hal ini juga ikut berkontribusi terhadap terjadinya aksi pelemparan kotoran dari orang tidak dikenal ini. Seharusnya hal-hal seperti ini mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bukan semata perhatian untuk menangkap dan memenjarakan pelaku pelemparan, tetapi juga melihat lebih jauh mengapa peristiwa seperti itu sampai bisa terjadi. Jikalau orang-orang yang berbuat buruk seperti itu tertangkap, tidak menutup kemungkinan akan muncul pelaku lain selama sumber persoalannya tidak dituntaskan.
Kita tengah berada dalam pusaran perdebatan sensitif yang semestinya tidak kita masuki. Dalam rangka menuntaskan hal ini yang paling diperlukan sebenarnya bukanlah penegakan hukum terkait aksi penistaan, melainkan bagaimana membangun komunikasi harmonis diantara umat beragama. Dunia media sosial (medsos) telah cukup banyak "memprovokasi" masyarakat kita yang berbeda keyakinan untuk memegang teguh keyakinannya tapi cenderung mempersalahkan keyakinan milik orang lain. Padahal selama ini kita tahu  bahwa bangsa ini dibangun dalam kerangka keyakinan beragama yang berbeda-beda. Memproklamirkan kita yang paling benar serta menganggap yang lain adalah salah tentu bukanlah tindakan yang bijak.
Sah-sah saja kita meyakini bahwa keyakinan kita adalah yang paling benar. Tetapi tidak berarti juga kita lantas boleh menyinggung keyakinan milik orang lain. Hal-hal sensitif seperti itu hendaknya bisa kita hindari agar tidak ada orang lain yang tersinggung yang pada akhirnya berakibat pada munculnya kebencian dan permusuhan.
Sentimen agama harus mulai dikikis dengan kita duduk bersama antar umat berbeda agama untuk membicarakan tentang arti penting harmoni sebuah bangsa. Saya sangat yakin tidak ada agama yang mengajarkan untuk mencela agama milik orang lain, termasuk juga Islam yang melarang keras menghina keyakinan milik orang lain. Karena bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Moralitas yang Bobrok
Seandainya sentimen kagamaan tidak mendasari dilakukannya aksi pelemparan kotoran ke Masjid Jami' Gandus Palembang ini, maka itu berarti kerusakan moralitas lah penyebabnya. Bagaimana mungkin seorang berakhlak akan berbuat demikian nista? Terkecuali memang moralitasnya sudah bobrok dan rusak parah. Mungkin sang pelaku memiliki kecerdasan intelektual yang baik, berpenampilan rapi, tetapi moralnya sudah rusak. Entah apa penyebabnya yang pasti sang pelaku adalah salah seorang yang dilanda krisis moral.
Dalam sebuah lagunya yang kritis dan vokal terhadap pemerintah, musisi Iwan Fals berkata, "Masalah moral, masalah akhlak, biar kami urus sendiri." Sepertinya hal ini perlu sedikit "ditinjau ulang". Moralitas bangsa butuh perhatian ekstra, terlebih "racun" pemberitaan negatif begitu masif membombardir kita setiap saat. Berita-berita yang tidak jelas asal muasalnya dengan begitu mudahnya berseliweran kesana kemari. Sesuatu yang pada akhirnya ikut berkontribusi mendegradasi akhlak bangsa ini.
Penangkal untuk hal yang satu ini tidak ada lagi selain pendidikan.
Pendidikan yang tidak sebatas pada penyiapan generasi yang siap kerja saja, tetapi juga generasi yang memiliki karakter dan moral yang mumpuni dalam menanggapi zaman yang penuh cobaan ini. Hal ini selaras dengan visi misi Presiden Joko Widodo di era kepemimpinanya yang kedua ini, yaitu membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, dengan tokoh muda Nadiem Makarim sebagai salah satu penggerak utamanya. Presiden dan menteri pendidikan harus tahu bahwa perkara melempar kotoran ke majid itu tidaklah sesederhana yang terlihat. Hal itu memiliki arti mendalam terkait seperti apa kualitas akhlak bangsa ini. Dimasa depan, kita tidak bisa melihat negeri ini dikendalikan oleh orang-orang yang sepertinya cerdas namun sebenarnya bermental bobrok. Mereka tidak layak untuk menjadi bagian dari bangsa ini.
Pada akhirnya, aksi pelemparan kotoran ke masjid jelas-jelas merupakan tindakan yang merendahkan kesucian suatu agama. Hal ini harus ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku. Namun jangan lupa bahwa kasus ini hanya puncak dari gunung es, yang dibalik permukaannya masih menyimpan banyak pekerjaan rumah untuk kita tuntaskan.
Salm hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H