Isu polusi udara selama beberapa tahun terakhir ini terus menjadi perhatian banyak kalangan. Baru-baru ini sebuah tim ilmuwan dari beberapa universitas di negeri tirai bambu, Tiongkok, melaporkan temuannya terkait dampak dari polusi udara terhadap kondisi kandungan pada ibu hamil.Â
Temuan yang dipublikasikan melalui jurnal Nature Sustainability ini memberitahukan bahwa tingkat polusi udara yang tinggi meningkatkan potensi risiko keguguran "diam-diam" atau senyap.Â
Keguguran ini terjadi dimana janin meninggal selama trisemester pertama, dan tubuh tidak mengetahui kehilangan janin  seiring tidak adanya gejala yang dirasakan seperti terjadi pendarahan atau sejenisnya (Nationalgeographic, 2019).
Penelitian yang dilakukan di kota Beijing ini mencatat bahwa dari sekitar 255.668 wanita hamil antara tahun 2009 hingga tahun 2017 sekitar 17.500 diantaranya mengalami keguguran.Â
Dari hasil kajian yang dilakukan, diketahui bahwa ada sekitar 15% kasus keguguran "senyap" yang terjadi. Selain itu, dari hasil penelitian juga diketahui bahwa ada jelaga dan partikel dari bahan bakar fosil yang ditemukan pada sisi janin plasenta.Â
Ini artinya ada kecenderungan polutan mengganggu perkembangan janin.
Dengan semakin tergantungnya kita terhadap bahan bakar fosil, maka kemungkinan meningkatnya polusi masih akan terus terjadi. Terlebih di kota-kota besar yang ramai dengan industri dan kendaraan bermotor.Â
Sebagaimana dilansir oleh laman tribunnews.com pada medio Juli 2019 lalu, mengutip dari situs AirVisual diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat 11 dari 20 besar negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia dengan kadar PM 2,5 atau partikel halus di udara berukuran kecil dengan 42,01 ug/m3 (mikrogram per udara meter kubik).Â
Lebih tinggi dari Tiongkok yang berada tepat dibawahnya dengan 41,17 ug/m3. Angka PM 2,5 yang mencapai 42,01 ug/m3 ini sudah masuk dalam kategori tidak sehat. Idealnya, kandungan PM 2,5 itu hanya sebesar 35,4 ug/m3 atau lebih kecil.

Ibu-ibu hamil (bumil) khususnya yang tinggal di kota-kota besar dengan tingkat polusi udara yang tinggi tentunya harus mewaspadai hal ini. Tentu kita tidak bisa menghindar sepenuhnya dari kemungkinan paparan polusi udara ini apabila berada dalam lingkungan yang dekat dengan sumber polutan.Â
Sehingga setiap ibu hamil harus lebih memperhatikan kondisi kesehatannya sendiri, salah satunya dengan mengenakan masker apabila melakukan aktivitas di luar ruangan.Â
Selain itu, para ibu hamil juga harus lebih care terhadap indeks pantauan polusi udara. Apabila pantauan udara menunjukkan kondisi yang sangat tidak sehat, maka lebih baik mempertimbangkan kembali untuk tidak melakukan aktivitas di luar ruangan, terutama di siang hari.Â
Kewaspadaan harus lebih ditingkatkan lagi terutama bagi para bumil yang baru menginjak usia kehamilan trisemester pertama dimana pada usia kehamilan ini risiko keguguran masih cukup tinggi.
Beberapa hal tadi sebenarnya bukanlah solusi yang menyelesaikan masalah polusi secara tuntas, melainkan hanya sekadar tindakan preventif sederhana. Bagaimanapun juga selama sumber polusi itu masih ada, maka ancaman dari polusi udara akan terus ada.Â
Namun hampir tidak mungkin kiranya bagi kita menghilangkan semua sumber polusi yang ada itu seperti pabrik-pabrik serta kendaraan bermotor.Â
Kita hanya bisa sedikit "meredam" persebaran polusi udara yang terjadi seperti dengan melakukan substitusi kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.Â
Kemudian mengapa kita tidak memperbanyak "area hijau" dengan menanam pepohonan di tempat-tempat dengan tingkat "populasi" industri yang tinggi sehingga udara bisa mengimbangi "suplai" polusi dari pabrik-pabrik yang berada disana?
Nasib generasi selanjutnya amat bergantung pada cara kita memperlakukan lingkungan saat ini. Salah satunya terkait penanganan terhadap polusi udara.Â
Jangan sampai hak hidup dari janin yang dikandung para ibu-ibu hamil tersebut justru kita renggut seiring keacuhan kita membiarkan polusi terjadi semakin parah dari waktu ke waktu. Kita harus menyikapi hal ini secara serius dan bergegas melakukan tindakan penanggulangan yang terbaik.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi: [1]; [2]; [3]; [4]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI