Hingga kini, korupsi masih tetap menjadi penyakit kronis yang terus menggerogoti segenap sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Korupsi telah mencapai kondisi gawat darurat karena terus berlarut-larut dari waktu ke waktu. Keberadaan institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya masih "kewalahan" menanggulangi extraordinary crime ini.Â
Dengan adanya KPK dan segala kewenangan yang dimilikinya saat ini saja korupsi masih menjamur dimana-mana, lalu apa yang terjadi apabila insitusi andalan kita dalam pemberatasan korupsi ini justru dilemahkan? Sehingga tidak mengherankan apabila banyak kalangan yang menolak revisi Undang-Undang KPK (UU KPK) dan menuntut diterbitkannya Perppu KPK supaya kinerja KPK tidak lagi terganggu.
Masih begitu masifnya kasus-kasus korupsi ini sudah sangat merugikan negara dengan nominal yang luar biasa besar. Kejahatan itu bahkan sudah melibatkan petinggi korporasi milik negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Â
Hal ini sudah tentu mengundang keprihatinan dari banyak pihak, salah satunya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Menkeu yang harus berjuang keras "mengumpulkan" sumber dana untuk membiayai semua jenis program pemerintah pastinya dibuat pusing akan hal ini.Â
Belum lagi kekecewaan dan kekesalannya seiring begitu sulitnya ia mencari sumber-sumber pendanaan malah justru dikorupsi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Lebih ironis lagi ketika oknum-oknum itu berasal dari korporasi milik negara seperti BUMN yang sayogyanya lebih mengetahui betapa negara ini butuh sumber dana yang tidak sedikit untuk menggerakkan roda pemerintahan dan perekonomian bangsa.Â
Menkeu Sri Mulyani sampai-sampai menyatakan bahwa oknum pejabat BUMN koruptor ini sebagai penghianat. Mereka telah menghianati kepercayaan yang diamahkan kepada mereka, dan mereka juga menghianati bangsa ini. Padahal, gaji atau penghasilan yang dimiliki oleh pejabat BUMN ini sangat besar.Â
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menyebutkan bahwa gaji para pejabat BUMN itu setara dengan 30 kali penghasilan menteri. Namun penghasilan yang begitu besar itu ternyata masih belum bisa mencegah pejabat BUMN untuk tidak korupsi.Â
Apa artinya? Banyak pejabat BUMN yang serakah dengan harta. Mereka ingin mendapatkan lebih dan lebih dari apa yang sudah mereka miliki sekarang. Pada akhirnya hal itu jugalah yang menjerumuskan bangsa ini dalam keterpurukan.
Mengutip dari laman cnbcindonesia.com, sejak era kepemimpinan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN tercatat ada sekitar 11 nama jajaran direksi dari setidaknya 7 BUMN yang diringkus KPK. Berikut adalah beberapa nama (mantan) Direksi BUMN yang terjerat kasus korupsi selama rentang tahun 2014 hingga sekarang.
1. Muhammad Firmansyah Arifin, Arief Cahyana, dan Saiful Anwar
Ketiga nama ini merupakan pejabat tinggi di jajaran direksi PT PAL Indonesia (Persero). Muhammad Firmansyah Arifin menjabat sebagai Direktur Utama, Arief Cahyana sebagai Kepala Divisi Perbendaharaan, dan Saiful Anwar menduduki posisi Direktur Keuangan. Ketiga mantan direksi PT PAL ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada bulan Juli tahun 2017 yang lalu atas dugaan suap dan gratifikasi.
2. Budi Tjahjono
Ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan Asuransi Oil and Gas pada BP Migas. Budi Tjahjono menjabat sebagai direktur utama PT Asuransi Jasindo yang ditangkap KPK pada pertengahan tahun 2018 lalu.
3. Wisnu Kuncoro
Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Stell ini diringkus KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) sekitar bulan Maret 2019 lalu. Sangkaan yang disematkan kepadanya adalah terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel.
4. Sofyan Basir
Merupakan Direktur Utama PLN yang menjadi tersangka kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1.
5. Andra Y Agussalam
KPK menangkap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II ini saat menggelar OTT sekitar bulan Juli 2019 lalu. Andra Y Agussalam diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan Baggade Handling System (BHS) di enam bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura.
6. Risyanto Suanda, Arief Goentoro, Farida Mokodompit
Menjabat sebagai Direktur Utama Perum Perindo saat terjaring OTT KPK. Risyando Suanda diduga menerima suap terkait aktivitas impor ikan di Perindo bersama dua rekan direksi lainnya yaitu Arief Goentoro dan Farida Mokodompit.
7. Darman Mappangara
Saat ditetapkan sebagai tersangka kasus suap antar BUMN terkait pengadaan BHS bersama dengan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II beberapa waktu lalu, Darman Mappangara menjabat sebagai direktur utama PT Inti.
Dari sebelas nama yang terlibat, hampir semuanya menduduki posisi penting di organisasi, baik itu sebagai direktur utama ataupun sebagai wakil direktur. Sehingga tidak mengherankan ketika Ignasius Jonan menyatakan bahwa mereka memiliki gaji 30 kali penghasilan para menteri.Â
Sayangnya, "kekuatan" besar yang dimiliki oleh jajaran direksi BUMN itu justru disalahgunakan. Bukan hanya menyalahgunakan, tetapi juga berbuat sesuatu yang oleh Menkeu Sri Mulyani disebut sebagai "penghiatan".
Sebuah ironi tentunya ketika ditengah-tengah arus zaman yang penuh persaingan ketat di segala lini dan kemampuan bersaing secara kompetitif yang harusnya dimiliki sebuah bangsa malah justru "digerogoti" sendiri oleh orang dalam.Â
Mungkin dalam memilih jajaran direksi BUMN dimasa yang akan datang, pemerintah perlu mengeavuluasi lagi kriterianya sehingga mereka yang terpilih nantinya benar-benar orang dengan integritas tinggi. Diharapkan nantinya BUMN kita steril dari para koruptor. Semoga.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H