Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika "Sang Raja" Ditolak Gegara Duit Receh

8 Oktober 2019   16:02 Diperbarui: 8 Oktober 2019   16:20 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembeli adalah raja. Demikian pernyataan yang sering kita dengar terkait bagaimana konsumen, pelanggan, atau pembeli harus diutamakan. Mereka harus diberikan pelayanan sebaik mungkin oleh para penyedia layanan. 

Apapun yang diinginkan oleh konsumen atau pembeli haruslah dipenuhi dengan sebaik mungkin. Sedikit saja ketidakpuasan yang dirasakan oleh pembeli, maka mereka akan melakukan komplain atau melayangkan keluhan terkait apa yang mereka terima. 

Bahkan para produsen besar saja sangat menghindari adanya komplain pelanggan. Karena menurut mereka keberadaan komplain adalah pertanda bahwa service yang diberikan masih belum sempurna.

Provider seharusnya menjadi fokus perhatian dari kualitas suatu pelayanan. Pada umumnya konsumen atau user merupakan pihak yang mengkritik provider. Sehingga provider akan semaksimal mungkin menghadirkan pelayanan prima kepada semua user-nya. 

Setiap provider akan berlomba-lomba satu sama lain untuk mendapatkan "perhatian" dari user. Produk-produk milik provider saling "sikut" untuk menjadi pemenang di hati user-nya. 

Oleh karena itu, sekecil apapun kesempatan yang ada akan benar-benar dimaksimalkan para provider. Jumlah order atau permintaan yang diberikan oleh user biarpun jumlahnya sedikit akan tetap diterimanya. Terlebih untuk produk-produk dengan tingkat persaingan ketat. "Haram" hukumnya menolak permintaan yang ada.

Menjadi suatu "anomali" ketika user yang seharusnya diperebutkan perhatiannya malah justru "ditolak" oleh beberapa provider tertentu. Sebuah ketidaksengajaan atau ungkapan tidak langsung untuk menyatakan bahwa pembeli bukanlah raja, atau setidak-tidaknya sang provider ingin berkata bahwa raja pun bisa ditolak. 

Sebenarnya sah-sah saja untuk menolak request dari user asalkan alasannya tepat. Misalnya ketika request itu berpotensi menciptaakan inefisiensi terhadap operasional provider. Dengan kata lain nilai keuntungannya lebih kecil dibandingkan kerugiannya, atau efek negatifnya lebih besar daripada efek positif yang ditimbulkan. Namun apabila gegara sesuatu yang sepele saja lantas prinsip melayani konsumen dengan baik justru dikorbankan, maka disinilah letak masalahnya.  

Beberapa hari lalu saat saya sedang mengisi bensin di SPBU, saya menjumpai salah seorang pembeli lain yang mendapatkan "teguran" dari petugas SPBU. Tegurannya adalah berkaitan dengan uang yang dipakainya untuk membayar. 

Sang pembeli tidak memiliki "uang receh" untuk membayar bensin yang ia beli. Ia "hanya" memiliki uang pecahan Rp 100 ribu, sehingga petugas SPBU pun harus memberikan uang kembalian. Entah karena mungkin kondisi masih pagi dan uang yang ada di kasir petugas jumlahnya masih terbatas atau karena hal lain, si petugas pun akhirnya "ngomel-ngomel" kepada pembeli karena "permintaannya" untuk membayar dengan uang pas tidak dipenuhi. 

Bisa dibilang "apes" memang bagi si pembeli itu karena pagi-pagi ia sudah mendapatkan "sarapan yang tidak sedap". Tetapi si pembeli tadi juga harus bersyukur karena ada sebagian provider lain yang malah "mempersilahkan" calon konsumennya untuk pergi, istilah lain untuk menyatakan bahwa mereka enggan menerima pembeli yang tidak membawa uang pas.

Mungkin memang tidak nyaman bagi petugas SPBU karena pagi-pagi sekali harus mencari-cari uang kecil untuk uang kembalian. Tetapi konsumen pun pada dasarnya selalu menginginkan pelayanan senyaman mungkin. Mereka tentu tidak ingin dipusingkan urusan harus mencari uang receh terlebih dahulu sebelum membeli. 

Bagi mereka, membeli bensin hanya cukup datang ke SPBU, membawa kendaraan atau jirigen yang ingin diisi, dan membawa uang yang cukup. Permasalahan ada tidaknya uang kecil untuk kembalian sepenuhnya menjadi urusan pihak SPBU atau provider. "Sang raja" tidak perlu repot-repot memikirkan hal itu.

Kualitas pelayanan tidak semata-mata pada bagaimana pemberian produk yang bermutu saja, akan tetapi cara dalam melayani pun juga ikut menjadi bagian diantaranya. Cara melayani juga tidak terbatas pada "skala besar" saja, hal-hal remeh-temeh seperti menyikapi konsumen yang membayar dengan uang "besar" sedangkan pihak penyedia layanan sedang tidak memiliki stok uang receh yang mencukupi pun juga harus diperhatikan. 

Untuk menghindari hal-hal seperti ini kembali terjadi, maka pihak provider harus bersiap sedia dengan segepok uang receh agar supaya mereka tidak kelabakan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada para konsumennya. Jangan hanya karena duit receh pun sang raja mengjadi kehilangan "hak istimewanya".

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun