Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) diisukan tengah berseteru dengan ketua umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh. Isu yang bermula dari pertemuan antara Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini semakin hari bukannya semakin mereda malah justru sebaliknya.Â
Ketika berlangsung momen pelantikan anggota dewan periode 2019 -- 2024, sangkaan publik perihal adanya perang dingin antara dua ketua umum partai besar ini seakan semakin terlihat. Megawati dan Surya Paloh "enggan" berjabat tangan. Meskipun kerenggangan yang terpotret oleh publik ini disanggah oleh "anak buah" Megawati, tetapi gesture yang ditangkap publik menunjukkan sesuatu yang sebaliknya.
Perang dingin yang terjadi antara Megawati dan Surya Paloh ini seakan mengingatkan kita kembali pada "perseteruan" masa lalu antara Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Â
Perseteruan yang dimulai dari niatan SBY maju sebagai kandidat presiden tahun 2003 berdampingan dengan Bapak Jusuf Kalla (JK) bersaing dengan pasangan Megawati--Hasyim Muzadi. Kompetisi menuju RI 1 waktu itu pada akhirnya dimenangkan oleh SBY dan kembali berlanjut pada periode pemilihan selanjutnya. Seperti yang kita tahu, tahun 2009 SBY berpasangan dengan Budiono mampu mengalahkan Megawati yang berpasangan dengan Prabowo.
Sikap yang ditunjukkan oleh Megawati kepada SBY sudah bukan rahasia umum memang terkesan berjarak dan seperti penuh "dendam". Semasa SBY menjadi presiden, PDI-Perjuangan selaku partai yang dikomandoi oleh Megawati merupakan partai yang paling getol mengkritik kebijakan pemerintah. Setiap kebijakan tidak populis pemerintah akan direspon partai banteng itu dengan "antusias". Sikap partai itu seakan merepresentasikan hati pemimpinnya.
Sekian tahun berselang Megawati kembali menunjukkan gesture serupa. Kali ini "korbannya" adalah Surya Paloh. Sikap Megawati yang terkesan memiliki jarak dengan beberapa tokoh politik lain bisa jadi merupakan caranya berpolitik atau mungkin karakter khas seorang perempuan yang "baperan". Dengan segala kekhasan yang dimiliki oleh Megawati, bagaimanapun juga beliau merupakan "tokoh abadi" PDI-Perjuangan. Pendiri dan ketua umum seumur hidup yang memang harus diakui memiliki kharisma bagi segenap loyalisnya.
Para politisi muda hendaknya berkaca kepada para politisi senior terkait bagaimana membangun image di muka publik. Tingkah laku dan gerak gerak mereka sebagai tokoh publik akan senantiasa diawasi. Perseteruan didunia politik jamak terjadi. Orang-orang yang terlibat didalam politik pun tidak bisa dicap sepenuhnya "bersahabat" atau "bertentangan".Â
Mengutip kalimat populer dalam politik, "Di dalam politik, tidak ada pertemanan atau permusuhan abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan."
Perang dingin, dendam, konflik, pertentangan, koalisi, atau oposisi hanyalah bagian dari dinamika politik yang labelnya hanya sementara. Dengan semua realitas itu, para politisi muda harus bisa memastikan bahwa kepentingan terbesar tetaplah kepentingan rakyat.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H