Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ancaman Kemenristekdikti dan Klaim Demonstrasi Inkonstitusional

27 September 2019   07:12 Diperbarui: 27 September 2019   18:39 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir |Sumber: Theresia Felisiani/Tribunnews.com

Aksi protes mahasiswa diberbagai wilayah lama-kelamaan ternyata mulai "mengusik" pihak istana. Terbukti kemarin (26/09) Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir untuk membahas situasi ini. 

Selepas menemui presiden, Mohammad Nasir langsung meluncurkan pernyataan keras kepada para mahasiswa sekaligus kampus-kampus berikut dosen dan rektornya yang dianggap mendukung aksi demonstrasi. 

Sebagaimana dilansir JPNN, pemerintah akan mencari kampus-kampus mana saja yang dianggap mendukung aksi demo serta mengancam memberi sanksi kepada segenap dosen ataupun rektor yang terlibat. 

Pemerintah beranggapan bahwa aksi demonstrasi ini bukanlah sebuah langkah konstitusional dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Menurut Mohamad Nasir, kalau mau protes jalur yang sesuai konstitusi adalah melalui DPR RI.

Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Menristekdikti ini kita mendapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, pemerintah sekarang tidak suka didemo. Kedua, civitas akademika kampus dilarang mendukung aksi demo. Ketiga, demonstrasi adalah aksi inkonstitusional.

Keempat, pemerintah ingin agar masyarakat dalam melakukan protes harus melalui para wakilnya di DPR RI. Empat poin yang kita tangkap dari pernyataan yang disampaikan oleh Menristekdikti selepas "diceramahi" Presiden Jokowi ini kiranya patut dicermati.

Menristekdikti, Mohamad Nasir | Sumber gambar : jpnn.com
Menristekdikti, Mohamad Nasir | Sumber gambar : jpnn.com
Pertama, terkait dengan pemerintah sekarang yang tidak suka didemo oleh rakyatnya sebenarnya sudah terlihat sejak jauh-jauh hari. Berkaca pada kasus aksi 212 yang dulu pernah terjadi, tidak sedikit pejabat publik kita yang mengkritisi aksi itu. 

Ada yang menuding aksi itu ditunggangi kepentingan-kepentingan lawan politik, aksi makar, dan lain sebagainya. 

Sepertinya ada alergi parah dari pemerintah saat rakyat mulai bergerak melalui demonstrasi. Terlebih belakangan ini mahasiswa seperti terbangun kembali sehingga kembali melakukan aksi turun kejalan. 

Pemerintah wajar khawatir, karena demonstrasilah yang mampu menggulingkan rezim order baru yang berkuasa hingga 32 tahun pada tahun 1998 yang lalu.

Kedua, ketika revisi Undang-Undang KPK (UU KPK) masih belum disahkan dahulu sebenarnya sudah banyak sekali para akademisi yang menolak poin-poin revisi undang-undang KPK yang diajukan. 

Pegiat anti korupsi sepakat menolak bahwa revisi UU KPK merupakan bentuk pelemahan kepada institusi anti rasuah itu. Namun tetap saja pemerintah maupun DPR tetap menyepakati dan mengesahkan revisi UU KPK. 

Sesuatu yang pada akhirnya menjadi salah satu sebab bermunculannya gelombang aksi protes seperti sekarang ini. 

Pengabaian yang dilakukan baik oleh pemerintah ataupun DPR terkait revisi UU KPK meskipun banyak praktisi akdemis yang menolak barangkali memunculkan "kesadaran" dari sebagian civitas akademika kampus bahwa apa yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara ini perlu dievaluasi ulang. 

Oleh karena itu tidak sedikit dari dosen ataupun rektor yang ikut mendukung aksi protes yang tengah marak terjadi. 

Pemerintah melalui Kemenristekdikti yang mengetahui bahwa mereka memiliki kewenangan mengatur institusi pendidikan tinggi "sadar" bahwa kewenangan mereka harus dimaksimalkan sebagai salah satu cara meredam aksi demonstrasi yang tidak kunjung surut ini. 

Mungkin akan ada banyak dosen yang disanksi oleh pemerintah. Mungkin akan ada banyak mahasiswa yang dipersulit perjalanan pendidikannya di perguruan tinggi. Hal ini masih sekadar menjadi perkiraan saja. Namun kemungkinan itu ada seiring pernyataan keras Menristekdikti kemarin (26/09).

Ketiga, aksi demonstrasi merupakan wujud kebebasan menyatakan pendapat. Hal itu sangat jelas dilindungi dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 bahwa setiap warga negara berhak untuk berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan. 

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 juga menyebutkan terkait Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Aksi demonstrasi sama sekali tidak melanggar konstitusi selama hal itu tidak dilakukan secara anarkis atau merusak fasilitas umum dan sejenisnya. 

Jadi tidak ada alasan melarang aksi demo dengan alasan bahwa itu merupakan aksi inkonstitusional. Pemerintah tidak bisa membungkam suara kekecewaan dari rakyatnya.

Keempat, harapan pemerintah sekarang adalah aksi protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah hendaknya disalurkan melalui para wakil rakyat di gedung DPR RI. Hanya saja, untuk saat ini baik pemerintah ataupun DPR sudah sama-sama membuat gaduh publik seiring penggarapan Undang-undang yang serba kontroversial. 

Jikalau DPR-nya saja sudah seperti itu, mengecewakan publik, lantas bagaimana mungkin masyarakat ingin menyampaikan aspirasi mereka lewat DPR? 

Justru aksi demonstrasi ini adalah cerminan kekecewaan kepada segenap pejabat publik negeri itu baik itu di pemerintahan ataupun mereka yang duduk sebagai wakil rakyat di gedung DPR / MPR RI. 

Masyarakat ingin "menegur" langsung para wakilnya sekaligus pemegang mandat yang mereka titipi untuk mengelola pemerintahan. 

Apabila para wakil rakyat mau mendengar suara rakyatnya, apabila pemerintah bersedia mengakomodasi kepentingan masyarakatnya, maka tanpa perlu repot-repot disuruh menyalurkan protes melalui lembaga DPR RI pun semua juga akan melakukannya sendiri.

Masyarakat sebenarnya diharapkan untuk diam dan "anteng" menerima setiap keputusan atau kebijakan yang diberlakukan para penguasa. Namun sekarang rakyat sudah cukup berdiam diri. Rakyat telah bergerak. Mahasiswa kembali beraksi. Bukan saatnya lagi bagi kita untuk diam. 

Sudah waktunya kita berteriak lantang menggugat amanah yang kita titipkan kepada segenap penguasa negeri ini. Kita mesti memastikan bahwa amanah itu ditunaikan dengan penuh tanggung jawab.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi: Usai Dipanggil Jokowi Bahas Soal Demo Mahasiswa, Menristekdikti Keluarkan Pernyataan Keras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun