Tidak ada tindakan produktif disini. Saat ini semua masyarakat di Indonesia tahu siapa pemimpinnya dan apa yang sedang dipertontonkan di hadapan publik oleh para penguasa itu. Sekarang ini masyarakat tengah berada dalam tahap menunggu realisasi janji para pemegang mandat.Â
Jikalau memang ada beberapa hal yang sepertinya menyimpang dari janji, khususnya dari pemerintah terpilih, maka tugas utama dari oposisi adalah mengoreksi dan meluruskan kembali hal itu. Bukan malah melakukan penyalahan publik yang memilih Jokowi berikut tim pendukungnya. Itu namanya salah alamat.
Apapun yang dilakukan Pak Jokowi publik akan mencatat. Terlepas beliau melakukan kebijakan yang selaras dengan janji-janji semasa kampanye dulu atau sebaliknya.Â
Semua akan tercatat dibenak para pemilih. Cukup bagi oposisi mengingatkan dan memperdengarkan kembali janji-janji pemerintah terpilih kepada masyarakatnya.Â
Rakyat pemilih bisa saja salah, tapi bukan berarti hal itu menjadi pembenaran para oposisi untuk mempersalahkannya. Kita semua akan melihat sejauh apa kepemimpinan Pak Jokowi ini akan berjalan kedepan. Kesejahteraan yang beliau janjikan masihkah akan terwujud? Pemberantasan korupsi masihkah akan berjalan?Â
Beliau masih baru memulai periode keduanya sebagai presiden. Tugas kita bersama adalah mengawal dan memastikan pemerintahan berjalan dengan baik.
Oposisi yang tidak berkenan dengan kebijakan Jokowi tidak perlu mempersalahkan masyarakat pemilih Jokowi atas hal ini. Karena jikalau mereka menganggap bahwa yang dilakukan presiden adalah salah, maka mereka sendirilah yang akan "turun tangan" dan meminta langsung pertanggungjawaban sang presiden.Â
Karena pada dasarnya masyarakat menginginkan pemimpin yang mampu membawa Indonesia kearah yang lebih baik, hal itu bukan semata tentang Jokowi atau Prabowo, akan tetapi lebih kepada sosok pemimpin yang mampu memegang janji.Â
Seandainya Prabowo yang terpilih, ketika kebijakan beliau bermasalah maka masyarakat pun akan menuntutnya turun. Demikian halnya dengan Jokowi dengan kebijakannya.Â
Barangkali kita semua harus melihat dulu seperti apa efek kepemimpinan pada 100 hari periode kedua presiden Jokowi berkuasa. Selanjutnya pada satu tahun pertama, tahun kedua, dan seterusnya.Â
Publik tentu mengaharapkan adanya perbaikan dari waktu ke waktu. Tanpa menunggu tahun 2024 sekalipun, jikalau memang kepemimpinan yang terjadi dianggap mengacaukan kondisi bangsa maka rakyat akan bergerak menuntut perubahan. Bukan hanya penguasa yang bisa digoyahkan oleh rakyat ini, oposisi yang tidak menjalankan tugasnya secara bijak pun mampu untuk diturunkan.