Alat otomatis ini bekerja berdasarkan logika bahwa mesin pompa air harus menyala saat debit air berada dibawah ambang batas dan akan dengan sendirinya mati saat air sudah terisi mencapai batas atasnya atau saat tempat penampungan penuh.
Prinsip otomatisasi pada dasarnya bekerja sesuai logika manusia. Sebuah sistem didesain dengan fungsi "if". Jika A, maka B. Jika C, maka D. Begitu seterusnya. Kita tentu sudah tidak asing dengan sistem pertanian buka tutup seperti yang diterapkan di beberapa negara maju ataupun beberapa wilayah di Indonesia.Â
Sebuah pertanian seperti tembakau misalnya, yang bisa dikatakan cukup sensitif terhadap kondisi cuaca. Jika ia terus-menerus diguyur hujan ada potensi dedaunannya banyak yang membusuk sehingga merugikan petani. Konsep berfikir sederhananya adalah pada saat-saat tertentu tanaman tembakau itu butuh ditutupi dari guyuran hujan.Â
Namun menutup tanaman juga tidak bisa terus dilakukan karena kebutuhan tanaman atas pasokan sinar matahari. Akibatnya penutup pun harus dibuka kembali. Melakukan aktivitas tersebut secara manual sudah barang tentu menyulitkan petani, dan belum lagi para petani itu tidak selalu siap sedia selama 24 jam sehari untuk mengurus tanamannya.Â
Oleh karena itu lahirlah sebuah sistem otomasi atap buka tutup yang memungkinkan tanaman tertutupi saat hujan dan tersinari matahari sepenuhnya saat cuaca cerah.Â
Sensor yang membaca tetesan air hujan bekerja berdasarkan logika seorang petani yang berharap tanamannya terlindungi dari guyuran hujan tetapi bisa kembali tersinari matahari ketika cerah. Sistem otomasi ini menduplikasi nalar kita.
Era Baru Bernama "Artificial Intelligence"
Keberadaan otomasi sepertinya telah membuat banyak hal berjalan dengan lebih praktis dan efisien meski tidak dapat dipungkiri bahwa ada efek negatif yang dihasilkannya. Banyaknya pekerja pabrik yang tugasnya digantikan oleh mesin otomatis merupakan salah satu bukti efek negatif dari otomasi.Â
Namun, seiring teknologi yang berkembang begitu cepat dari waktu ke waktu, manusia menginginkan agar mesin-mesin itu bisa berbuat lebih dari sebelumnya. Manusia tidak ingin mesin-mesin itu sekadar menjalankan fungsi logika sederhana dan tunggal seperti halnya mesin otomatis pada atap buka tutup pertanian atau pada pompa air otomatis. Â
Manusia ingin agar mesin-mesin juga bisa berfikir menyerupai manusia dengan cakupan yang lebih luas dan lebih kompleks. Harapannya adalah mesin bisa menyerupai atau mendekati kecerdasan manusia.Â
Sehingga lahirlah apa yang disebut dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Mesin bisa berfikir dan bernalar sebagaimana manusia pada umumnya.