Publikasi sebagai seorang youtuber sukses berskala internasional mau tidak mau menjadikan Atta sebagai sasaran nyinyir orang-orang yang iri terhadap kesuksesan dirinya. Hal itu sampai-sampai membuat Atta begitu tertekan dan mencurahkan segenap curahan hatinya melalui laman instastory pribadinya.Â
Apapun yang terjadi, diperlakukan sinis kah? Dipandang nyinyir kah? Atau dipandang remeh sekalipun adalah bagian lain dari pencapaian sebuah sukses.Â
Kita, termasuk Atta sekalipun tidak bisa meminta semua orang untuk mengapresiasi diri kita dan senang kepada kita. Akan senantiasa ada segelintir orang yang iri dengan hal hebat yang dicapai orang lain.Â
Namun yang perlu kita tahu bahwa sebenarnya dibalik sinisme dan nyinyirime itu tersimpan kekaguman terhadap kehebatan seseorang. Sinisme dan nyinyirisme merupakan bentuk lain kekaguman yang disamarkan. Jadi kita tidak perlu ambil pusing terhadap hal ini.
Terus melangkah dan menatap langkah kedepan adalah sesuatu yang mesti kita lakukan meski disekitar kita berkeliaran orang-orang yang menyampaikan ketidaksukaannya. Selama langkah kita tidak merusak tatanan moral atau mengusik kehidupan orang lain, maka the show must go on.Â
Dalam hal ini kita harus belajar dari Atta Halilintar tentang bagaimana menjadi diri sendiri. Ketika banyak generasi muda yang masih menggantungkan perekonomiannya pada orang tua, sibuk menjalani kehidupan yang tidak bermanfaat, dan berleha-leha di masa mudanya sembari bergaya bak selebritas papan atas, Atta Halilintar justru mengambil langkah kerja keras yang memungkinkan bisnisnya berkembang di beberapa bidang.Â
Originalitasnya mungkin membuatnya dipandang nyinyir oleh orang lain. Akan tetapi originalitasnya pula yang membuatnya menjadi sosok yang begitu fenomenal seperti sekarang.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H