Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seandainya Ibu Kota Pindah ke Papua

20 Agustus 2019   10:47 Diperbarui: 21 Agustus 2019   16:00 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papua adalah bagian penting Indonesia | Sumber gambar : www.boombastis.com

Aksi protes besar-besaran terjadi di Manokwari, Papua, terkait adanya tindakan perkusi dan rasis yang dilakukan oleh sekelompok orang di Surabaya dan Malang kepada beberapa mahasiswa asal Papua. Tindakan yang menyakiti hati masyarakat Papua ini seakan membuka kembali luka lama dan mengobarkan bara permusuhan dari warga di penghujung Indonesia timur ini. 

Terbukti dengan besarnya aksi protes yang terjadi di Manokwari tersebut. Simbol-simbol perlawanan ditampilkan oleh beberapa kalangan, seperti menunjukkan bendera bintang kejora yang memang selama ini terlanjur dicap sebagai simbol "kebebasan" warga Papua. Sungguh suatu peristiwa yang sangat ironis terjadi pada masa-masa peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Sentimen terkait perkusi dan tindakan rasis adalah sebuah isu sensitif yang bisa kapan saja memicu keributan. Mungkin hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat di timur Indonesia, khususnya dari sisi ekonomi yang cukup jauh tertinggal dibandingkan wilayah lain terutama wilayah Indonesia bagian barat. 

Keinginan untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik telah memantik kekecewaan beberapa kalangan sehingga mencetuskan gerakan yang kita kenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan bintang kejora sebagai lambang kebesaran. 

Pendekatan "kekeluargaan" yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menanamkan keyakinan bahwa pembangunan di bumi Papua akan digalakkan barangkali cukup ampuh meredam pergolakan dan kekecewaan sebagian masyarakat atas kondisi yang mereka alami sejauh ini. 

Inisiatif pembangunan infrastuktur di bumi cendrawasih adalah langkah nyata untuk membuktikan keseriusan niat pemerintah dalam rangka membangun tanah Papua. Namun upaya itu saat ini sepertinya harus tergerus oleh realitas peristiwa yang terjadi di sebagian wilayah Jawa Timur terkait aksi tidak bersahabat kepada mahasiswa asal Papua. Sentimen yang beberapa waktu sebelumnya coba diredam justru disulut kembali oleh oknum-oknum yang berfikir pendek.

Apapun bentuk kekecewaan yang ditampakkan oleh sebagian masyarakat Papua, semuanya didasari oleh rasa "dianaktirikan" dalam pembangunan wilayah dan tanah tumpah darah. Bumi papua yang sebenarnya menyimpan kekayaan alam luar biasa justru terlihat tidak berdaya menghidupi warganya sendiri. 

Bahkan kita semua tahu bahwa ketimpangan pembangunan begitu jelas terjadi dimana Pulau Jawa masih mendapatkan perhatian terbesar. Hal inilah salah satunya yang mendasari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibukota keluar Jakarta, dengan harapan pembangunan lebih merata dan tersebar di seluruh Indonesia.

Ibukota Pindah ke Papua ?

Sebagaimana pemberitaan yang sudah banyak beredar di masyarakat, bahwa ibukota negara Indonesia akan dipindahkan ke Pulau Kalimantan. Meskipun untuk secara pastinya masih belum diputuskan akan berada di provinsi mana atau kota mana. 

Namun, seiring memanasnya aksi protes masyarakat Papua di Manokwari bisa saja hal ini merubah pikiran Presiden Jokowi berikut jajarannya. Presiden mungkin akan berfikir bahwa perhatian kepada warga Papua harus lebih ditingkatkan dan penuh totalitas. Dengan demikian Papua mungkin akan dijadikan fokus perhatian terdepan dalam pembangunan.

Ibukota adalah magnet dalam pengembangan atau pembangunan suatu wilayah. Kita bisa lihat ibukota-ibukota negara besar dunia yang rata-rata menjadi sentral pembangunan. Potret kemajuan sebuah negara pada umumnya tampak dari kondisi ibukotanya. 

Seperti halnya Indonesia dengan potret Jakarta yang seolah mewakili kualitas ataupun kuantitas pembangunan yang dilakukan. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya terjadi ketimpangan pembangunan antara pusat ibukota dengara dengan kota-kota lain, khususnya kota yang berada di wilayah-wilayah yang jauh dari ibukota. 

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, hingga Papua masih kalah jauh tingkat pembangunannya dibandingkan pulau Jawa. Belum lagi apabila kita membandingkan antar provinsi pada setiap pulau-pulau tersebut, atau lebih jauh lagi ke kota-kota, bahkan desa-desanya. Disatu sisi ada wilayah yang terlihat begitu maju mengikuti arus zaman, namun disisi lain telihat beberapa wilayah masih seperti belum terjamah tangan manusia samasekali.

Memindahkan ibukota barangkali merupakan langkah kesekian yang diupayakan oleh pemimpin negeri ini dalam rangka menyejahterakan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada. 

Orang-orang di wilayah Sulawesi harus sama makmurnya dengan mereka yang hidup di Jakarta, penduduk yang hidup di Papua harus sama sejahteranya dengan mereka yang tinggal di Surabaya, dan lain sebagainya. Diharapkan dengan berpindahnya ibukota ini maka lingkungan baru yang ditempati akan ikut terkerek kualitas dan juga kuantitas pembangunannya menjadi lebih cepat dan lebih baik.

Sayangnya, ibukota kemungkinan kecil sekali akan berpindah ke Papua. Pemerintah telah memutuskan bahwa ibukota akan pindah ke Kalimantan dengan berbagai pertimbangannya. Tentunya Papua tidak dipilih juga dengan berbagai pertimbangan. Pastinya pertimbangan tersebut bukan karena sentimen ras atau sejenisnya, namun lebih kepada hal-hal teknis atau yang terkait dengannya. 

Mungkin Papua belum ditunjuk menjadi lokasi ibukota negara Indonesia. Namun hal itu semestinya tidak menghalangi pembangunan yang dilakukan disana agar lebih ditingkatkan. Karena bagaimanapun juga pembangunan disegala penjuru tanah air merupakan sebuah mandat yang harus ditunaikan, terlepas ia adalah wilayah "utama" seperti ibukota negara ataupun tidak. 

Dengan pembangunan yang merata diharapkan kesenjangan hidup warga negara tidak terjadi lagi. Mereka yang hidup di Papua hendaknya bisa merasakan hidup yang sama baiknya dengan mereka yang tinggal di pulau jawa. Kita adalah saudara sebangsa. Rasis bukanlah identitas kita.

Terima kasih,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun