Lembur akan dibayar sesuai jam kerja yang dijalani. Namun beberapa waktu lalu realitas yang terjadi sungguh berbeda. Ketika lembur pekerjaan yang dijalani oleh kerabat saya ini mencapai angka diatas tiga jam, ternyata sang atasan malah membuat kebijakan yang kontradiktif.Â
Lemburan yang tiga jam lebih diputuskan hanya akan dibayar dua jam saja, alias dipotong. Sontak hal ini membuat kerabat saya kecewa berat terhadap sang atasan. Keputusan sang atasan dianggapnya tidak adil. Entah keputusan ini didasari karena adanya masalah pribadi dari sang atasan atau karena kebijakan perusahaan yang memang mengharuskan demikian.Â
Dalam hal ini seolah-olah pihak perusahaan hanya mengharap hasil terbaik namun tidak ingin membayar lebih. Ingin mendapatkan hasil maksimal tetapi tanpa modal.Â
Sebuah mental gratisan yang sebenarnya merupakan ironi bagi perusahaan dengan pendapatan yang mumpuni dan tidak sepadan untuk sebuah upah lembur.Â
Atas nama efisiensi tetapi hak orang lain diabaikan. Atas nama efisiensi namun kebijakan yang dikeluarkan cenderung memancing masalah dengan orang lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap organisasi bisnis menekankan pentingnya pengurangan biaya-biaya (reduce cost). Sehingga setiap peluang akan dimanfaatkan dan setiap potensi pembiayaan akan dipangkas.Â
Namun hal ini bukan berarti semua potensi pembiayaan dipangkas habis sampai-sampai apa yang harus dibayar justru tidak dibayar. Betapa banyak perusahaan yang bertindak curang dengan mengakali pajak, dan betapa banyak perusahaan yang kebijakannya mengorbankan hak para karyawan.Â
Perusahaan-perusahaan yang berbuat seperti ini adalah perusahaan bermental gratisan, yang tidak akan pernah mencapai puncak keberhasilan sebuah organisasi bisnis. Ia hanya akan menjadi biasa-biasa saja, hidupnya sekadar hidup, operasionalnya ngap-ngapan, dan suasana kerja organisasi jauh dari kondusif.Â
Perusahaan mental gratisan cenderung memperlakukan karyawan tidak lebih dari sekadar mesin. Sebatas dibayar untuk bekerja, tetapi aspek terpenting sebagai manusia yaitu batiniahnya justru diabaikan.Â
Hanya orang-orang yang terpaksa oleh keadaan saja yang bersedia bertahan disana, dan itu artinya mereka hanya bekerja sebatas menuntaskan job desc saja. Mereka bekerja tidak dengan sepenuh hatinya. Sangat sulit mengharapkan perusahaan mental gratisan akan berkembang keskala yang lebih besar.
Salam hangat,