Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perusahaan Mental Gratisan

16 Agustus 2019   07:20 Diperbarui: 16 Agustus 2019   07:26 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian perusahaan ada yang cukup pelit kepada karyawannya | Ilustrasi gambar : merdeka.com

Lembur akan dibayar sesuai jam kerja yang dijalani. Namun beberapa waktu lalu realitas yang terjadi sungguh berbeda. Ketika lembur pekerjaan yang dijalani oleh kerabat saya ini mencapai angka diatas tiga jam, ternyata sang atasan malah membuat kebijakan yang kontradiktif. 

Lemburan yang tiga jam lebih diputuskan hanya akan dibayar dua jam saja, alias dipotong. Sontak hal ini membuat kerabat saya kecewa berat terhadap sang atasan. Keputusan sang atasan dianggapnya tidak adil. Entah keputusan ini didasari karena adanya masalah pribadi dari sang atasan atau karena kebijakan perusahaan yang memang mengharuskan demikian. 

Dalam hal ini seolah-olah pihak perusahaan hanya mengharap hasil terbaik namun tidak ingin membayar lebih. Ingin mendapatkan hasil maksimal tetapi tanpa modal. 

Sebuah mental gratisan yang sebenarnya merupakan ironi bagi perusahaan dengan pendapatan yang mumpuni dan tidak sepadan untuk sebuah upah lembur. 

Atas nama efisiensi tetapi hak orang lain diabaikan. Atas nama efisiensi namun kebijakan yang dikeluarkan cenderung memancing masalah dengan orang lain.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap organisasi bisnis menekankan pentingnya pengurangan biaya-biaya (reduce cost). Sehingga setiap peluang akan dimanfaatkan dan setiap potensi pembiayaan akan dipangkas. 

Namun hal ini bukan berarti semua potensi pembiayaan dipangkas habis sampai-sampai apa yang harus dibayar justru tidak dibayar. Betapa banyak perusahaan yang bertindak curang dengan mengakali pajak, dan betapa banyak perusahaan yang kebijakannya mengorbankan hak para karyawan. 

Perusahaan-perusahaan yang berbuat seperti ini adalah perusahaan bermental gratisan, yang tidak akan pernah mencapai puncak keberhasilan sebuah organisasi bisnis. Ia hanya akan menjadi biasa-biasa saja, hidupnya sekadar hidup, operasionalnya ngap-ngapan, dan suasana kerja organisasi jauh dari kondusif. 

Perusahaan mental gratisan cenderung memperlakukan karyawan tidak lebih dari sekadar mesin. Sebatas dibayar untuk bekerja, tetapi aspek terpenting sebagai manusia yaitu batiniahnya justru diabaikan. 

Hanya orang-orang yang terpaksa oleh keadaan saja yang bersedia bertahan disana, dan itu artinya mereka hanya bekerja sebatas menuntaskan job desc saja. Mereka bekerja tidak dengan sepenuh hatinya. Sangat sulit mengharapkan perusahaan mental gratisan akan berkembang keskala yang lebih besar.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun