Kata orang, bekerjalah sesuai passion maka kita akan merasakan bekerja tidak seperti bekerja. Bekerja akan terasa nikmat untuk dijalani. Bekerja senikmat kita bermain. Sudah cukup banyak contoh orang-orang yang mencapai tahap keberhasilan berkarir tatkala menekuni passion dan mengikuti idealismenya.Â
Steve Jobs, Mark Zuckerberg, dan beberapa nama lain barangkali merupakan sosok-sosok yang cukup merepresentasikan "pelaku" idealisme dan "pengikut" passion. Namun benarkah mengikuti idealisme dan menjalani passion dapat menjamin kita menuju puncak karir?
Ketika belakangan ini hangat diperbincangkan perihal "keruntuhan" salah satu stasiun televisi swasta millenial, NET TV, banyak analisis dilayangkan perihal penyebab dari kejatuhan stasiun televisi paling kreatif ini. Wishnutama selaku pendiri NET TV yang dikenal bertangan dingin dikancah dunia pertelevisian memang menawarkan konsep acara televisi yang cukup inovatif untuk tontonan publik.Â
Sangat jauh berbeda dibandingkan sebagian besar stasiun televisi swasta lain yang masih mengandalkan sinetron atau sejenisnya sebagai program andalan. Pada awal keberadaannya, NET TV menggebrak seiring kreativitasnya yang unik beserta gagasan sang CEO yang benar-benar mengusung idealismenya dalam menjalankan program televisi.Â
Secara pribadi, apa yang dilakukan oleh sang CEO sangatlah bagus karena membuat program-program televisi lebih berwarna. Televisi bisa menjadi ajang penyaluran kreativitas yang unik, tidak semata menampilkan drama atau sinetron yang itu-itu saja.Â
Sayangnya, idealisme sang CEO ternyata tidak mendapatkan imbal balik yang sepadan dari pasar. Rating-rating acaranya rendah sehingga berimbas pada pemasukan iklan. Hal inilah yang ditengari membuat NET TV berjalan menuju jurang kebangkrutan.
Wishnutama bukanlah sosok baru dalam dunia pertelivisian Indonesia. Ia pernah cukup berhasil mengelola TRANS TV sebelum akhirnya memutuskan keluar dan mendirikan NET TV demi sebuah idealisme. TRANS TV masih tetap bisa bertahan sampai sekarang meskipun ditinggalkan oleh Wishnutama.Â
Meski tidak bisa dipungkiri bahwa acara-acara TRANS TV atau TRANS 7 sebagian diantaranya sudah "tidak jauh berbeda" dengan beberapa televisi lain yang begitu pragmatis mengejar rating. Acara-acara gosip, kemudian reality show yang terkesan lebay menjadi bagian dari program TRANS.Â
Meski program acara seperti ini terkesan hanya mengikuti pasar namun ternyata hal ini penting untuk mengangkat rating dan menarik iklan masuk. Bagaimanapun juga, iklan adalah nafas utama dunia pertelevisian tanah air. Dan sikap pragmatis dengan program acara yang juga pragmatis tetap dibutuhkan untuk mengimbangi idealisme agar tidak kebablasan.
Steve Job dan Mark Zuckerberg mungkin berhasil dengan konsep idealismenya, karena mereka berada diantara komunitas masyarakat yang menjunjung tinggi idealisme. Sedangkan Wishnutama berada di dalam lingkungan yang tidak sepenuhnya idealis, tapi masih memiliki kecenderungan pragmatis.Â
Sehingga mengombinasikan antara idealisme dan pragmatisme menjadi sebuah cara yang lebih tepat untuk meniti karir jangka panjang. Mendewakan idealisme harus diimbangi dengan keberadaan pragmatisme sebagai penyeimbang antara mengekspresikan selera pribadi sekaligus mengakomodir selera pasar.Â
Selera makan kita saja bisa berbeda dengan selera orang lain, apalagi dalam mengkreasi sebuah produk. Gagasan kita dalam pekerjaan boleh jadi menurut kita baik dan inovatif, namun kemauan dari partner kerja kita bisa jadi yang cenderung biasa-biasa saja. Sehingga kita hendaknya mampu menempatkan diri sesuai porsi dan takaran yang pas.Â
Kita harus pandai membaca situasi sekitar, harus melihat kebiasaan sekitar, tapi tetap dengan menjaga beberapa aspek vital dari idealisme pribadi kita. Dalam buku The Power of Habbit, Charles Duhigg menganalisa perihal populernya lagu-lagu Hits internasional. Berdasarkan analisisnya lagu-lagu dengan irama yang "umum" memiliki kemungkinan lebih baik menduduki tangga lagu favorit dibandingkan lagu-lagu dengan irama "unik dan baru". Ada kebiasaan pecinta musik yang cendeung lebih menyukai musik dengan irama populer dibandingkan yang "asing" di telinga mereka.Â
Idealisme adalah gambaran dari "keasingan" yang dimiliki seseorang, apabila hal itu terus-menerus dikedepankan maka akan membuatnya kehilangan peminat. Oleh karena itu, para produser musik dunia cenderung menyelipkan pemutaran lagu-lagu baru dengan konsep baru diantara lagu-lagu yang memiliki irama populer. Idealisme disisipkan diantara pragmatisme.Â
Dengan dikombinasikannya kedua hal ini maka tingkat penerimaan akan meningkat. Untuk program televisi kombinasi keduanya akan menciptakan keseimbangan rating program acara dan serapan iklan agar tetap meraih keuntungan.
Salah satu kunci menuju kesuksesan berkarir adalam dengan kombinasi antara pragmatisme dan idealisme. Keduanya saling melengkapi satu sama lain dengan kelebihannya masing-masing. Sinergi antara diri kita dengan orang-orang sekitar memang harus dilakukan sebagai upaya untuk menggapai hasil terbaik dalam berkarir.Â
Kita tidak bisa memungkiri bahwa kita adalah makhluk sosial yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Hasrat besar kita harus dipertemukan dengan hasrat orang lain sehingga memunculkan titik temu yang menguntungkan semua pihak.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H