Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

JJ Rizal vs PLN, antara "Bully" dan Budaya Anti Kritik

13 Agustus 2019   07:30 Diperbarui: 13 Agustus 2019   07:48 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JJ Rizal dalam acara ILC saat mengutarakan kekecewaanya pada dirut PLN | Sumber gambar : Channel Youtube Indonesia Lawyers Club

JJ Rizal, seorang sejarawan asal Jakarta, mendapatkan bully dari beberapa warganet terkait aksi protes dan kritiknya kepada pihak PLN setelah puluhan ikan koi miliknya mati akibat pemadaman listrik masal yang terjadi minggu lalu. 

Kicauan kekecewaan yang ditunjukkan oleh JJ Rizal disatu sisi mengundang keprihatikan publik, akan disatu sisi hal itu justru membuatnya menjadi sasaran cemooh dan bully. 

JJ Rizal menyebutkan bahwa bully yang diterimanya justru berasal dari akun sebagian karyawan PLN. Jika memang benar demikian maka hal ini merupakan pertanda bahwa ada diantara bagian bangsa kita yang anti kritik, menolak komplain atas layanan yang diberikan, atau justru menyalahkan balik pihak yang mengkritik.

Kritikan yang dibalas dengan bully merupakan sebuah tindakan yang tidak mencerminkan kedewasaan. Meskipun bully tidak dilakukan langsung oleh institusi yang dikritik, namun indikasi adanya karyawan PLN yang terlibat menunjukkan bahwa ada sikap tidak terima disini. 

Orang-orang yang menjadi bagian institusi yang dikritik mungkin ada yang tidak terima atau merasa tidak nyaman dengan kritikan yang datang bertubi-tubi. 

Barangkali mereka beranggapan bahwa selama ini telah bekerja demikian keras demi memastikan kenyamanan masyarakat menggunakan listrik. Ketika sekali saja terjadi kasus pemadaman listrik mereka justru dihujani kritik dari kanan kiri. 

Seolah-olah apa yang mereka kerjakan selama ini tidak dihargai samasekali. Mengutip tulisan dari mantan dirut PLN, Dahlan Iskan, listrik itu justru diingat ketika ia mati. Bukan diingat sebagai sebuah kenangan baik, namun sebagai sesuatu yang menyebalkan bagi sebagian orang.

Sebagai pemegang amanah tentunya potensi mendapatkan kritik sangatlah besar. Jangan pernah berharap ketika kita diberi amanah lantas dibiarkan begitu saja. 

Anggota dewan atau presiden saja hampir selalu mendapatkan kritik setiap hari padahal mereka berkontribusi terhadap pembangunan semua sektor di negeri ini. Lantas bagaimana mungkin institusi pelayanan publik seperti PLN akan lepas dari kritikan? 

Kritik adalah sesuatu yang biasa dalam interaksi sosial. Jika disikapi dengan positif, kritik akan menjadi media berharga menuju continuous improvement. 

Semakin banyak mendapatkan kritik, maka semakin banyak masukan (input) untuk menjadi lebih baik. Tentu tidak semua kritik bernada membangun, ada kritik yang sekadar luapan emosi tanpa isi. Untuk kritik kategori ini, mungkin kita bisa abaikan. Jangan dimasukkan kedalam hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun