Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

JJ Rizal vs PLN, antara "Bully" dan Budaya Anti Kritik

13 Agustus 2019   07:30 Diperbarui: 13 Agustus 2019   07:48 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JJ Rizal dalam acara ILC saat mengutarakan kekecewaanya pada dirut PLN | Sumber gambar : Channel Youtube Indonesia Lawyers Club

Namun dibalik setiap kritik tentunya ada sebuah harapan yang ingin disampaikan. Seperti halnya kritik JJ Rizal yang dilayangkan kepada pihak PLN karena ia berharap agar PLN bisa meningkatkan kinerjanya sehingga masyarakat benar-benar merasakan manfaat maksimal dari layanan publik PLN.

Terkadang kerja keras dan dedikasi yang kita berikan tidak dipandang dengen semestinya oleh orang lain. Hal ini tidak semestinya membuat si penerima kritik menjadi cepat "panas" dan gampang emosi sehingga berujung aksi bully sebagai perwujudan atas ketikpuasan didalam dirinya. 

Memang tidak semua kerja keras kita dihargai orang lain, mungkin loyalitas kita tidak selalu dipandang baik, dan barangkali dedikasi kita tidak dianggap berhaga. 

Namun kita mesti percaya bahwa setiap tindakan baik yang kita lakukan akan senantiasa dicatat oleh malaikat disebelah kanan kita. 

Perbuatan baik kita akan "diabadikan" dalam goresan catatan malaikat pencatat amal kebaikan. Amal baik yang kita lakukan samasekali tidak akan hilang dan akan mendapatkan balasan sepadan di kemudian hari.

Mem-bully karena merasa tidak puas atas kritikan yang diterima adalah wujud nyata hasrat mendapatkan pujian dan hilangnya keikhlasan dalam berkontribusi. 

Mungkin ini adalah efek dari bekerja di instansi publik yang sebatas mengejar besara gaji saja, bukan pada titik ingin menjadi bagian orang-orang yang melayani masyarakat. 

Niatan pengabdian seringkali hanya menjadi penghias kata-kata saja, pemanis, akan tetapi jauh dari realitas. Setidak-tidaknya hal ini terjadi pada mereka yang mem-bully.

Setiap pem-bully pada dasarnya telah kehilangan empati dan kearifan dalam bersikap. Mereka dikuasai oleh amarah dan keyakinan bahwa diri merekalah yang paling benar. 

Apabila ada orang lain yang berbeda pendapat akan disangkalnya begitu keras, hingga mengeluarkan kalimat-kalimat yang menyudutkan orang lain. 

Semestinya kita mampu melihat semua peristiwa secara menyeluruh. Melihat dari berbagai sisi sehingga sikap kita menjadi lebih bijaksana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun