Masih ingat beberapa jenis permainan tradisional seperti bentengan, engklek, gobak sodor, patel lele, kasti, egrang dan lain-lain? Mungkin sebagian pembaca tidak terlalu familiar dengan beberapa nama tersebut. Namun bisa jadi hal itu disebabkan oleh perbedaan istilah saja.Â
Permainan tradisional seperti bentengan, engklek, grobak sodor, atau kasti dulu begitu populer. Barangkali generasi 90-an merupakan generasi terakhir yang sempat menikmati "masa keemasan" dari beberapa jenis permainan ini.Â
Sepulang sekolah, saat hari minggu atau libur sekolah, atau saat jam istirahat sekolah adalah waktu-waktu "terbaik" untuk menikmati permainan-permainan tradisional ini.Â
Adu tangkas dan canda tawa menjadi bagian berharga dari permainan tradisional, yang menjadikannya sebagai salah satu momen berharga dalam hidup seseorang.
Perubahan zaman tidak terasa telah menjadikan permainan-permainan tradisional kita terasing, terlupakan, dan ditinggalkan oleh generasi masa kini. Sangat jarang atau bahkan hampir tidak ditemukan lagi anak-anak yang asyik dengan permainan tradisional.Â
Mereka lebih akrab dengan gadget, smartphone, dan video game. Daripada memainkan permainan tradisonal bersama teman-teman sepantaran, anak-anak masa kini cenderung asyik dengan dirinya sendiri.Â
Menikmati tontonan di youtube selama berjam-jam, dan tidak sedikit yang sudah terbiasa dengan media sosial seperti facebook, instagram, atau sejenisnya. Permainan tradisional seakan tidak memiliki daya pikat lagi untuk dimainkan.
Jika kita bandingkan antara permainan tradisional dengan permainan modern, sebenarnya permainan tradisional cenderung lebih variatif dan menantang untuk dimainkan. Tubuh banyak bergerak, otak ikut berfikir, dan emosi ikut terlibat. Sedangkan permainan modern cenderung membuat diri seseorang pasif bergerak, meski secara emosi atau berfikir juga ikut terlibat.Â
Sehingga tidak mengherankan banyak anak-anak di era modern ini yang hidupnya lebih individualistis dan enggan bersosialisasi. Sangat jauh berbeda dibandingkan kehidupan anak-anak tempo doeloe.
Permainan Tradisional Mengajarkan Kearifan Lokal
Mungkin tidak sedikit dari kita yang beranggapan bahwa permainan tradisional sudah tergantikan peranannya oleh permainan modern dalam hal mengasah ketangkasan atau melatih kecerdasan berfikir seseorang. Memang anggapan ini ada benarnya.Â
Akan tetapi, pada proses mengasah ketangkasan atau melatih kecerdasan berfikir seseorang didalam permainan tradisional itu terselip nilai-nilai kearifan lokal.Â
Seseorang menjadi lebih tangkas melalui sebuah proses yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Ketika belajar kerja sama didalam permainan tradisonal terselip nilai gotong royong, sebuah nilai yang diakui sebagai warisan budaya bangsa.Â
Selain itu, ajaran sporitivitas dalam permainan tradisonal telah lebih dulu ada melalui konsep tepo seliro atau tenggang rasa. Saya yakin dengan begitu banyaknya jenis permainan tradisional yang kita miliki, ada cukup banyak juga nilai-nilai positif yang terselip didalamnya.Â
Bahkan nilai-nilai filosofi nenek moyang kita secara tidak langsung juga ikut larut dalam balutan permainan itu. Hanya saja, apakah kita bisa menangkap maksudnya atau tidak.Â
Beberapa hal inilah yang sebenarnya menjadi nilai lebih dari permainan tradisional jika dibandingkan dengan jenis-jenis permainan modern yang ada sekarang.
Beberapa kajian yang dilakukan terhadap permainan tradisional ternyata juga banyak memberi pengaruh positif dalam bidang pendidikan. Semasa masih menjadi mahasiswa dulu, ada salah seorang rekan kuliah saya yang berhasil membuat sebuah karya tulis ilmiah dengan tema permainan tradisional.Â
Didalam hal ini  permainan tradisionalnya adalah bentengan, yang ternyata mampu membentuk ketangkasan atau kecerdasan seseorang yang memainkannya. Kajian ilmiah yang dilakukan oleh rekan kuliah saya ini berhasil menyabet perhargaan tertinggi juara satu pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) dan diganjar medali emas oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti).Â
Hal ini menunjukkan bahwa ada potensi besar dibalik keberadaan permainan tradisional sebagai media pembentuk karakter individu, yaitu karakter yang berlandaskan pada kearifan lokal.
Sayangnya, permainan tradisional yang menyimpan potensi besar dalam hal pengembangan potensi pribadi seseorang ini kini semakin lekang oleh waktu. Ia semakin dilupakan oleh generasi yang eksis saat ini. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan itupun tidak dipandang populer oleh khalayak luas.Â
Entah karena kita sudah terlalu terpengaruh dengan mindset kebudayaan modern yang artinya harus menanggalkan hal-hal berbau "kuno", ataukah karena kita cenderung mengikuti gengsi dan larut oleh arus zaman.Â
Namun yang pasti harus ada seseorang yang berani mengingatkan sekaligus memperjuangkan tentang betapa istimewanya warisan permainan tradisional yang kita miliki ini.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H