Beberapa hari yang lalu Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa pengguna sepeda motor listrik atau mobil listrik akan dibebaskan dari peraturan ganjil genap.Â
Salah satu alasannya yaitu jenis kendaraan ini tidak menghasilkan emisi yang mencemari udara. Perihal pencemaran udara memang tengah hangat diperbincangkan saat ini, terutama di wilayah khusus ibu kota Jakarta yang mana tingkat polusinya terbilang cukup tinggi.
Menarik untuk disimak disini adalah terkait pemahaman bahwa kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi yang mencemari udara. Benarkah demikian? Sekilas, kendaraan listrik memang tidak menghasilkan emisi yang dapat mencemari udara.Â
Minimal tidak secara langsung. Akan tetapi jika kita telusuri ke belakang sebenarnya pernyataan bebas emisi ini tidak sepenuhnya benar.Â
Bagaimanapun juga, mobil atau sepeda motor listrik mendapatkan sumber tenaga dari baterai yang di charge dari sumber listrik tertentu.Â
Sumber listrik yang kita pergunakan saat ini, khususnya di Indonesia banyak yang menggunakan tenaga batubara atau minyak bumi sebagai sumber pembangkit.Â
Hasil pembakaran batubara atau minyak bumi ini bukankah menghasilkan sisa pembakaran yang mencemari udara? Kalaupun kita berasumsi bahwa sumber pembangkit listrik berasal panel surya yang memanfaatkan energi matahari, maka apakah polusi bisa dihindari? Apa yang terjadi setelah panel surya itu rusak?Â
Ia hanya akan menjadi sampah lingkungan yang tidak bisa diurai. Polusi udara mungkin terhindari, akan tetapi jenis pencemaran lingkungan yang lain justru terjadi.Â
Sehingga penggunaan mobil atau sepeda motor listrik tidak sepenuhnya menghilangkan efek gangguan terhadap lingkungan sekitar.
Lingkungan Hijau
Hal ini mungkin masih akan menjadi pro kontra selama beberapa waktu ke depan. Apakah penggunaan kendaraan listrik ini benar-benar mampu mereduksi tingkat polusi ataukah hal itu hanya memindahkan tempat terjadinya polusi atau pencemaran lingkungan saja. Isu lingkungan memang tengah mengemuka beberapa tahun terakhir.Â
Pemberitaan tentang global warming, penipisan lapisan ozon, dan penurunan kualitas udara sering menjadi isu utama di berbagai negara di dunia. Sehingga muncul berbagai konsep perlindungan lingkungan di beberapa bidang.Â
Ada istilah green economy atau konsep ekonomi yang menjunjung tinggi kepedulian lingkungan. Barangkali hal inilah yang dimanfaatkan sebagai media pemasaran kendaraan listrik untuk mempromosikan produk-produknya.Â
Atas nama mengurangi polusi, atas nama melindungi lingkungan, dan atas nama masa depan bumi maka mengemas sebuah produk menjadi ramah lingkungan diharapkan mampu menarik minat calon pembeli.
Seiring waktu, seiring perkembangan zaman, dan seiring revolusi industri yang terus bergulir mau tidak mau lingkungan akan menjadi bagian yang terus termajinalkan. Lingkungan akan menjadi opsi untuk dikorbankan.Â
Terbukti dengan pertumbuhan jumlah perumahan yang terus meningkat berbanding lurus dengan pengurangan luas lahan. Perkembangan industri yang terus terjadi membuat hutan-hutan dikorbankan.Â
Melihat kondisi ini, maka berharap kondisi lingkungan akan semakin membaik sepertinya sangat kecil. Kita hanya sedikit menghambat "laju" kerusakan lingkungan di sekitar kita, atau bisa jadi sebenarnya kita hanya sebatas menyamarkan kerusakan yang terjadi.Â
Seperti halnya, penggunaan kendaraan listrik sepertinya membuat penggunanya tidak menghasilkan gas emisi, namun sebenarnya emisi atau pencemaran lingkungan itu hanya dipindahkan ke tempat yang lain.
Apapun upaya yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan patut untuk diapresiasi.Â
Namun kita semestinya belajar pada sebuah wilayah dengan kualitas udara terbaik di dunia, salah satunya di Pulau Giliyang, Sumenep, Madura. Kualitas udara di sana sangat baik karena tanaman hijau yang masih tersebar merata.Â
Hal inilah yang perlu kita contoh, melakukan penghijauan sebanyak mungkin. Menghadirkan sebanyak mungkin sumber oksigen.Â
Kota Surabaya yang digalakkan penghijauannya oleh Bu Risma kini merasakan efek positif dari keberadaan pepohonan di jantung kota. Penghijauan adalah sebuah cara yang baik untuk mengurangi permasalahan polusi.
Kita mungkin tidak akan pernah kembali lagi ke masa dimana polusi udara itu tidak ada samasekali. Kita mungkin tidak bisa berharap bahwa industri akan lenyap semuanya sehingga tidak ada lagi sumber polusi.Â
Zaman terus berubah, keberadaan polusi adalah suatu keniscayaan yang terjadi sebagai akibat perkembangan zaman.Â
Kita hanya perlu mengambil langkah yang tepat untuk membuat lingkungan tempat tinggal kita tetap nyaman untuk ditinggali sembari berupaya agar lingkungan dari orang-orang di sekitar kita juga merasakan kondisi serupa. Â
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H