Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Startup" Lokal Rasa Asing

5 Agustus 2019   12:19 Diperbarui: 5 Agustus 2019   12:23 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia memiliki cukup banyak perusahaan rintisan (statup) | Ilustrasi gambar : https://accuratecloud.id

Bisnis yang berkembang di era digital ini memunculkan berbagai macam jenis usaha rintisan teknologi (startup) yang bergerak di berbagai bidang. Dari sekian banyak startup yang ada tadi, nama-nama beken seperti gojek, traveloka, tokopedia, atau bukalapak merupakan beberapa pemain besar yang cukup terkenal di mata masyarakat. Banyak orang yang begitu bangga melihat karya-karya anak bangsa ini karena pertumbuhannya yang begitu pesat bahkan telah berhasil menjangkau pasar mancanegara. Terlebih, aplikasi ini digagas oleh pemikiran putra-putri bangsa Indonesia sendiri. Sehingga tidak berlebihan kiranya ketika sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) membanggakannya di kancah internasional.

Pada saat debat pelihan umum presiden (pilpres) yang lalu, Bapak Jokowi ramai diperbincangkan setelah menyebutkan istilah unicorn atau perusahaan rintisan dengan valuasi diatas satu miliar US dollar. Setelah itu, berlanjut dengan perbicangan siapa-siapa saja startup yang telah berhasil mencapai tahap itu. Go-Jek masih menjadi yang terdepan dalam hal valuasi nilai perusahaan, yang mana saat ini sudah mencapai tahap decacorn atau valuasi diatas US$ 10 miliar, disusul oleh tokopedia (US$ 5,9 miliar), traveloka (US$ 500 juta), bukalapak (US$ 200 juta), dan beberapa startup lain [1]. Dengan valuasi yang cukup besar seperti itu, tidak mengherankan perkembangan yang terjadi begitu pesat. Sepertinya kita harus berbangga melihat pencapaian para anak bangsa ini.

Namun tunggu dulu, dibalik besarnya valuasi yang dimiliki startup karya anak bangsa ini benarkah mereka patut disebut sebagai "harta" bangsa Indonesia? Dari besaran valuasi startup ternama seperti gojek, tokopedia, bukalapan, atau traveloka perlu kita tahu bahwa investor "penyumbang" dana terbesar mayoritas berasal dari luar negeri. Nama-nama seperti Alibaba Group (asal Tiongkok), JD.com (asal Tiongkok), Tencen Holdings (asal Tiongkok), Google (asal Amerika Serikat),  New World Strategic Invesment (asal Tiongkok), Temasek Holdings (asal Singapura), Mirae Aset (asal Korea Selatan), dan masih ada beberapa investor lain dari luar negeri [1]. Sedangkan investor yang berasal dari dalam negeri terbilang sangat sedikit, diantaranya Astra Internasional dan Global Digital Niaga milik Djarum Group [2].

"Berkuasanya" investor asing terhadap perusahaan-perusahaan rintisan karya anak bangsa ibarat dua sisi mata pisau. Pada satu sisi ia dibutuhkan untuk mengepakkan sayap bisnis starup agar semakin melambung tinggi. Akan tetapi disisi lain hal ini juga menyimpan kekhawatiran bahwa pundi-pundi uang hasil jerih payah startup ikut menguap keluar negeri bersama para investor di negara mereka berasal.

Secara fisik mungkin pengelolaan startup masih berada dalam komando anak bangsa, dikelola anak bangsa sendiri, pekerja dari bangsa sendiri, namun hasil akhir dari operasional perusahaan justru sebagian besar dinikmati asing. Barangkali tidak berlebihan jikalau kita menyebut perusahaan-perusahaan rintisan dengan dukungan investor-investor asing ini sebagai "startup lokal rasa asing".

Investor dibalik startup besar tanah air | Sumber gambar : www.cnbcindonesia.com
Investor dibalik startup besar tanah air | Sumber gambar : www.cnbcindonesia.com

Power para Founder Startup dan Kontribusi Investor Lokal

Keberadaan investor asing pada beberapa startup andalan Indonesia memunculkan kekhawatiran bahwa perusahan-perusahaan rintisan tersebut akan dikuasai asing. Kedaulatan bisnis menjadi dipertanyakan oleh banyak pihak. Gembar-gembor perusahaan karya anak bangsa diragukan seiring banyaknya asupan modal asing yang masuk. Kekuasaan yang dimiliki para founder dikhawatirkan melemah dengan kehadiran pemodal asing yang mendanai pertumbuhan startup yang mereka gagas.

Mungkin kesediaan para founder perusahaan rintisan menerima pemodal asing didasari keinginan besar untuk menumbuhkan perusahaan yang mereka gagas tapi disertai perjanjian yang memastikan bahwa pengelolaan perusahaan sepenuhnya berada dalam kendali para founder. Namun hal ini masih diragukan banyak orang mengingat potensi kekuatan modal yang bisa jadi tidak terbatas. Mungkin sebagian dari kita tahu bahwa seorang seperti Steve Jobs pernah dipecat oleh para direksi di perusahaan Apple yang ia dirikan, sebelum akhirnya beberapa tahun kemudian ia kembali untuk mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaannya itu.

Apabila kondisi yang dialami Steve Jobs ini pernah terjadi, bukankah kondisi serupa juga berpotensi terulang di perusahaan-perusahaan yang lain? Saat ini kita hanya bisa berharap agar Nadiem Makarim, Zaki, William Tanoewijaya, dan para founder perusahaan rintisan lain untuk mampu bertahan menjaga "kedaulatan" startup yang mereka dirikan. Semoga mereka memiliki cukup power untuk menahan gempuran dari para pemodal yang sewaktu-waktu bisa merebut eksistensi perusahaan yang mereka lahirkan.

Selain berharap kekuatan dari para founder untuk menjaga keutuhan startup, para pemodal lokal atau pemodal dari dalam negeri semestinya lebih memiliki kepedulian terhadap hal ini. Jika perusahaan-perusahaan asing seperti Alibaba atau Google saja cukup yakin dengan prospek perusahaan rintisan tanah air, mengapa para investor lokal tidak memiliki keyakinan serupa? Jangan hanya melakukan gembar-gembor bahwa startup lokal kita dikuasai asing sedangkan kemampuan investasi yang mereka lakukan tidak diberdayakan untuk mendukung perkembangan startup karya anak bangsa.

Bagaimanapun juga, bertumbuhnya sebuah perusahaan itu tidak terjadi begitu saja atau gratisan. Butuh asupan dana, suntikan modal, dan dukungan finansial yang memadai. Ketika ada pejabat negara yang hanya bisa mengkritik model bisnis startup yang digagas anak bangsa namun dimodali asing ini mestinya mereka malu karena seharusnya mereka memiliki kekuatan lebih untuk mendukung sekaligus penopang terdepan. Kemajuan bangsa kita dari sisi ekonomi tentu hanya bisa terjadi ketika semua pihak saling bersinergi satu sama lain, berkolaborasi, dan saling mendukung.

Sebagai investor, tentunya mengharapkan keuntungan besar dari investasi yang dilakukannya serta menghindari risiko besar. Perusahaan rintisan yang kini eksis di Indonesia mungkin beberapa waktu lalu terlihat belum begitu menjanjikan. Sehingga mungkin para investor lokal masih memiliki keraguan besar terkait prospek masa depan dari lini bisnis ini. Melihat kondisi sekarang, seharusnya para investor lokal lebih berani dalam melangkah. Selain sebagai bentuk langkah bisnis yang strategis juga sebagai perwujudan dukungan nyata terhadap ekosistem bisnis karya anak bangsa di era digital ini.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi : 

[1] CNBC  

[2] Sindo News  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun