Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi adalah Kita, Berani?

16 Juli 2019   07:17 Diperbarui: 16 Juli 2019   11:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan Jokowi Prabowo di MRT beberapa waktu lalu oleh banyak pihak dianggap sebagai wujud nyata rekonsiliasi yang selama ini didengung-dengungkan. 

Momen itu begitu spesial sehingga sebagian besar kalangan ikut larut membicarakannya. Pertemuan kedua tokoh nasional ini pada satu sisi memang menggembirakan banyak pihak, namun disisi lain rekonsiliasi ini ternyata memberikan konsekuensi lain yang mungkin tidak disangka-sangka. 

Pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi ini "terancam" minim kubu oposisi atau kondisi terburuknya adalah tidak memiliki oposisi samasekali. Partai Gerindra yang sejak awal keberadaannya "setia" menjadi oposisi kini mulai mendekat ke pihak pemerintah dan desas-desusnya akan mendapatkan jatah menteri di kabinet kerja jilid II.

Para pengamat politik banyak yang menilai bahwa situasi dan kondisi ini akan tidak sehat bagi keberlangsungan pemerintahan. Ketiadaan oposisi berpotensi menihilkan peran check and balance dalam pengelolaan kebijakan suatu bangsa. 

Entah apa sebenarnya yang terjadi sehingga kini terkesan partai-partai enggan menjadi oposisi. Semua berebut mendekat kepada pihak yang berkuasa. 

Bahkan partai baru seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) atau Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pun juga ikut mendekat ke kubu pemerintah. Mungkin saat ini hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang masih mengindikasikan untuk menjadi oposisi.

 Selebihnya? Masih belum jelas. Apabila partai politik yang manjadi corong penyampai aspirasi rakyat sudah tidak memiliki greget lagi dalam bersuara, lantas siapa lagi yang bisa kita andalkan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah?

Mungkin kita masih akan berharap bahwa akan muncul opoisisi kuat sehingga menjadi penyeimbang langkah pemerintah yang saat ini berkuasa. Berada diluar lingkaran kekuasaan bukanlah sesuatu yang tabu. 

Justru sebaliknya itu adalah posisi terhormat. Jikalau memang pada akhirnya hanya sedikit atau bahkan tidak ada lagi partai politik yang berkanan menjadi oposisi, maka tugas kitalah sebagai warga negara untuk menjadi bagian dari oposisi itu. 

Kita harus ikut memantau jalannya pemerintahan dan bersikap kritis terhadap hal-hal atau kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat atau berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara. Kita harus ingat bahwa rakyat adalah kekuatan terbesar dari sebuah bangsa. 

Masih ingat peristiwa 1998? Yang berhasil menurunkan pemerintah berkuasa saat itu bukanlah partai politik, melainkan rakyat yang melakukan aksi demonstrasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun