Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Maha Benar Netizen dengan Segala Argumennya

12 Juli 2019   11:06 Diperbarui: 12 Juli 2019   11:33 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Netizen | Sumber gambar : magazine.job-like.com / jurnalbandung

Fenomena era digital dan teknologi informasi telah mempopulerkan istilah baru yang disebut "netizen". Istilah netizen sendiri mulai populer sejak booming teknologi informasi terjadi khususnya ketika media sosial (medsos) mengemuka. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah netizen didefinisikan sebagai suatu komunitas yang aktif dalam menggunakan internet. 

Dengan kata lain kita yang saat ini aktif berselancar di dunia maya, broswing, googling, menggunakan facebook, instagram, youtube, dan lain sebaginya merupakan bagian dari netizen. Netizen adalah potret diri kita dari sisi yang lain.

Aliran informasi pada era digital ini sangat cepat dengan kuantitas yang tak terkira. Kualitas dari informasi yang tersebar pun seringkali samar-samar dan sulit dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. 

Peristiwa yang terjadi di suatu belahan dunia dengan segera diketahui oleh mereka yang berada di belahan dunia yang lain. Semua sudah terkonekasi satu sama lain. Hal ini disatu sisi membuat cakrawala kita terbuka dalam memandang sesuatu hal. 

Akan tetapi disisi lain situasi ini juga rentan menjadi penyebab konflik. Seperti ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri konferensi G20 di Jepang beberapa waktu lalu. Pada saat itu ada dua hal yang ramai diperbincangkan netizen. 

Pertama, terkait dengan durasi pidato Presiden Jokowi yang "super cepat". Kedua, pertemuan "super singkat" antara Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Misalnya cuitan sindiran halus yang diunggah oleh Dahnil Anzar pada akun twitter-nya terkait hal ini. "Kita bangga. The most Instagrammable President in the world, 1 minute.".

Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu juga sempat meramaikan perbincangan di dunia maya. Netizen berkomentar macam-macam. Ada yang memberikan dukungan dan selamat, namun tidak sedikit yang mencibir atau berkomentar sinis. 

Setelah Deddy mengikrarkan syahadat dan kemudian diajak untuk menunaikan sholat berjamaah oleh Kyai Ma'ruf Amin, netizen kembali berekomentar nyinyir terkait cara Deddy Corbuzier mengerjakan sholat. Mereka berkomentar cara sholatnya salah, dan sejenisnya.

Ketika rombongan jamaah haji pertama di tahun 2019 ini akan dilepas keberangkatannya. Pihak maskapai Garuda Indonesia memasang stiker pada badan pesawatnya yang bertuliskan "Terima kasih Pak Jokowi". Beberapa saat setelah stiker tulisan itu diunggah ke media sosial oleh pihak Garuda, komentar dari netizen datang bertubi-tubi. 

Banyak yang komentar bernada tidak setuju atau menolak. Padahal latar belakang dari peristiwa itu pun sebenarnya belum banyak diketahui oleh netizen. Banyak orang yang asal "njeplak" berbicara kesana-sini tanpa didasari data ataupun fakta di lapangan.

Netizen memiliki kecenderungan ceplas-ceplos berkomentar terhadap lintasan peristiwa yang terjadi. Jika peristiwa itu dianggapnya tidak sesuai dengan pandangannya, maka komentar sinis atau nyinyir akan diberikan. Begitu pula sebaliknya. 

Dalam setiap komentar yang diberikan oleh netizen itu terdapat sebuah fenomena menarik, yaitu terkait apa yang disampaikan atau dikomentarkan para netizen tersebut selalu dianggap paling benar oleh pemiliknya. Istilah kata, netizen selalu benar mungkin adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan sebagian dari netizen saat ini. 

Sepertinya netizen itu adalah sekumpulan ahli yang tanpa tedeng aling-aling bisa berkomentar apa saja. Mereka rela berdebat panjang demi untuk membuktikan bahwa yang disampaikannya adalah benar.

Mungkin pameo hukum universal yang populer di masyarakat cukup tepat untuk menggambarkan hal ini. Pasal 1, netizen selalu benar. Pasal 2, jika netizen melakukan kesalahan maka kembali ke pasal 1. Pada hakikatnya netizen selalu menjadi yang paling benar atau lebih tepatnya merasa menjadi yang paling benar. 

Hal ini merupakan penggambaran betapa ego seseorang terlihat begitu tinggi dalam komunitas maya bernama netizen. Seseorang yang baru tahu satu dua pelajaran agama, bisa memvonis orang lain dengan latar belakang pendidikan agama yang lebih baik. 

Seperti ketika dulu ada seorang mahasiswa yang menghina tokoh agama Islam (Gus Mus). Jika dibandingkan, ilmu agama keduanya ibarat langit dan bumi. Namun ternyata hal itu tidak membuat seseorang menjadi mawas diri terhadap kuantitas ataupun kualitas keilmuannya. 

Memang netizen itu "mahabenar" dengan semua argumentasinya masing-masing. Jikalau terjadi perdebatan di dunia maya, lantas kita kemudian melayaninya maka hal itu akan berlangsung panjang. Episodenya akan berlarut-larut.

Siapa itu netizen? Netizen adalah kita. Ialah potret diri kita pada suatu komunitas lain yang disebut komunitas dunia maya. Umumnya netizen ini tidak saling bertatap muka atau bertemu secara langsung satu sama lain. 

Sehingga setiap orang terlihat lebih berani dan lebih mampu untuk berkata-kata sekehendak dirinya masing-masing. Seseorang mungkin ketika bertemu dengan orang lain tidak berani menatap muka atau berargumen. 

Namun ketika ia tengah berada didepan layar komputernya atau dihadapan smartphone miliknya, mereka sepertinya menjadi lebih bebas berekspresi menyuarakan seluruh pendapatnya. 

Seringkali mereka berani adu argumen hingga tidak sedikit dari mereka yang mengutarakan sesuatu yang tidak pantas. Mereka akan membela mati-matian apa yang mereka sampaikan. Apakah kita merupakan salah satu diantaranya?

Alangkah baiknya apabila kita menjadi netizen yang bijak (good netizen), bukan sebaliknya yang seringkali memancing keonaran dan memperkeruh suasana. Mau tidak mau, menjadi netizen adalah sebuah keniscayaan bagi setiap orang yang berbaur dengan dunia teknologi informasi. 

Berlepas diri dari kenyataan itu tidaklah mudah. Oleh karena itu penting bagi kita untuk menempatkan diri secara tepat dalam menyikapi semua peristiwa yang terjadi. 

Jangan sedikir-sedikit ada peristiwa langsung berkomentar negatif. Jangan sedikit-sedikit "nyolot". Kita boleh beranggapan sebagai pribadi yang paling benar. Akan tetapi kebenaran itu dalam pandangan setiap orang cenderung bernilai relatif, bukan mutlak. 

Sehingga apa yang menurut kita benar belum tentu demikian bagi orang lain. Pun demikian juga sebaliknya. Hanya Sang Pencipta kita saja Yang Mahabenar.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun