Kasus masuknya seorang perempuan yang membawa anjing masuk ke Masjid Al Munawaroh di wilayah Kabupaten Bogor Jawa Barat baru-baru ini cukup membuat heboh publik.Â
Perilaku seorang perempuan berinisial SM (52) Â ini telah mengusik kondusivitas hidup masyarakat, khususnya bagi para jamaah masjid Al Munawaroh serta masyarakat sekitar.Â
Kaum muslimin yang membaca pemberitaan ini meskipun berada di tempat jauh pun mungkin merasakan hal serupa. Semua pasti sepakat bahwa tindakan yang dilakukan oleh wanita ini sangatlah tidak patut dilakukan, karena membawa serta hewan seperti anjing masuk ke masjid dan terlebih masuk masjid tanpa melepaskan alas kaki merupakan bentuk hilangnya etika menghargai kesucian masjid selaku tempat ibadah umat Islam.
Mungkin sebagian dari kita beranggapan bahwa wanita tersebut tidak mengetahui sopan santun dalam memasuki masjid, sehingga dianggap wajar kiranya apabila ia "nyelonong" masuk masjid tanpa terlebih dahulu melepaskan alas kakinya, atau menilai bahwa membawa serta masuk anjing ke masjid adalah sesuatu yang biasa karena menganggap masjid tak ubahnya tempat-tempat lain yang bisa ia kunjungi.Â
Mungkin umat muslim kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, terutama yang berbeda agama, agar menghindari beberapa perbuatan tertentu apabila hendak datang ke berkunjung ke masjid.Â
Sebagai bagian dari Islam, hampir semuanya memahami bahwa apa yang dilakukan oleh ibu SM itu tidaklah benar. Akan tetapi kita juga harus melihat dari sisi yang lainnya terlebih dahulu sebelum memberikan penilaian yang lebih "berbahaya" seperti aksi pelecehan tempat ibadah, dan terlebih penistaan agama.Â
Setidaknya ada dua hal yang perlu kita lihat. Pertama, SM saat itu berada dalam kondisi marah dengan tensi emosi yang begitu tinggi karena mendengar kabar bahwa suaminya akan dinikahkan di masjid tersebut.Â
Kedua, SM beragama Katolik atau dengan kata lain ia belum tentu mengerti adab menghargai masjid yang bukan merupakan tempat ibadahnya.Â
Namun yang sangat disayangkan disini adalah tindakan SM yang sampai melayangkan pukulan kepada salah seorang jamaah masjid. Aksi ini mestinya sebisa mungkin dihindari, bagaimanapun juga tindakan kekerasan seperti itu bisa saja berujung pada urusan dengan hukum.
SM bisa jadi tersulut emosi sehingga ia melakukan sebuah tindakan yang semestinya dijauhi. Dari sebuah keterangan salah seorang jamaah masjid, apa yang disangkakan oleh SM terkait suaminya yang akan dinikahkan di masjid Al Munawaroh tersebut tidaklah benar. Sehingga motif dari tindakan SM ini sebenarnya masih perlu untuk didalami lagi.Â
Jika memang dasar aksi tidak beretikanya ini bermula dari sebuah informasi yang salah, maka siapa yang telah memberikannya informasi itu? Adakah motif yang mengarah pada aksi memecah belah kerukunan antar umat beragama disini? Masalah ini kini dikawal oleh pihak kepolisian, dan kita semua berharap bahwa masalah ini akan happy ending.
Peristiwa ini hendaknya menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua, karena kejadian serupa tidak menutup kemungkinan akan kembali lagi terjadi di masa-masa mendatang.Â
Menciptakan keharmonisan dan kerukunan umat beragama, khususnya mereka yang hidup di sekitar lokasi tempat ibadah seperti Masjid, Gereja, Vihara, dan lain sebagainya adalah sebuah keharusan.Â
Bukan masanya lagi bagi kita membeda-bedakan pergaulan antar umat beragama, karena kita hidup bersama-sama sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar yaitu masyarakat. Sehingga harmoni bisa terjalin satu sama lain.Â
Kita bisa hidup berdampingan selama menjunjung tinggi rasa saling menghormati kepercayaan masing-masing, salah satu diantaranya adalah mengenal hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh umat bergama tertentu.Â
Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam memiliki aturan-aturan penghormatan tetentu, begitu juga dengan Gereja dan tempat-tempat ibadah agama lain. Dengan saling mengetahui satu sama lain maka tindakan kita akan lebih terkendali.
Terkait dengan ibu SM yang telah memunculkan kontroversi di ruang publik ini, mestinya kita bisa belajar dari tindakannya. Emosi yang memuncak ternyata telah mengikis habis kesantunan kita sebagai manusia.Â
Dalam situasi normal, SM bisa jadi adalah sosok yang santun dan baik hati. Namun karena situasi dan kondisi tertentu ia berubah menjadi sosok yang berbeda dari biasanya.Â
Pembajakan emosi sangatlah berbahaya, karena pada saat hal itu terjadi seakan-akan kita kehilangan diri kita sendiri. Ketika emosi itu mereda, dan kemarahan padam maka hanya penyesalanlah yang kemudian muncul. Sehingga menjadi penting bagi kita untuk memiliki kemampuan menguasai diri dan tetap terkendali dalam situasi dan kondisi apapun.
Semoga kita tetap rukun sebagai sesama bagian dari Bangsa Indonesia yang kita cintai ini.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H