Saat berbuka puasa adalah waktu yang paling dinanti-nantikan oleh segenap umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Suara adzan maghrib adalah sesuatu yang begitu dinanti-nantikan, bahkan mungkin lebih dari apapun. Sehingga momen istimewa itu dianggap oleh sebagian orang harus benar-benar dinikmati secara maksimal.Â
Berkumpul dengan orang-orang spesial dan menyantap hidangan spesial. Apabila biasanya hanya menyantap lauk-pauk "biasa", maka saat berbuka puasa Ramadan haruslah lebih "mewah". Jika sehari-hari hanya menyantap tahu, tempe, ikan asin, sayur lodeh, sayur asem, dan sejenisnya.Â
Maka saat berbuka puasa di bulan Ramadan menunya harus lebih mewah seperti nasi padang, soto, rendang, gulai, plus es buah. Haruskan momen spesial seperti puasa di bulan suci Ramadan ini diikuti dengan menyantap hidangan yang juga spesial?
Bulan puasa adalah saatnya kita berlatih untuk menahan diri. Godaan syahwat yang biasanya begitu merajalela akan dibelenggu dan dibatasi pada bulan ini. Tapi terkadang setelah seharian berpuasa diri kita cenderung membenarkan setiap hasrat dan keinginan yang muncul sebagai "imbalan" atas ibadah puasa yang sudah dilakukan. Setelah seharian berpuasa tentu dahaga akan menyapa, lapar menggema, dan hasrat lain juga bermunculan. Akhirnya melihat sedikit saja ada hidangan "enak" langsung kalap dan membeli lebih dari kebutuhan.
Ingin ini itu seolah tidak dibatasi lagi, semua adalah bagian dari pengistimewaan waktu berbuka nanti. Es buah dibeli, sayur dibeli lebih dari satu macam, lauk pauk membeli yang mewah, dan beberapa jenis jajanan diborong.
Seolah semuanya pasti habis mengingat rasa lapar dan dahaga yang sudah demikian "kronis". Namun ketika adzan maghrib berkumandang, setelah satu porsi berbuka habis disantap, hidangan yang tersisa begitu banyak dan sudah tidak kuat lagi untuk dihabiskan. Perut serasa sudah begitu penuh dan tidak muat diisi lagi.Â
Bulan suci ini mengajarkan kita agar tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Termasuk di antaranya adalah terkait dengan makan saat berbuka puasa. Menyantap hidangan mewah yang lebih dari biasanya boleh-boleh saja selama hal itu tidak terlalu memaksa diri sendiri. Dalam artian apabila melebihi kemampuan yang ada maka hal itu menjadi tidak tepat.Â
Apa yang kita miliki itulah yang semestinya disyukuri. Jangan hanya karena ingin bersantap hidangan mewah sampai harus berhutang ke orang lain.Â
Apabila kemampuan saat itu hanya sebatas untuk membeli kebutuhan seperti biasa, maka alangkah lebih baik jika kita tetap berlaku sebagaimana biasa. Mungkin sesekali sah-sah saja dilakukan. Tetapi catatan pentingnya adalah jangan sampai hal itu justru terkesan berlebihan bagi diri sendiri.
Nikmatnya berpuasa sebenarnya bukan dari seberapa mewah hidangan yang ada atau seberapa banyak makanan yang tersedia. Justru saat berbuka itulah bagian dari kenikmatannya.Â