Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tantangan Berpuasa di Jalan

16 Mei 2019   07:25 Diperbarui: 16 Mei 2019   07:43 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sabar dalam berlalu lintas merupakan bagian penting dari menerapkan nilai puasa di kehidupan (Ilustrasi gambar : http://batam.tribunnews.com)

Saat berbuka puasa merupakan salah satu momen yang paling dinanti-nantikan oleh mereka yang menunaikan ibadah puasa seharian penuh. Terbayang bagaimana sejuknya es buah dan nikmatnya hidangan keluarga di rumah. Mereka yang disibukkan oleh rutinitas pekerjaan segera bergegas pulang ke rumah masing-masing begitu waktu jam  pulang tiba. 

Ratusan atau bahkan ribuan orang memadati jalanan dengan berkendara sepeda motor,  mobil, angkutan umum, atau berjalan kaki. Semua bergegas dan terburu-buru ingin sampai ke rumah masing-masing sebelum adzan maghrib berkumandang. 

Akhirnya jalanan menjadi penuh, kadang macet, dan yang paling ironis adalah beberapa orang sampai mengumbar emosinya kepada pengguna jalan lain. Keinginan untuk berkumpul dengan keluarga dan menikmati hidangan berbuka bersama-sama memang sesuatu yang begitu didambakan hampir setiap orang. Akan tetapi hal itu tidak semestinya menjadikan kita kalut dan "menghalalkan" segala cara untuk bisa cepat sampai rumah.

Pada hari-hari biasa diluar bulan Ramadhan sebagian besar pengguna jalan dengan tertib dan antri menggunakan lajur jalan sebagaimana mestinya. Namun kondisi itu seakan berubah drastis begitu memasuki momen puasa.

 Serobot jalur kanan kiri, dering klakson mobil atau motor bersahutan, dan sesekali teriakan pengguna jalan yang merasa tidak puas dengan perlakuan dari pengendara lain. 

Ujung-ujungnya frekuensi kemacetan meningkat, dan durasi perjalanan menjadi lebih lama dari biasanya. Jarak tempuh dari rumah ke tempat kerja yang biasanya mampu ditempuh kurang dari satu jam, meningkat menjadi hampir dua kali lipatnya. 

Jalanan yang biasanya lengang seketika berubah menjadi padat. Mungkin semua orang ingin berbuka puasa di rumah atau mungkin mereka bergegas mengejar waktu agar tidak ketinggalan sholat tarawih berjamaah. Hanya saja hal itu seharusnya tidak sampai membuat setiap orang kehilangan kesabaran sehingga berlaku tidak semestinya di jalanan. 

Kita hendaknya berfikir bahwa orang lain juga menginginkan hal yang sama dengan kita. Apabila ego pribadi terus dikedepankan, pada akhirnya kita semualah yang dirugikan. Semua pengguna jalan sama-sama terlambat sampai dirumah. 

Semua pengguna jalan sama-sama harus menjalani waktu berbuka puasa di jalanan. Seperti ada kontradiksi dalam lingkungan masyarakat kita tatkala menjalankan ibadah puasa ini.

Esensi puasa adalah menahan diri. Menahan diri yang tidak sebatas pada makan dan minum semata. Emosi pun harus ditahan. Perilaku kita yang buruk harus ditahan. Sikap-sikap kita yang cenderung mementingkan diri sendiri juga harus ditahan. 

Berkendara di jalanan memang memiliki potensi berjumpa dengan hal-hal yang menyebalkan. Akan tetapi hal itu bukanlah alasan bagi kita untuk kalah terhadap emosi dan hasrat kita. Menjadi tidak ada gunanya kita berpuasa apabila sampai kehilangan kendali terhadap emosi.

 Jika hal ini sampai terjadi maka training yang diberikan oleh Allah SWT melalui ibadah puasa yang kita jalani ini tidak akan memberikan kontribusi maksimal terhadap perbaikan diri kita.

Puasa adalah tentang bagaimana kita melatih kendali diri (self control). Melatih kendali diri itu kita lakukan ketika berhadapan dengan situasi yang menantang emosi seperti bertemu kemacetan dijalan dan waktu berbuka puasa sudah hampir tiba. 

Kalau kita tidak mampu menahan diri terhadap usikan yang bisa kapan saja datang, maka emosi akan menguasai diri dan kita pun kehilangan jati diti kita sebagai makhluk sempurna ciptaan Allah SWT. 

Mengapa bulan Ramadhan ini begitu mulia? Salah satunya adalah karena pada bulan ini setan dibelenggu. Dibelenggu disini mungkin sering ditafsirkan oleh banyak orang bahwa setiap manusia akan terhindar dari godaan setan karena makhluk itu telah diikat dan tidak lagi berkeliaran. 

Namun dari keyakinan penulis sebenarnya makna dibelenggu itu adalah kita mengendalikan diri kita sendiri serta membelenggu setiap pikiran negatif, emosi negatif, dan godaan nafsu yang cenderung menjerumuskan diri kita. Karena kita mengendalikannya maka setan terbelenggu, karena kita menahannya maka nafsu kita tunduk, karena kita menguasainya maka emosi kita tidak meluap-luap. 

Hal inilah yang tidak terjadi pada mereka yang berpuasa sebatas menahan lapar dan dahaga saja sedangkan sikap dan perilaku mereka tidak. Ibadah puasa itu harus kaffah, utuh, sempurna. Sehingga kelak kita bisa mendapatkan apa yang disebut dengan kembali ke fitrah, laksana bayi yang baru lahir.

Nafsu kita ditundukkan dan emosi kita dikendalikan. Poin pentingnya adalah ketika berpuasa kita tengah mengasah diri untuk satu kemampuan paling vital dalam hidup manusia. 

Kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Hal ini memang tidak semudah yang dikatakan. Jikalau memang mudah, maka bulan Ramadhan tidak akan pernah datang untuk "melatih" kita. 

Apakah kita berkenan untuk menjalankan ibadah puasa ini dengan sebaik-baiknya atau tidak itu semua bergantung pada diri kita masing-masing. Hanya saja bagi siapapun yang mendedikasikan dirinya secara utuh untuk menunaikan ibadah puasa ini, maka keuntungan besar akan diperolehnya. 

Jika selama ini kita memiliki paradigma bahwa sukses tidaknya seseorang bergantung pada kualitas IQ yang dimiliki, hal itu harus kita ubah. Karena paramaeter uji yang paling baik untuk mengukur sukses tidaknya seseorang adalah dari seberapa baik kemampuannya untuk mengendalikan diri. Uji marshmallow adalah salah satu yang paling populer untuk membuktikan hal ini.

Bahkan masa depan kita bisa diprediksi melalui salah satu hal yang sederhana, yaitu bagaimana perilaku dan sikap kita dijalanan. Dan bulan Ramadhan dimana ketika kita berpuasa adalah momen yang luar biasa bagi kita untuk memeriksa potensi yang ada pada diri kita masing-masing. Sebaik apa kita mengendalikan diri dan sejauh mana kita berkuasa atas diri kita sendiri semuanya tercermin dari apa yang kita lakukan. 

Salah satunya yaitu ketika kita berada dijalan. Puasa kita berdampak seperti apa terhadap perilaku kita dijalan, disanalah kita bisa menilai sebaik apa kendali diri yang kita miliki.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun