Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melestarikan Fitrah Keagrarisan Indonesia dengan Regenerasi Petani

14 Mei 2019   13:38 Diperbarui: 14 Mei 2019   14:14 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Indonesia adalah negara besar. Besar dalam artian sejarahnya, budayanya, peradabannya, hingga jumlah penduduknya. Indonesia menduduki urutan empat jumlah penduduk terbesar di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok, India, dan Amerika Serikat dengan 260.580.739 jiwa atau 3,5% dari total populasi dunia [1]. 

Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 1,36% per tahun pada rentang waktu 2010 -- 2016 [2]. Artinya, setiap tahun penduduk Indonesia bertambah tidak kurang dari 3,5 juta jiwa. Bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambah pula kebutuhan atas bahan makanan. Hal ini terlihat dari data konsumsi energi kita yang terus meningkat setiap tahunnya.

Data Pencapaian Konsumsi Energi dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun 2013 -- 2017 (Sumber http://bkp.pertanian.go.id) [3]
Data Pencapaian Konsumsi Energi dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun 2013 -- 2017 (Sumber http://bkp.pertanian.go.id) [3]
Data tersebut menunjukkan tren kenaikan konsumsi masyarakat kita dari tahun ke tahun. Total konsumsi energi terus meningkat setiap tahunnya. Fakta ini menandakan betapa pentingnya kecukupan pasokan pangan bagi masyarakat. Sehingga hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan ini juga perlu untuk diperhatikan.

Pertanian adalah Fitrahnya Indonesia

Kebutuhan konsumsi masyarakat kita untuk saat ini mayoritas masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Dengan kata lain, sektor pertanian memegang peran vital terhadap kecukupan suplai pangan nasional. Permasalahan pada sektor ini akan berdampak luar biasa terhadap kondisi bangsa, kestabilan perekonomian,  dan yang terpenting terhadap pasokan pangan masyarakat. Sebaliknya, apabila sektor ini mengalami perbaikan maka impact---nya juga akan signifikan terhadap perbaikan ekonomi bangsa. 

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah terus menggencarkan pembangunan sektor pertanian di Indonesia sehingga tercapai perbaikan  dalam hal penurunan angka inflasi bahan pangan, terdongkraknya Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, peningkatan daya beli khususnya petani, hingga penurunan angka kemiskinan. Apabila di waktu-waktu mendatang sektor ini terus diberikan perhatian besar maka bukan tidak mungkin pertanian kita akan menjadi lokomotif perbaikan kualitas hidup bangsa.

Kebutuhan utama pangan masyarakat seperti beras untuk saat ini telah mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Bahkan pada tahun 2019 ini pemerintah optimis bahwa tidak perlu dilakukan impor beras karena produksi pertanian dalam negeri sudah mampu mencukupi semua kebutuhan masyarakat [4]. 

Pertanian kita adalah sumber pangan nasional sehingga kita tidak perlu bergantung terhadap impor dari negara lain. Hanya saja kita harus mewaspadai ancaman yang mengintai sektor pertanian kita selama beberapa tahun terakhir, yaitu terkait terus berkurangnya jumlah petani di Indonesia. Jumlah profesi tani berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) sampai sekarang memang masih mendominasi dengan 28,79% penduduk bekerja pada sektor ini [5]. 

Namun CNNIndonesia mencatat terjadi penurunan jumlah petani dari tahun 2017 sebesar 35,9 juta jiwa menjadi sebesar 35,7 juta jiwa di tahun 2018 [6]. Apabila penurunan jumlah petani ini terus terjadi, maka akan menjadi ancaman serius bagi sektor pertanian kita pada masa mendatang. Kita akan menjadi bangsa agraris yang kehilangan fitrah keagrarisannya.

Regenerasi Petani

Mungkin ada cukup banyak permasalahan yang menghinggapi sektor pertanian kita sekarang. Teknologi pertanian kita mungkin masih tertinggal, sistem tata kelola pertanian kita juga barangkali masih kalah jauh dari bangsa lain yang telah maju pertaniannya. Akan tetapi hal itu tidak lebih mengkhawatirkan dibandingkan ketika kita tidak bisa menghadirkan generasi baru petani untuk melestarikan dan mengembangkan sektor pertanian Indonesia di masa mendatang. Regenerasi petani adalah faktor utama dalam menjaga eksistensi pertanian di Indonesia.

Pertanian kita saat ini tengah "sepi peminat". Indikasinya terlihat dari data Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018 dimana dari total 27,7 juta petani terdaftar ternyata lebih didominasi oleh mereka yang berusia 35 tahun keatas. Jika mempertimbangkan rentang usia generasi, maka generasi Y atau milenial yang lahir antara rentang tahun 1981 sampai 1994 (mendekati kelompok usia 25 -34 tahun) hanya berjumlah tidak lebih dari 3 juta jiwa atau sekitar 10,6% saja. Selebihnya didominasi oleh para generasi X dan juga baby boomer. Hal ini sudah cukup menandakan bahwa terjadi kemadekan regenerasi petani di Indonesia.

Sumber : Diolah dari data Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) [7]
Sumber : Diolah dari data Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) [7]
Ada cukup banyak lulusan perguruan tinggi lulusan pertanian di negeri ini. Akan tetapi tidak sedikit diantaranya yang "membelot" menekuni profesi lain. Sarjana pertanian idealnya adalah menekuni bidang pertanian, melakukan riset di bidang pertanian, dan fokus mengembangkan bidang pertanian dimasa mendatang. 

Akan tetapi tidak sedikit dari para sarjana pertanian yang justru mengambil pekerjaan di bank, bekerja pada lembaga pelayanan publik, tenaga kerja industri, dan sebagainya. Bahkan mereka yang berasal dari keluarga petani pun seringkali tidak menginginkan anak-anaknya menjadi petani. Mereka lebih berharap agar anak-anaknya menjadi karyawan kantoran, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan sejenisnya. Sehingga tidak mengherankan jumlah petani kita terus berkurang.

Kebanggaan Seorang Petani

Menurut survei Litbang Koran SINDO terkait cita-cita anak Indonesia diperoleh 10 besar profesi paling diidamkan, yaitu dokter (52%), polisi (11%), guru (10%), pilot (7%), tentara (7%), artis (3%), presiden (3%), astronot (3%), pengacara (2%), dan pengusaha (2%) [8]. Sangat jarang diantara mereka yang ketika ditanya menjawab petani sebagai profesi idamannya kelak. Apa sebenarnya yang menyebabkan profesi petani tidak  diminati?

10 besar profesi favorit anak-anak Indonesia (Sumber : https://lifestyle.sindonews.com) [8]
10 besar profesi favorit anak-anak Indonesia (Sumber : https://lifestyle.sindonews.com) [8]
Jika membandingkan beberapa kriteria seperti gaji (penghasilan), gengsi (prestise), kondusifitas lingkungan kerja, risiko profesi, fleksibilitas waktu kerja, dan nilai pengabdian maka profesi petani mungkin hanya tertinggal dalam hal gaji (penghasilan) dan gengsi (prestise) saja.  Petani yang terbilang mapan bisa dihitung dengan jari. Itupun biasanya hanya mereka yang memiliki lahan pertanian luas. Sedangkan untuk para buruh tani kehidupan ekonominya terbilang pas-pasan. 

Terkait gengsi (prestise), profesi sebagai petani seringkali dikesankan dengan mereka yang hidup di desa-desa, mereka yang terpinggirkan, dan mereka yang berpenampilan lusuh. Dibandingkan dengan beberapa profesi lain seperti dokter, polisi, guru, pilot, atau presiden maka profesi petani di Indoensia bisa dibilang kalah prestise. Jika profesi dokter kebanyakan berpenampilan rapi dan rumahnya bagus. Polisi atau pilot berpenampilan elegan. Presiden menjadi panutan masyarakat dan fotonya dipajang pada setiap dinding rumah. Lalu bagaimana dengan petani?

Kita umumnya melihat profesi petani sebatas pada tampilan luarnya saja. Padahal jika dilihat lebih seksama petani merupakan sebuah profesi yang luar biasa. Bahkan salah seorang pakar psikologi dunia, Shoshana Zuboff, memanfaatkan pertanian sebagai media terapi psikologis dalam programnya yang dinamakan Odyssey School. Pesertanya bukanlah orang-orang sembarangan, para kaya raya. Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, selepas pensiun dari profesinya sebagai polisi lebih memilih untuk menjadi petani. Ken ken, artis yang dulu populer dengan perannya sebagai Wiro Sableng, kini juga beralih profesi menjadi petani. Bahkan "Superman" pun juga pernah hidup sebagai petani. Petani adalah profesi yang membanggakan.

Menggagas Petani Masa Depan

Menjadi petani memberikan kebanggan tersendiri bagi pelakunya. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa aspek gaji (penghasilan) dan gengsi (prestise) masih merupakan primodana bagi sebagian besar orang, khususnya bagi para generasi muda yang obsesinya terhadap finansial dan prestise masih cukup besar. Apabila dua aspek ini mampu diperbaiki, maka bukan tidak mungkin daya tarik sektor ini akan meningkat.

Nasib pertanian Indonesia di masa depan ada di tangan generasi muda bangsa (Ilustrasi gambar : https://bulelengkab.go.id)
Nasib pertanian Indonesia di masa depan ada di tangan generasi muda bangsa (Ilustrasi gambar : https://bulelengkab.go.id)
Dalam upaya memperbaiki taraf ekonomi sehingga penghasilan petani meningkat, tentunya diperlukan keterlibatan semua pihak. Kita hendaknya mencontoh negara-negara besar seperti Jepang, Belanda, Tiongkok, atau Australia yang mana disana kehidupan ekonomi para petaninya begitu makmur. Rata-rata penghasilan petani Jepang adalah sebesar 25 juta yen atau sekitar 3 miliar rupiah per tahun [9]. Sehingga tidak mengherankan apabila banyak anak muda disana berbondong-bondong menjadi petani.

Supaya penghasilan petani meningkat, pembangunan di bidang pertanian harus terus digalakkan. Pembangunan infrastruktur adalah suatu keharusan, peningkatan kualitas teknologi pendukung pertanian juga harus dilakukan, dan yang paling penting adalah memperbaiki kualitas SDM pendukung pertanian. Keberadaan infrastruktur yang memadai dan tersedianya teknologi canggih pertanian akhirnya akan menemui kendala apabila profesi sebagai petani tidak ada yang meminati. Sehingga satu upaya yang tidak boleh ditinggalkan adalah tentang bagaimana membangun ketertarikan masyarakat khususnya generasi muda terhadap sektor pertanian.

Selama ini, profesi petani lebih sering dipilih karena "kecelakaan" atau keterpaksaan akibat tidak ada alternatif pekerjaan lain yang "lebih baik". Sangat jarang yang memutuskan menjadi petani karena adanya ketertarikan mendalam terhadap bidang ini. Oleh karena itulah pertanian harus di branding ulang menjadi profesi yang lebih bergengsi, lebih bonafid, dan lebih kerenn melalui:

  • Dokumentasi Figur Petani Inspirasional dalam Berbagai Karya Film

Sinetron atau perfilman kita selama ini seringkali hanya menonjolkan beberapa profesi saja. Kita sering melihat aktor atau aktris memerankan profesi pejabat pemerintah, marketing, pengusaha, insinyur, polisi, dan beberapa profesi yang berpenampilan necis. Sebaliknya petani cenderung hanya dijadikan pelengkap saja. Petani hanyalah peran yang dilabeli terpinggirkan, dikasihani, dan ketinggalan zaman. Sangat jarang ada figur petani yang wow serta meninggalkan kesan mendalam bagi khalayak luas.

  • Mengangkat Profesi Petani sebagai Bahan Pembicaraan Publik

Saat ini kita masih kekurangan figur petani. Jika membicarakan profesi insinyur, maka kita akan langsung terngiang nama Pak Habibie. Berbicara profesi pengacara, nama Horman Paris Hutapea atau Ruhut "Poltak" Sitompul yang langsung terngiang. Apabila berbicara pengusaha sukses, ada nama Bill Gates, Mark Zuckerberg, Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung, dan sebagainya. Membicarakan nama artis apalagi. Lalu bagaimana jika membicarakan profesi petani? Adakah nama yang familiar? Heri, Tomo, Wagimin. Kenal? Mungkin tidak. Mereka hanyalah sedikit dari nama-nama petani di kampung saya. Menampilkan sosok publik figur bidang pertanian adalah sebuah langkah untuk "memprovokasi" masyarakat bahwa menjadi petani juga bisa membuat mereka dikenal publik.

  • Memasifkan Kompetisi Bisnis Kreatif Bidang Pertanian

Sektor pertanian harus dirangsang pertumbuhannya melalui upaya masih pemberdayaan dan peningkatan value added produk pertanian. Salah satu diantaranya adalah dengan membuat kompetisi bisnis berbasis pertanian.

Regenerasi itu bukan dipaksakan, tapi ditanamkan kedalam diri generasi bangsa sehingga kelak ia bersemai sebagai sebuah kebanggaan profesi.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1] ; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]; [8]; [9]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun