Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Yang Murah, yang Murahan?

20 April 2019   12:01 Diperbarui: 20 April 2019   12:14 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga yang Murah bukan Berarti Memberikan Pelayanan Murahan (Ilustrasi gambar : www.stopcoloncancernow.com)

Lantai menggelembung, pintu tidak bisa dibuka, dan lain sebagainya. Ketika melakukan komplain kepada pihak developer ada satu respon menarik yang penulis terima, "Ya harap dimaklumi kondisinya untuk perumahan subsidi, Pak."

Apa yang disampaikan oleh pihak developer tersebut seolah menjadi penegasan dari pemahaman umum bahwa yang murah itu berarti murahan. Kalau ingin mendapatkan layanan bermutu maka harus berani membayar mahal. Sama halnya dengan mereka yang miskin jangan mengharapkan layanan dari dokter spesialis, karena itu terlalu mahal.

Apakah memang sudah semestinya seperti ini? Apa yang murah dianggap lumrah sebagai produk murahan?

Toyota adalah satu dari sekian banyak produsen otomotif dunia yang mengusai pangsa pasar dunia. Toyota dibandingkan dengan produsen mobil untuk kelas yang sama memiliki sisi keunggulan dibandingkan yang lain. Jika dibandingkan dengan mobil-mobil Amerika, Toyota mampu dengan begitu efisien menjalankan aktivitas produksinya. Sehingga mobil yang dihasilkan oleh Toyota dianggap lebih terjangkau namun tetap bermutu tinggi.

Sistem produksi mereka yang melegenda dan telah diadopsi oleh beragam industri di dunia menjadi contoh yang baik tentang bagaimana seharusnya memberikan pelayanan terbaik. Menawarkan harga "murah" tanpa harus memberikan produk yang murahan. Murah atau mahalnya ongkos produksi tidak semata disebabkan oleh tingginya kualitas produk yang ditawarkan, namun juga dipengaruhi oleh efektivitas serta efisiensi produksi yang dilakukan.

Jangan-jangan mindset murah itu murahan telah merasuki pikiran para pelaku bisnis sehingga mereka beranggapan bahwa kualitas terbaik itu tidak bisa diberikan tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Kualitas bagus itu artinya mahal. Mindset ini harus dicabut akarnya, dan diganti dengan pemikiran baru yang tepat.

Memang tidak bisa dipungkiri akan ada perbedaan kualitas antara mereka yang membayar mahal dengan mereka yang membayar murah. Hanya saja harus ada standar minimal yang tetap mumpuni dan tidak mengecewakan dalam pelayanan. Bagaimanapun juga, orang-orang yang menawarkan pelayanan biasanya memberikan banyak sekali janji manis dan kesempurnaan.

Tatkala tawaran itu diambil oleh orang lain dan ternyata ditemukan banyak celah kekurangan, tentusaja akan muncul kekecewaan. Mengapa yang diterima berbeda jauh dari yang dijanjikan? Terkecuali pada saat awal selama periode penawaran disampaikan segala potensi kekurangan yang ada, tanpa perlu menutupi satu dan lain hal.

Jika memang perumahan subsidi itu ditawarkan dengan kondisi lantai bergelombang, tembok retak mungkin pembelinya tidak akan komplain. Jika membeli barang elektronik murah disampaikan kekurangan bahwa usia produk mungkin hanya beberapa bulan saja maka tidak akan ada komplain.

Sayangnya, produsen atau penyedia produk dan layanan seringkali mengumbar janji manis yang kebanyakan meleset dari kenyataan yang ada. Ketika komplain bermunculan mereka hanya menyatakan, "Harganya murah kok. Ya wajarlah."

Kira-kira apa yang kita rasakan tatkala mendapatkan respon seperti itu atas ketidaknyamanan yang kita rasakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun